Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 84
P. 31
BERITAINDONESIA, Mei 2011 31BERITA WAWANCARAPendeta Priest DepariLima puluhan orang anggota Perhimpunan PengusahaKristiani se Jabodetabek berkunjung ke Kampus Al-Zaytun,Rabu 20 April 2011. Terjalin silaturahim yang amatbersahabat. Paradigma berubah total. Kita di Ponpes AlZaytun atau di Jerusalem?ntuk mengetahui latar belakang,manfaat dan tindak lanjut kunjungan tersebut, Ch. Robin Simanullang dan Marjuka Situmorangdari Majalah Berita Indonesia mewawancarai Pendeta Priest Depari sebagai penggagas kunjungan itu. Wawancara berlangsung di Gedung Thamrin City Lt.6, JalanThamrin Boulevard No.1 Jakarta Pusat,Senin 25 April 2011. Berikut petikannya.Bagaimana pertama sekali Andamengenal Al-Zaytun?Pertama sekali saya tertarik ke sana, keAl-Zaytun itu, karena mendapat informasikontroversial, di antaranya bahwa AlZaytun itu pusat pelatihan teroris. Nah,itu menarik buat saya. Pingin dialog,bagaimana sih teman-teman teroris itu?Tertarik pertama, gitu. Lalu saya kesana dengan teman-teman. Pertama sekalikita tiba di sana sudah sore. Ketika itu, kitapertama ditemui pak Ali. “Pak Priest, sayaakan bawa bapak keliling,” kata Pak Ali.Jadi langsung keliling. Dari keliling itu,saya merasa, ya ampun, ini mah bukanteroris. Setelah keliling, karena kitaterintimidasi dengan kata-kata seperti itutadi, kan ragu juga nginap di sana. Jadiwaktu pertama ke sana, kita tidak nginap.Yang menarik waktu itu, pak Ali bilang,Pak Priest, kalau mau sembahyang silahkan sembahyang di mesjid. Lho, saya kanpendeta, saya bilang.Nggak apa-apa, kita ijinkan sembahyang di situ, berdoa di situ, katanya. Darisitu, kita tambah heran lagi, paradigmakita berubah. Nah, kira-kira begitu.Teman-teman Anda waktu itu parapendeta juga atau dari mana?Gabungan, gereja oikumene. Saya inikan sebagai fasilitator di oikumene. Yangkemarin saya bawa itu kan, saya memfasilitasi pengusaha Kristiani Jabodetabek,yang kemarin 52 orang itu. Saya talentanya memang di situ, ngumpulin temanteman dari berbagai gereja, ada yangKatolik, Protestan, Pantekosta, Bethel danlain-lain.Tahun berapa Anda ke Al-Zaytun?Tahun 2010. Tapi tidak ketemu denganSyaykh. Yang berikutnya kita ke sana baruketemu, itu pun saya surprise, karena kitakesana nggak ada agenda untuk ketemudengan beliau. Tapi Pak Zainal dan AbdulHalim mengatakan, “Pak Priest, mauketemu dengan Syaykh?” Jadi kita yangkaget. Lalu kita nginap di hotel (Al-Islah)itu.Ketika itu saya bilang, Pak! Kita ini orang Kristiani dari berbagai gereja, bisanggak kita di sini pake tempat berdoa? Oh,di sini saja, di tempat makan ini saja.Nggak masalah, kata mereka.Jadi sejak itu, sirnalah, hilanglah samasekali kecurigaan sebagaimana diisukannada-nada miring terhadap ponpes (pondok pesantren) itu.Besok paginya, waktu kita diterima Syaykh,dia nyanyi bahasa Ibrani. Saya mengertilahdasar-dasar bahasa Ibrani, kan kuliah ditheologia. Syaykh nyanyi dengan para stafguru itu, ustad, semua di situ. Bengong semuateman-teman. “Ini kita di pondok pesantrenAl-Zaytun atau di Jerusalem,” kata mereka.Nah, itulah kesan pertama.Kemudian kesan berikutnya adalahsetelah dialog, saya dengan istri di situ,teman-teman ada di belakang, kalimatbeliau ketika itu saya tidak bisa lupa. Diabilang begini: “Indonesia ini adalahrumah kita. Pak Priest dan teman-temanpunya kamar masing-masing, saya punyakamar masing-masing, demikian jugayang lain.” Nah, bagi kita (Kristiani) kan,masih langka itu. Kemudian dia bilang:“Asia adalah halaman kita. KemudianEropa, Amerika, Afrika dan Australiaadalah tempat rekreasi kita.” Nah, kerenitu. Itu ilmu yang pertama saya dapat daribeliau.Hal yang lain adalah, karena sayabergerak di bidang oikumene, ya, Syaykhjuga mungkin hampir sama seperti sayaya, tidak satu organisasi saja. Kan, siapaKita di Ponpes atau Jerusalem?UPendeta Priest Deparifoto-foto: berindoKampus Al-Zaytun yang hijau tampak dari atas Al-Islah.