Page 32 - Majalah Berita Indonesia Edisi 69
P. 32


                                    32 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS32 BERITAINDONESIA, Agustus 2009 foto: dok. berindoRemah Rezekidari Sepeda Ontelagaimana cara manusia menyambung hidup di kota metropolitan selalu menarikuntuk disimak. Perjuangan parapengojek sepeda misalnya, sarat dengancerita suka dan duka.Di tengah kehadiran alat transportasikomersil modern di Ibukota Jakartaseperti bajaj, taksi, angkot, bis kota,bahkan busway, rupanya sepeda bisamenjadi sandaran sumber penghidupanbagi sejumlah orang. Para pengojeksepeda itu bisa kita temui di daerahStasiun Kota Jakarta Pusat.Sepeda yang digunakan pun bukansepeda keluaran terbaru yang banyak kitajumpai sekarang. Sepedanya agakpanjang namun langsing, dengan posisitempat duduk yang agak tinggi. Tidak adaembel-embel lain selain bel yang bisaberdering di stang depannya. Sepedaontel, itulah nama yang akrab kita dengar.Kalau kita melihat ke belakang, sepedatua ini digunakan untuk membantu memperlancar mobilitas penguasa kolonialBelanda di lingkungan terbatas misalnyadi lingkungan kantor dan sekitarnya.Dalam perkembangannya, sepeda ontelyang kemudian memasuki kehidupanpribumi, sempat menjadi lambang kebanggaan priyai-priyai.Ketika semakin merakyat, sepeda inimenjadi alat transportasi vital bagimasyarakat dengan memanfaatkannyasebagai pengangkut orang dan barang.Seiring dengan kebutuhan mobilitasmasyarakat yang semakin tinggi, sepedaini pun lambat laun dimanfaatkan menjadi jasa angkutan komersil, alias ojek.Para pengojek sepeda ontel yang mengumpulkan ‘remah’ rezeki di tengahkerasnya kehidupan ibukota ternyata bisamenghidupi keluarganya selama puluhantahun. Banyak di antara pengojek sepedaitu harus tinggal terpisah dengan anak istrinya demi mencukupi kebutuhan keluarganya dan kalau bisa menyekolahkananak-anaknya.Perjuangan para pengojek sepeda ontelini bisa kita amati sedari pagi hingga soredi sekitar Stasiun Kereta Api Kota, JakartaPusat. Di sinilah ribuan warga tumpahruah dari berbagai penjuru Jakarta. Adayang hendak bekerja, sekolah bahkan adayang sekadar duduk-duduk menghabiskan hari karena tidak punya pekerjaan.Di tengah keramaian dan hiruk pikukberbagai macam manusia, terselip beberapa pria dengan sepedanya sedang membonceng penumpang. Bunyi lonceng sepedanya yang hendak meminta jalan padakerumunan di depannya langsung tertelansuara bising kendaraan bermotor di jalanyang mulai macet. Sementara itu, sebagian lainnya sedang berdiri berjejer disamping sepedanya masing-masing sambil menanti penumpang yang hendakmenggunakan jasa mereka.Biasanya, mereka sering berkelompokdi tempat di mana banyak orang membutuhkan jasa mereka, seperti Stasiun KAKota, di pusat pertokoan elektronik Glodok, di Mall Mangga Dua, dan di PasarPagi.Mereka juga harus pintar mempelajarilokasi menunggu penumpang sesuai jamramainya. Dari keterangan para pengojek,menunggu penumpang di pintu keluarStasiun KA Kota misalnya, sebaiknyahingga pukul 10 pagi karena pada jamitulah para pekerja yang naik kereta apimulai berdatangan. Sedangkan di sekitarGlodok dan Pasar Pagi, biasanya penumpang ramai dari pukul 10 hingga sore. DiMangga Dua, penumpang juga biasaramai pada siang hingga sore, dan terkadang hingga malam hari.Penghasilan tukang ojek ini perharinyatidak tentu, tergantung rezeki. Namundari pengakuan beberapa pengojek, ratarata penghasilan mereka antara 30 ribuhingga 50 ribu rupiah per hari. PakSutarlani (46) misalnya, mengaku pendapatannya bisa mencapai 40 hingga 50ribu per hari.Penghasilan sebesar itu sudah sangat iasyukuri daripada tidak bekerja samasekali. “Saya sudah narik ojek sepeda disini sejak masih muda sekitar tahun 80-an,” katanya polos. Saat ada banyak larangan-larangan berjualan yang menimpapedagang kaki lima, ia merasa bersyukurkarena sejak menarik sepeda ontel tidakpernah ada larangan untuk mengojekdengan sepeda ontel. “Dari dahulu sampaisekarang itu selalu dipelihara,” katanya.Ia pun membandingkan becak denganojek sepeda yang lebih cepat geraknya danjuga bisa melawan arah. Pak Sutarlani teringat, “Becak dulu dihapus jalannya karena lambat dan memakan jalan sehingga sering membuat macet jalan. Namun,biarpun ojek sepeda tidak dilarang, tapijaman dulu sepeda masih mahal.Akibatnya sepeda sering hilang karenabanyak preman di daerah tersebut. “Alhamdullilah, sekarang ini sudah berkurang,” katanya lagi. Menurut pria kelahiran 1963 asal Sragen itu, ojek sepeda sudahlama beroperasi sebelum ia menjaditukang ojek sepeda. “Kini, kurang lebihdua ratus tukang ojek masih beroperasidi daerah Kota dan sekitarnya,” katanyaberusaha mengingat.Begitu juga dengan Pak Suwito yangdatang dari Desa Merahu, KecamatanKartoharjo, Magetan, Jatim. Kini iatinggal bersama anak istrinya di JalanPluit Dalam Rt2/Rw 08 Jakarta. Pria yangtampak ramah dan murah senyum inimempunyai prinsip untuk selalu bersyukur berapapun uang yang ia dapatkan dariPara pengojek sepeda ontel ternyata bisa menghidupikeluarganya selama puluhan tahun di tengah kerasnyakehidupan ibukota.B
                                
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36