Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 72
P. 14


                                    14 BERITAINDONESIA, November 2009BERITA UTAMAfoto-foto: istdiri.Selama lebih tiga pekan, upaya kriminalisasi KPK pun mendominasi pemberitaan televisi, koran, radio dan mediaonline. Hampir semua media membela,mendukung dan mengagungkan KPKsebagai pahlawan pemberantasan korupsi. Sementara, peran Kepolisian danKejaksaan Agung masih tetap diremehkan. Bahkan kedua institusi penegak hukum di bawah pemerintah ini, sepertitelah diyakini mengkriminalisasi KPK.Seolah-olah KPK tidak mungkin punyacacat dan sebaliknya kepolisian dankejaksaan seolah-olah selalu tidak layakdipercaya. Kondisi ini telah membuatPolri dan Kejaksaan Agung tercibir hinggake titik nadir.Dalam kondisi demikian, semua pendapat yang berbeda dianggap sebagaisuara yang tidak mendengar suara hatirakyat, penghianat suara rakyat (publik).Penjelasan Kepala Polri Jenderal (Pol)Bambang Hendarso Danuri di depanKomisi III DPR (5/11/2009) yang menegaskan tidak ada upaya kriminalisasiKPK dalam kasus yang menimpa Bibit danChandra, justru dianggap menafikan buktirekaman hasil sadapan KPK dan berlawanan dengan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.Begitu pula penjelasan Jaksa AgungHendarman Supandji dalam rapat kerjadengan Komisi III DPR, Senin (9/11/2009) di Jakarta bersikukuh tidak adakriminalisasi dalam perkara pimpinan(nonaktif) KPK Bibit Samad Rianto danChandra M Hamzah. Jaksa Agung mengatakan ada indikasi perbuatan pidana,seperti sangkaan Pasal 12 Huruf (e) danPasal 23 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 yang diubah menjadi UUNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.“Bagaimana merekayasa 21 saksi?” ujarHendarman. Hendarman mengemukakanbukti yang diserahkan penyidik Polri diantaranya enam kali kedatangan AryMuladi ke kantor KPK. Ada juga hubungan telepon antara Ary dan Ade Raharja,Deputi Bidang Penindakan KPK, sebanyak 64 kali. Hubungan itu dibuktikanberdasarkan telepon seluler keduanya.Penjelasan Kapolri dan Jaksa Agung itujustru menuai bantahan dari berbagaipihak, tentu saja terutama dari Bibit danChandra dan pengacaranya. Komisi IIIDPR pun dicibir lebih berperan sebagaiHumas Polri, tidak aspiratif bahkanbertentangan dengan suara publik. Mereka menganggap Tim Delapan, parapengamat bahkan pengacara Bibit danChandra serta satu juta komentar facebokers yang mendukung Bibit dan Chandra (pimpinan KPK non-aktif) bisa diklaim sudah lebih berhak mewakili seluruh (mayoritas) suara publik.Bahkan sebagian dari mereka mengindikasikan jika kasus yang disangkakankepada Bibit dan Chandra (pimpinan KPKnon-aktif) itu diteruskan ke pengadilanakan terjadi perlawanan rakyat yangdahsyat, people power. Bahkan penjagakonstitusi, Ketua MK Mahfud MD punmelontarkan pernyataan menjurus agitatif bahwa siapa yang melawan kekuatanrakyat akan tergilas.Tergiring ke Panggung PolitikSemua rakyat Indonesia pastilah inginmenjadikan Indonesia bebas dari korupsi.Maka kehadiran KPK, sebagai badan adhoc untuk menerobos kebuntuan pemberantasan korupsi sangat didukungseluruh elemen rakyat. Maka siapapunpasti tidak ingin terjadi kriminalisasi ataurekayasa pelemahan atas KPK.Demokrasi yang sudah terbangun dalam sepuluh tahun terakhir telah membuka hak dasar bersuara bagi rakyat.Suatu kemajuan yang patut terus digalangdan disyukuri. Namun demokrasi haruslah diletakkan di atas landasan hukum,sebagai suatu sistim aturan main. Dalamdemokrasi, hukumlah yang jadi panglima.Jangan malah sebaliknya, politik jadipanglima.Dalam kasus Bibit dan Chandra, inilahyang sepatutnya mendapat perhatianpemerintah (Presiden SBY) yang telahmendelegasikannya kepada Tim Delapan.Agar panggung hukum jangan semakintergiring ke panggung politik. Tim Delapan yang semula diharapkan secaraindependen bisa memberikan rekomendasi kepada presiden untuk menjernihkankasus ini secara tepat, proporsional,dalam jalur hukum, sangat disayangkandari berbagai pernyataan pers, kesimpulan dan rekomendasinya justru lebihberpotensi mengarahkan kasus ini padatekanan politik.Setelah Tim Delapan memanggil sejumlah pihak, kepolisian, kejaksaan, KPKdan pihak lain yang relevan, tim yangdiberi batas waktu dua minggu untukmemverifikasi fakta yuridis, itu justrulebih dulu mengumumkan kesimpulansementaranya, sebelum melaporkannyakepada Presiden. Tim Delapan mengumumkan bahwa fakta dan proses hukumyang dimiliki Kepolisian Negara RI tidakcukup untuk menjadi bukti bagi kelanjutan proses hukum terhadap Bibit SamadRianto dan Chandra M Hamzah. AdnanBuyung Nasution, selaku Ketua TimDelapan, mengungkapkan hal itu kepadapers, Senin (9/11/2009).Menurut Buyung, andai kata pun adatindak pidana dalam kasus tersebut, buktiyang dimiliki Polri terputus, hanya darialiran dana Anggodo Widjojo ke AryMuladi.Aliran dana selanjutnya dari Ary, baikmelalui orang yang bernama Yuliantomaupun langsung ke pimpinan KPK, tidakada bukti yang dapat ditunjukkan kepadaTim Delapan. Dikatakan, seandainyakasus Bibit dan Chandra itu dipaksakanuntuk diajukan ke pengadilan dengandakwaan penyalahgunaan wewenang,kasus itu pun lemah sebab menggunakanpasal karet.Pernyataan pers Tim Delapan ini samasebangun dengan pernyataan tim pengacara Bibit dan Chandra, serta pernyataan Adnan Buyung sebelum diaditunjuk memimpin Tim Delapan. Laporan sementara yang diumumkan kepublik itu diserahkan kepada Presidenmelalui Menko Politik, Hukum, danKeamanan Djoko Suyanto, Senin sore 9/11/2009.Kemudian dalam kesimpulan akhirnyayang disampaikan kepada Presiden pada17/11/2009, Tim Delapan merekomendasikan agar kasus Bibit-Chandra dihentikan, menjatuhkan sanksi kepada pejabatpejabat yang bertanggung jawab sekaligus mereformasi Pilri dan Kejagung,memberantas makelar kasus dan membentuk komisi negara pembenahan lembaga hukum.Apakah sengaja atau tidak, disadariatau tidak, dengan cara ini Tim Delapanbisa mungkin menempatkan posisi Presiden dalam posisi sulit, fait accompli. Selain karena rekomendasi sementarasebelumnya telah diumumkan lebih dulukepada publik, Tim Delapan tidak menjelaskan apakah benar terjadi kriminalisasiKPK oleh Polri dan kejaksaan. Tetapijustru hanya mengarah pada tidak layaknya kasus pemerasan/penyuapan danpenyalahgunaan wewenang Bibit danChandra ini diteruskan ke pengadilan.Yang justru bisa mengarah mengintervensi kewenangan Polri dan Kejagung.Presiden SBY sendiri tampaknya meraJaksa Agung Hendarman Supandji
                                
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18