Page 30 - Majalah Berita Indonesia Edisi 84
P. 30


                                    30 BERITAINDONESIA, Mei 2011BERITA POLITIKfoto: reproPT Untuk DPRDMenaikkan parliamentary treshold (PT) pada RUU Pemilumenjadi 3-5 persen dari sebelumnya hanya 2,5%, sertamemberlakukannya secara nasional diperkirakan akanmembunuh banyak partai kecil.i tengah kejaran waktu menjelang Pemilu 2014, DPR sedangmematangkan draf revisi RUUPemilu Legislatif. Kelak setelahrampung dan dinyatakan sebagai RUUinisiatif DPR, pembahasan akan dilakukan bersama pemerintah. Tapi selagi ditangan DPR, beberapa hal seperti batasansyarat masuk parlemen atau parliamentary treshold (PT) dan aturan teknisnyamasih mendapat pambahasan alot.Setelah cukup lama jadi perdebatan,Badan Legislasi (Baleg) dalam rapatnyaakhir Maret 2011, menetapkan PT dalamdraf revisi RUU Pemilu Legislatif sebesartiga persen. Besaran itu tentu belum finalkarena masih harus dibawa ke rapatparipurna. Tapi, walau belum final, secaraumum dewan sepakat akan memberlakukan PT secara nasional, yakni mulai dariDPR hingga DPRD.Jika aturan tersebut jadi dilaksanakan,bisa dipastikan bahwa proses penghitungan dan formasi hasil Pemilu 2014akan berbeda dari Pemilu 2009. Sebabseperti diketahui, dalam pemilu 2009 lalu,sesuai UU No.2/2008 tentang PemiluLegislatif, PT hanya diberlakukan padatingkat pusat atau level DPR RI denganbesaran 2,5 persen. Konsekuensi dariaturan itu, hanya partai politik (parpol)yang perolehan suaranya secara nasionalmencapai 2,5 persen sajalah yang bisamengikuti proses penghitungan kursiDPR, sehingga hanya sembilan parpol-lahyang berhak mendudukkan wakilnya diSenayan sebagaimana adanya sekarangini. Konsekuensi lain dari aturan tersebut,sekarang ditemui adanya parpol yang memiliki kursi di DPRD provinsi, kabupatendan kota, tapi tidak punya kursi di DPR.Walau umumnya sepakat memberlakukan PT secara nasional, namun anggotadewan dan publik masih berbeda pendapat soal teknis pemberlakuannya. Di satupihak, sebagian menghendaki cukup satuhitungan PT untuk semua jenjang lembaga legislatif. Artinya, penghitungan PTcukup secara nasional tapi berlaku hinggaDPRD. Jadi jika satu parpol sudah dinyatakan lolos di tingkat pusat, baru suarauntuk anggota DPRD-nya kemudiandihitung. Namun, jika satu parpol dinyatakan tidak lolos di tingkat pusat, makadi tingkat daerah pun otomatis ikut gugur.Artinya, suara untuk calon anggota DPRDparpol itu tidak perlu lagi dihitung.Dengan demikian, hanya parpol yang lolosPT nasional atau memiliki kursi DPR RIlah yang memungkinkan memiliki anggota DPRD.Pandangan ini banyak diusulkan olehpolitisi dari Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar(PG), dan beberapa pengamat. KetuaFraksi Partai Demokrat Jafar Hafsahmisalnya, dengan tegas berpendapat kalauanggota DPR pusat tidak ada, makadaerah juga tidak ada. Hal itu menurutnyapenting untuk penguatan sistem presidensial. Dengan begitu, partai juga menjadi lebih terstruktur. Wakil Ketua Balegdari Fraksi PKB Ida Fauziah juga sependapat dengan Jafar, hal itu menurutnyauntuk menjaga efektivitas pemerintahan.Sementara anggota Baleg dari F-PG,Basuki Tjahaya Purnama yang juga sependapat dengan Jafar dan Ida memberialasan, pemberlakuan PT secara nasionalbertujuan menyederhanakan partai diparlemen serta untuk menjaga hubunganantara DPRD kabupaten/kota, dan DPRDprovinsi dengan pusat. “Bagaimana maubicara satu jaringan kalau di DPR-nyatidak punya kursi,” ungkapnya.Sejalan dengan pendapat tiga politisi diatas, pengamat politik dari LSI, Burhanuddin Muhtadi juga mengapresiasi upaya penyederhaan partai dengan caramemberlakukan PT dari tingkat nasionalhingga daerah. Menurutnya, dari hasilsurvei yang ada, sebagian besar masyarakat menginginkan ada sistem kepartaian yang sederhana. Di samping itu, diamengatakan, banyak partai kecil di daerahjustru menggunakan suara mereka diDPRD I dan II sebagai sarana transaksiuntuk melancarkan kepentingan sendiri.Bereda dengan pendapat di atas, beberapa politisi dan pengamat lain menghendaki penerapan PT secara berjenjang.Artinya, untuk DPR patokannya adalahperolehan suara parpol di level nasional.Selanjutnya untuk DPRD Provinsi mengacu kepada perolehan suara parpol di levelprovinsi. Begitu juga untuk tingkat DPRDKabupaten dan DPRD Kota. Artinya, disetiap level ada penghitungan tersendiri.Arif Wibowo. anggota Baleg dari FPDIP misalnya, tidak sepakat kalaupemberlakuan PT secara nasional dimaknai hanya parpol yang lolos PT nasionalatau memiliki kursi DPR yang bisa mengikuti penghitungan kursi DPRD karenapluralisme dan minoritas menurutnyaharus diakomodasi.Direktur Eksekutif CETRO Hadar NavisGumay juga mendukung penerapan PTsecara berjenjang. Alasannya, karenasecara riil pola politik nasional dan daerahitu berbeda. Bahkan, antar daerah sajavariasinya berbeda -beda. Saat ini, adaparpol yang punya kursi di DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, namun tidakpunya kursi di DPR. Begitu juga sebaliknya. Hal itu menurutnya terjadikarena dalam pemilu, pilihan pemilihtidak linier. Untuk DPR bisa memilihcaleg dari parpol A misalnya, sedangkanDPRD mencoblos caleg dari parpol B.Terkait angka PT sendiri, Arif Wibowomengatakan, pilihannya ada dua, yaknisama rata 3 persen atau semakin ke bawahsemakin kecil. Misalnya, jika PT DPRkelak disepakati 5 persen, maka PT DPRDProvinsi 4 persen dan PT DPRD Kabupaten/Kota 3 persen. Sementara HadarNavis Gumay berpendapat agar PT untukDPRD dan untuk DPR tidak disamakan.„ MSDSecara umum DPRD sepakat memberlakukan PT pada DPR dan DPRD.
                                
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34