Page 32 - Majalah Berita Indonesia Edisi 84
P. 32
32 BERITAINDONESIA, Mei 2011BERITA WAWANCARAsiapa datang ke situ. Demikian juga ditempat kita, tidak satu gereja saja, oikumene. Jadi dia bilang, bagaimana kitaharus mengerti tentang toleransi danbudaya perdamaian. Nah, itu kan nyambung dengan kita. Dengan budaya perdamaian itu. Lalu kita lanjutkan diskusitentang wawasan kebangsaan. Jadi terbuka pemikiran kita. Bahkan salah satupeserta waktu itu mengatakan padaSyaykh, kalau Syaykh memimpin rumahkita ini, apa yang Syaykh lakukan? Nah,ini yang mengejutkan kita. Dia bilang,“Kalau saya memimpin rumah kita, Indonesia ini, maka yang pertama saya lakukanadalah membuka hubungan diplomatikdengan Israel.” Nah, kita merasa itusesuatu yang menarik dan berani.Di Israel juga, kita harus mengertibahwa kalau tidak secara diplomatik,mungkin secara dagang kita buka, negarakita ini pasti maju. Ambil contoh, Thailand. Yang kita makan di sini sepertidurian montong yang disebut dari Thailand, itu kan dari Israel semua. Bahkanrumah-rumah adat Thailand itu bisadidirikan di Israel, makanya negara itudiberkati. Nah, kalau hal yang sama jugakita buat seperti pemikiran Syaykh itu,saya pikir itu bisa maju. Kenapa maju?Karena dia (Syaykh) selangkah lebihpemikirannya daripada kita. Mungkin diasama dengan Gus Dur dulu. Sekadarmengenang, saya dengan istri dulu masihdiberi kesempatan mendoakan Gus dursebelum dia meninggal.Nah, saya lihat Syaykh ini, saya memang belum terlalu tahu dia, tapi beberapa kali dialog, saya merasa mungkinprinsip hidupnya atau motto hidupnyasama dengan Gus Dur. Itu tanggapan saya.Gus Dur itu senang sekali kalau kita doasama-sama. Hal yang sama saya lihatdengan Syaykh. Kita kan biasa berdoasama-sama. Nah kemarin, ada satu jugahamba Tuhan yang berdoa. Meskipunsemua yang lainnya adalah pebisnis, tapiada juga satu hamba Tuhan yang berdoa.Kemarin 20 April, ketika hendak ke AlZaytun itu menarik dalam perjalanan.Kenapa menarik? Saya kan share denganpara pengusaha Kristiani se Jabodetabekitu beberapa tahun lalu. Kalian mauinovasi baru? Mari kita jangan di antarakita saja, dialog dengan teman-temanyang lain bisa. Ada satu ponpes di Indramayu, besar sekali, itu mungkin ponpesterbesar Asia, Syaykhnya itu berwawasannasional luar biasa, dan kemanusiaannyaluar biasa, saya bilang. Nah, semua itumenyambut dengan positif. Hari itu kansaya daftar 65 orang, tapi setelah didengardi televisi itu, kan ada di televisi menyatakan bahwa itu NII, teroris, nah merekamundur. Makanya kita tinggal 52.Perjalanan kita ke sana itu, kan kitapake empat mobil pribadi dan satu bus.Saat kita berhenti di rest area kilometer57 sebelum kita masuk tol Sadang, ketikaitu hampir mau pulang itu, hampir maupulang, karena wawancara televisi yangmenyebut Al-Zaytun itu garis keras.Kemudaian saya yakinkan rombongan,tidak. Kalau andaikata pun nanti merekabunuh kita, Pendeta Priest dulu merekabunuh, saya bilang. Kalian saya suruhpulang semua karena saya yang memfasilitasi anda pengusaha ini. Masakkalian tidak percaya sama pendeta? Sayabilang begitu. Tapi dari Jakarta teleponterus teman-teman yang nggak jadi itu,yang sudah daftar tapi nggak jadi itu. Tapisaya yakinkan lagi.Di sana, telepon lagi, saya yakin kan lagi.Begitu, tarik ulur-tarik ulur. Akhirnyaberangkatlah empat mobil pribadi dansatu bus itu.Yang menarik lagi adalah ketika sampaidi gerbang utama Al-Zaytun itu. Saya kanmelapor dulu, tulis dan kasih KTP dan lainsebagainya. Mereka anggota rombonganyang di bus itu sudah pucat, ketakutan.“Itu pak Priest diperiksa.” pikir mereka.Pucat semua teman-teman itu, terkontaminasi dengan isu teroris itu tadi.Akhirnya saya naik ke bus, saya jelaskanbahwa saya cuma lapor, berapa orang kitalaki-laki dan berapa orang perempuan.Cuma itu. yang lain nggak ada, saya bilangbegitu. Baru saya jelaskan semua, kan sayasudah kesini, andakata pun ada apa-apa,saya duluanlah karena saya yang bawaanda kesini, saya bilang begitu. Akhirnya,mulai cooling down. Nah, mereka betulbetul tenang itu, ketika Ustad Zainal naikke atas mobil. Syaloom, sapanya. Nah,langsung paradigma mereka berubah.Kemudian kita ke hotel (Al-Islah) untukmakan siang bersama. Waktu makansiang kan, saya berdoa dulu. Mereka disitu semua. Saya masih dibisikin, PakPriest, bisa berdoa nggak di sini? Bisa,saya bilang. Maklum, mereka pertamasekali. Kan belum pernah masuk kepesantren itu. Belakangan, tanggapanmereka adalah, ternyata santun-santunbahasa orang-orang Al-Zaytun itu.Sebelumnya kan ada juga tamu dariKorem, jadi mereka lebih tenang lagi karenaada tentara-tentara di situ. Oh ternyata disini bukan teroris. Kalo teroris nggakmungkin ada tentara, gitu pikir mereka.Sebelum duduk, mereka sudah terkesan, Syaykhnya kan berdiri, sambil bersalaman tanya nama, gereja, dan kota. Itumenarik bagi mereka. Ternyata Syaykhnya itu rendah hati juga, kata mereka.Mereka bilang, Syaykh itu mirip-miripBung Karno.Jadi bagaimana kesan mereka setelah berkunjung ke Al-Zaytun?Yang pertama, paradigmanya berubah.Berubah total. Salah satunya, ada GMperusahaan di situ, langsung teleponbosnya ke Jakarta. “Bos, saya denganPendeta Priest ini (Bosnya itu kenal baiksaya. Nggak usah sebut nama, karenapengusaha nasional, besar sekali perusahaannya), aman di sini bos, nggak adaapa-apa, malah enak di sini, ketawaketawa, lain kali bos mesti ikut ke sini,”katanya.Lalu hal lain yang mereka bilang, kalautahu begitu, kenapa nggak semua ikut.Rencana ke depan?Sesuai pembicaraan, ada tiga opsi yangmau kita buat. Pertama, kerjasama dengan bisnis, karena Syaykh itu kan mengusulkan, kalau bisa kita tampung kacang,sama kedelai. Jangankan itu, semuaproduk mereka kita bisa tampung, gitu.Kan pengusaha-pengusaha. Itu adalahbidang bisnisnya.Kedua, mereka mau mengumpulkanpengusaha-pengusaha Kristiani Jabodetabek ini. Kalau berkenan beliau, akandiundang ke sini. Kemudian, Ketiga, akankesana lagi mengadakan dialog seperti itutetapi dengan lebih banyak dan buat acarasecara lebih sempurna di sana.Jadi ada tiga opsi ini. Jadi kerinduanmereka seperti itu. Dan nginap di sana.Kemarin tidak bisa nginap karena, satudengan intimidasi tadi dan yang kedua,mereka merasa rugi karena tidak semuakelilingi. Lain kali kita mungkin agakpagian, mungkin jam empat dari Jakarta.Ngobrol-ngobrol, lalu nginap. Atau nginapdulu baru besok paginya kelilingMeninjau sistem dan muatan pendidikannya serta berbagai kegiatannya, supaya ’isi otaknya’ langsungkelihatan?Ya, ke pendidikannya belum, lalu peternakannya, perikanannya juga kitafoto: berindoPendeta Priest Depari (baju putih) saat diwawancarai