Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 72
P. 13
BERITAINDONESIA, November 2009 13BERITA UTAMAsus Politisasi HukumSebelum rekaman sadapan teleponAnggodo itu dipublikasikan dalam sidangMK, telah tersebar indikasi adanya kriminalisasi atau pelemahan KPK dalamkasus Bibit dan Chandra, antara lainterlihat dari berubah-ubahnya sangkaandibuat penyidik Polri kepada Bibit danChandra dari semula, penyalahgunaanwewenang menjadi kasus pemerasan danpenyuapan.Indikasi kriminalisasi KPK semakindiperkuat lagi dari pengakuan MantanKepala Kepolisian Resort Metro JakartaSelatan Komisaris Besar Wiliardi Wizarddi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,Selasa 10/11/2009 yang tengah mengadiliterdakwa Antasari Azhar (mantan KetuaKPK) sebagai otak pembunuhan DirekturPT Putra Rajawali Banjaran NasrudinZulkarnaen. Dalam sidang pengadilan ituWiliardi Wizard mengaku, berita acarapemeriksaan dirinya dikondisikan (direkayasa) untuk sasaran menjadikan Antasasi sebagai otak pembunuhan.Kekisruhan KPK dan Polri ini diwarnaipula dengan sebutan Cicak dan Buaya.KPK digambarkan sebagai Cicak dan Polrisebagai Buaya. Penggunaan istilah initelah membuat citra Polri semakin mencapai titik terendah. Walaupun KapolriJenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuridalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan media massa di Kantor DepartemenKomunikasi dan Informasi, Jalan MedanMerdeka Barat, Jakarta, Senin (2/11),telah meminta agar istilah ini tidakdigunakan, tetap saja istilah ini dipakaimenggambarkan pertikaian KPK danPolri.Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji yang dianggap orang pertama menggunakan istilah ini menjelaskan bahwaistilah itu keluar saat berbincang-bincangdengan wartawan soal teknologi penyadapan. Dia mengatakan teknologi Polrilebih baik dari KPK. Jika diibaratkan, alatPolri itu Buaya, sedangkan alat KPK ituCicak. Namun dari segi kewenangan(kekuasaan) KPK-lah yang Buaya danPolri yang Cicak. Namun yang populerkemudian adalah Polri sebagai Buaya danKPK sebagai Cicak.Polri di Titik NadirSeusai mendengar rekaman hasil sadapan KPK di Sidang MK (Selasa 3/11)yang ditayangkan langsung televisi itu,Tim Delapan pun merekomendasi (ultimatum) agar Polri segera membebaskanChandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto dari tahanan.Tim Delapan juga mengultimatum Polridan Jaksa Agung agar segera memberhentikan Kabareskrim Polri KomjenSusno Duadji dan Wakil Jaksa AgungAbdul Hakim Ritonga. Juga mengultimatum Polri untuk segera menahan Anggodo Widjojo, yang oleh sejumlah mediamenyebutnya pula sebagai sutradarakriminalisasi KPK. Disebut mengultimatum, sebab jika rekomendasi itu tidakdipenuhi segera, beberapa anggota TimDelapan mengancam akan mengundurkan diri.Ultimatum ini telah membuat KPK(Bibit-Chandra) dan pengacaranya, sertaberagam LSM, facebookers dan publikpendukungnya menaruh harapan besarpada Tim Delapan. Mereka semakin yakinbahwa kriminalisasi KPK oleh Polri danKejaksaan Agung benar-benar terjadi.Namun di sisi lain, bagi publik (yangmuncul kepermukaan dalam jumlah yanglebih kecil) yang ingin menegakkankepercayaan dan kemandirian Polri danKejaksaan Agung, ultimatum tersebuttelah mengurangi tingkat kepercayaanatas independensi Tim Delapan. TimDelapan dianggap telah bertindak layaknya pengacara Bibit-Chandra (KPK).Bahkan dianggap telah membawa kasusBibit-Chandra ke ranah politik, politisasihukum.Setelah ultimatum Tim Delapan itu,Polri membebaskan Chandra Hamzahdan Bibit Samad Riyanto dari tahananSelasa malam (03/11), kira-kira pukul23.00 WIB, setelah ditahan enam harikarena tuduhan pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan. Kepolisian memutuskan untuk menangguhkan penahananmereka demi kepentingan yang lebihbesar.Demikian pula, Kabareskrim PolriKomjen Susno Duadji dan Wakil JaksaAgung Abdul Hakim Ritonga pun segeramenyatakan mengundurkan diri, secarasukarela untuk tidak membebani institusidan memberi keleluasaan bagi Tim Delapan memverifikasi fakta. Disebutkan, pengunduran diri dua pejabat Polri dankejagung itu tidak ada kaitan dengantekanan dari pihak manapun. Namun,Polri menolak menahan Anggodo, karenatidak cukup alasan hukum untuk menahannya. Atas sikap ini, Polri dicibir tidakpeka pada rasa keadilan publik, bahkandianggap takut dan tunduk kepada Anggodo, selain juga makin mengindikasikanadanya upaya kriminalisasi KPK.Demonstrasi memprotes kriminalisasiKPK pun marak di beberapa tempat.Facebook, jejaring sosial di dunia mayapun dibuka menggalang Satu Juta Dukungan Kepada KPK. Dalam waktu singkat, ratusan ribu hingga lebih satu jutafacebokers memberi komentar mengagungkan KPK dan mencibir Polri dankejaksaan. Sejumlah pengamat yangditonjolkan sebagai pakar pun memberikomentar di layar televisi dan berbagaimedia cetak serta online menyudutkanKepolisian RI dan Kejaksaan Agung.Kapolri dan Jaksa Agung pun dituntutuntuk segera dicopot atau mengundurkanWakil Ketua KPK non-aktif, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah tersangka penerima suapfoto: daylife.com