Page 44 - Majalah Berita Indonesia Edisi 87
P. 44


                                    44 BERITAINDONESIA, Maret 2013OPINI EKUIN Zejak krisis global 2008, Indonesia merupakan sedikit dari negara Asia yang secarakonsisten membukukan pertumbuhanekonomi yang tinggi. Struktur pertumbuhan pun semakin berimbang, dengan meningkatnyaperan investasi. Setelah tumbuh 4.5% di tengahkrisis global 2009, pada tahun 2010 dan 2011 laluekonomi kita tumbuh 6.0% dan 6,5%.Perkembangan inflasi IHK juga menunjukkantren yang menurun. Inflasi inti turun dari 6,05%(yoy) di awal 2007, menjadi 4,24% (yoy) pada April2012. Dalam kurun waktu yang sama, penurunaninflasi juga didukung membaiknya inflasi volatilefood dari 12,15% (yoy) menjadi 6,99% (yoy). Kitamengharapkan tingkat inflasi akan terus menurunmencapai target 4±1% pada 2015.Menurunnya inflasi telah memberikan ruangbagi penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate).Pada Oktober 2008, BI Rate masih berada padalevel 9,5% dan pada saat ini telah mencapai 5,75%.Dalam tataran operasional, batas bawah koridorsuku bunga atau FASBI bergerak turun ke 3,75%,sama dengan suku bunga kebijakan (reverse reporate) di Filipina.Tren menurunnya inflasi dan suku bunga kebijakan di Indonesia diharapkan akan berlanjut sehingga pada gilirannya sejajar dengan beberapa negarautama ASEAN. Apabila kondisi ini dapat dicapaimaka akan memberikan daya dukung bagi peningkatan daya saing perekonomian secara makro.Peningkatan daya saing yang dicapai dalamperekonomian makro, juga diharapkan terjadi pada sektor mikro, khususnya melalui peningkatandaya saing lembaga keuangan dan dunia usaha diIndonesia.Perbaikan daya saing di sektor mikro ini sangatrelevan dengan adanya rencana integrasi ekonomiASEAN pada tahun 2015 dan integrasi sektorkeuangan pada tahun 2020. Rencana integrasi sektorkeuangan ASEAN ini membawa arti penting bagiperbankan nasional mengingat integrasi keuanganakan dimulai dengan integrasi sektor perbankan.Sebagaimana diketahui, rencana integrasi sektorperbankan tersebut disikapi oleh negara-negaraASEAN dengan membentuk ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Framework ini akanmembuka peluang dan kesempatan bagi perbankannegara-negara ASEAN untuk memperluas wilayahoperasionalnya dan memperluas pasarnya.Namun, framework ini juga mensyaratkan: (i)terciptanya harmonisasi regulasi prudensial, (ii)kesiapan infrastruktur stabilitas sistem keuangan,(iii) capacity building bagi negara ASEAN yangrelatif tertinggal, dan (iv) kesepakatan terhadapkriteria Qualified ASEAN Banks (QAB).Bagi industri perbankan Indonesia, berlakunyaframework tersebut tentu menyediakan peluangsekaligus tantangan. Dari perspektif regulasi, BankIndonesia akan mengantisipasi tantangan inidengan terus menyempurnakan berbagai kebijakan agar efisiensi dan ketahanan perbankansemakin baik. Penyempurnaan regulasi ataukebijakan termasuk penataan struktur suku bungakhususnya suku bunga perbankan, penguatanpermodalan, perbaikan tata kelola (governance)bank, dan lain sebagainya.Saya menaruh perhatian yang sangat besarterhadap penataan struktur suku bunga di sektorkeuangan terutama sektor perbankan. Karena iniakan mendorong mobilisasi dan alokasi dana secaraefisien dan efektif bagi pembiayaan perekonomiansekaligus “pendalaman pasar keuangan domestik”.Beberapa pertanyaan selalu muncul dalam benaksaya. Apakah “tingkat suku bunga” perbankan saatini sudah merepresentasikan tingkat yang wajar(fair value)? Apakah “struktur suku bunga” yangterbentuk (term structure) sudah menggambarkankondisi yang rasional?Pertanyaan-pertanyaan tersebut kurang lebihterjawab dari hasil survei Bank Indonesia1. Surveiini mengungkap tabir bagaimana suku bungadeposito perbankan terbentuk secara ’tidak efisien’karena struktur pasar pendanaan bank (bankfunding market) yang ’oligopolistic’.Dengan struktur pasar seperti itu, pemilik danabesar sangat berpengaruh dalam penentuan sukubunga deposito. Pemilik dana besar tersebut termasuk di antaranya institusi penghimpun danajangka panjang, yang seharusnya melakukaninvestasi pada instrumen jangka panjang sepertipasar obligasi.Dari hasil survei terhadap 71 bank, jumlahnasabah dengan deposito di atas Rp 2 miliar memang hanya 3%. Namun, secara nominal, nasabahyang jumlahnya hanya 3% ini menguasai 62% daritotal nominal deposito perbankan.Sekitar 36% dari total nasabah di 71 bank itumemperoleh imbal hasil di atas suku bungapenjaminan atau ‘special rate’. Ini sudah menjadifenomena laten karena 67 bank (97%) memberikanspecial rate, yang berlangsung sudah cukup lama.Bahkan, 33 bank (47%) memberikan special rate200 bps di atas BI rate. Implikasi dari fenomenaini, perkembangan suku bunga deposito menjadikurang responsif terhadap penurunan BI Rate.Struktur suku bunga deposito yang terbentukpun tampak tidak rasional. Konsep time value ofmoney tidak berlaku. Tidak terdapat perbedaanOleh Dr. Darmin NasutionIntegrasi Ekonomi ASEAN 2015Peluang atau Ancaman Bagi Perbankan NasionalSApakah“tingkat sukubunga”perbankansaat ini sudahmerepresentasikantingkat yangwajar (fairvalue)?Apakah“struktursuku bunga”yangterbentuk(termstructure)sudahmenggambarkan kondisiyangrasional?Penulis:Dr. Darmin Nasution,Gubernur BankIndonesia1 Kajian Bank Indonesia (DPNP) Maret 2012
                                
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48