Page 62 - Majalah Berita Indonesia Edisi 83
P. 62


                                    62 BERITAINDONESIA, Maret - 10 April 2011BERITA BUDAYAMenghidupkan LagiOpera Batak yang sempat merajai dunia hiburan diSumatera Utara akhirnya mati suri setelah dekade 1980-an. Sejumlah upaya dilakukan untuk menghidupkankembali kesenian yang lahir sekitar tahun 1920-an ini. Diantaranya dengan mendirikan Pusat Latihan Opera Batak(PLOt).ika di Jawa Timur ada ludruk, diJawa Tengah ada seni ketoprak,maka di Sumatera Utara ada OperaBatak. Bagi suku Batak, opera dikenal sebagai hiburan kesenian tradisionalyang di masanya sangat populer danbanyak diminati masyarakat. Layaknyaopera di Eropa yang memadukan seni tari,seni musik, seni peran dan seni suara,Opera Batak ciptaan Tilhang OberlinGultom yang lahir sekitar tahun 1925 inijuga tidak lepas dari unsur-unsur senitersebut dalam setiap pementasannya.Pada masa kejayaannya, pementasanOpera Batak sempat merajai dunia hiburan di Sumatera Utara. Pementasan dilakukan dengan berkeliling di sejumlah daerah dan dilakukan di tempat terbuka. Biasanya dilakukan pada malam hari. Lamatur pementasan di suatu desa juga bervariasi tergantung kondisi, bisa bermingguminggu namun tidak sampai satu bulan.Pementasan dilakukan semenarikmungkin di atas panggung menyerupairumah adat Batak dengan hiasan gorga,ukiran khas batak. Sedangkan untukmenghubungkan adegan ketika akanberganti dari selingan lagu, tari maupunlawak, pentas dilengkapi dengan tiraipenutup. Pementasan Opera Batak yangdilakukan pada malam hari masih mengandalkan lampu petromak atau lampugas yang kadang diturunkan untuk menambah suplai angin agar pencahayaantetap terjamin. Berbeda dengan sekarangdimana panggung teater disorot denganwarna-warni cahaya lampu.Seperti lazimnya pertunjukan profesional, penonton harus membeli tiket.Karena besarnya antusias masyarakatuntuk menyaksikan pertunjukan opera,tidak sedikit di antara mereka yang relamenukarkan beras atau hasil ladangnyademi menyaksikan pementasan. Tiketbaru didapatkan setelah terjadi kesepakatan di antara kedua belah pihak.Tidak seperti pementasaan saat ini,layaknya gedung teater Taman IsmailMarzuki yang nyaman, penonton OperaBatak sering bubar karena cuaca yangtidak bersahabat. Di sisi lain, tidak jarangpertunjukan baru selesai menjelang dinihari jika lakon yang dipertunjukkansangat menarik. Tema yang diangkatsebagai ceritapun beragam mulai darikisah legenda, mitos, atau cerita kepahlawanan. Cerita-cerita Opera Batak jugasering mengangkat masalah-masalahkehidupan sehari-hari yang sedang hangat dibicarakan. Isinya pun tidak hanyamenghibur namun juga menekankanpenyampaian pesan moral yang mendidikkepada para penonton.Namun dalam perkembangannya, Opera Batak mulai tenggelam setelah sangmaestro Tilhang Oberlin Gultom meninggal pada 1970. Seiring dengan munculnyaberbagai acara televisi pada tahun 1980-an, arah perjalanan Opera Batak semakintidak menentu. Hiburan kesenian rakyatyang pernah masuk Istana pada masaPresiden Soekarno ini semakin tersisihkan dari perhatian masyarakat.Puluhan kelompok opera, di antaranyaSerindo, Serada, Rompemas, Seribudi,Roos, Ropeda, Serbungas, Roserda, Sermindo yang dibentuk oleh murid-muridTilhang, perlahan-lahan berguguran.Sementara para pemainnya yang kebanyakan diambil dari pedesaan, tidak bisalagi bertahan sebagai seniman opera yangsepenuhnya menyandarkan hidup darihasil manggung. Sebagian dari merekakemudian memilih kembali ke habitatnyasemula. Sebagian lagi merantau ke kotadan mencari pekerjaan.Sebut saja Sang Ratu Opera BatakZulkaidah Harahap, didikan langsungTilhang Oberlin Gultom yang dikenal lihaimemainkan suling dan bersuara merdu.Zulkaidah termasuk orang yang masihsempat merasakan kejayaan sebagaiseniman opera di era 1970-an. Dari hasilpertunjukan, ia bisa membeli sebidangtanah dan memiliki sejumlah perhiasan.Peralihan minat masyarakat dari hiburan tradisional ke televisi membuat keberadaan Opera Batak kian tidak menentu. Zulkaidah yang mengaku mendapatkan wasiat dari Tilhang sebelum meninggal agar ia melanjutkan opera yang dibentuknya, terpaksa tidak bisa melakukannya. Zulkaidah banting setir berjualankacang di atas kapal ferry di Danau Tobadan berjualan tuak, minuman keras khasBatak. Meski demikian, jiwa senimannyabelum luntur, sambil berjualan ia jugamasih meniup seruling dan bernyanyi.Begitu juga dengan Abdul Wahab KasimSamosir yang juga murid Tilhang OberlinGultom. Ia mengungkapkan kegelisahannya atas perkembangan kesenian Batakdewasa ini yang semakin tergerus. Menurutnya, semua orang Batak sudah menyeleweng dari budayanya. Iringan musikOpera BatakJfoto-foto: repro
                                
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66