Page 44 - Majalah Berita Indonesia Edisi 96
P. 44
44 BERITAINDONESIA, Edisi 96LENTERALenteraSYAYKH DR. AS PANJI GUMILANGMenyatukan Kemanusiaan KitaSungguh baik dan betapa indah, jika kita hidup rukun bersama. Alangkah indahnya kalau sejenak kita bisa duduk bersama menyatukan kemanusiaan kita. Tidak menyatukan pemahaman kita, tidak menyatukan persengketaan kita. Menyatukan kemanusiaan kita. Syaykh Dr. AS Panji Gumilang menyatakan hal itu memaknai nyanyian Nabi Daud dalam Kitab Zabur, ‘Hinne mattov umanna’im, syevet akhim gam yakhad’ setelah menyanyi mengawali tausyiah Silaturahim Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1439 Hijriah (21 September 2017 Masehi) di Masjid Rahmatan lil ‘Alamin, Kampus Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, Indonesia.Syaykh Al-Zaytun menyerukan coba sejenak kita merenung bagaimana Nabi Daud di dalam Kitab Zabur, duduk termenung sambil memetik kecapi, membayangkan persatuan dan kesatuan umat ketika itu. Alangkah indahnya, lanjut Syaykh, (nyanyian Nabi Daud itu) diambil oleh nilai dasar negara kita, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Maka alangkah indahnya kalau dasar-dasar negara itu kita istilahkan nilai-nilai dasar negara, sehingga terbuka untuk didiskusikan. Syaykh pun menyapa para tokoh lintas agama yang menghadiri acara itu. ”Ada sahabat kita yang hadir, tidak hanya hadir dari tempat dilahirkannya Yesus Kristus di Nazareth, alias di Nasran. Nazareth itu bahasa Ibrani, Nasran itu bahasa Arab. Maka orang Arab mengatakan Nasrani, orang Ibrani menamakan Nazareth, maka jadilah perubahan anatomi perubahannya menjadi Christian,” kata Syaykh menyapa puluhan orang pendeta dan pastor. “Ada juga yang dari sungai Gangga, asal muasal, Om Swastiastu Om Swastiastu,” lanjut Syaykh menyapa tokoh agama Hindu. Dia menjelaskan ada pula perubahan-perubahan, berubah terus, datanglah kafi la wastu, itu lebih dahulu daripada Nabi Daud, itu barangkali Zulkifl i, yang kita Imani, Nabi Zulkifli. “Itulah nabi pemilik Kafi la Wastu. Orang Arab tidak bisa panjang-panjang, kafi la wastu, Zulkifl i, maka Nabi Zulkifl i adalah Nabi Kafi la Wastu, itulah Sang Budha Gautama. Namo Budhaya Namo Budhaya Namo Budhaya,” jelas Syaykh. Kemudian, lanjutnya, juga ada satu agama yang datangnya berbarengan beda lima tahun saja dengan Sang Budha Gautama, yang dinamakan agama Kong Hu Chu. Syaykh mengisahkan, Kong Hu Chu adalah titisan daripada peradaban keagamaan yang dibawa oleh Fir’aun ke-4, yang tidak setuju dengan ketetapan putra mahkota dari Fir’aun ke-3. Yang sama-sama disaksikan oleh anaknya, Fir’aun ke-4 dan Nabi Musa. Dua-duanya adalah pemuda yang sedikit berbeda umurnya tapi peradaban keagamaannya sama.Nabi Musa menetap, yang nanti melahirkan Yerusalayim, Nabi Daud dan sebagainya. Kemudian Fir’aun ke-4 lewat Selat Sunda terus masuk ke Kiribati terus masuk ke Negeri China, ketemulah bangsa Ya’juj dan Ma’juj dan mendirikan serta menyebarkan keagamaan di sana, itu Akhnaton ke-4.