Page 48 - Majalah Berita Indonesia Edisi 96
P. 48
48 BERITAINDONESIA, Edisi 96LENTERALenterasuka nekek yang minoritas. Kita tidak punya anggapan, Indonesia mayoritas X, minoritas Y, tidak ada, semua mayoritas karena menjunjung nila-nilai dasar negaranya yang lima itu. Abadi, abadi!” tegas Syaykh Panji Gumilang. Dia pun bertanya, saudara punya cita-cita untuk tidak abadi? “Coba-coba jawab, hai pemuda walaupun umurmu lahir di abad ke 21, abad klik. Tapi pikiran kecilmu, ada Ketuhanan Yang Maha Esa, ada Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada Persatuan, yang kamu dari Singapur, Persatuan Si ngapur. Kamu dari Malaysia, Persatuan Malaysia. Dari Indonesia, Persatuan Indonesia. Berbicara demokrasi kita sudah disediakan, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jangan pernah dihina walaupun hari ini MPR-DPR seperti itu. Itu proses, Syaykh yakin akan kembali kepada demokrasi gaya Indonesia yang terdapat di nilai-nilai dasar negara. Pasti walaupun pelan, akan kembali, kembali dan kembali,” Syaykh me yakinkan.Menurutnya, membaca sejarah lahirnya nilai dasar negara atau Pancapa yang melahirkan, kita berbicara bagaimana mengamalkan yang sudah menjadi kesepakatan itu. Inilah fakta sosial,” urainya. Kata ahli sosiologi, fakta sosial itu apa? Fakta sosial sui generis. Apa yang kita katakan Panca sila, fakta sosial. Sui generis memaksa, siapa yang tidak mau, bukan Indonesia. Karena apa? Dilahirkan oleh masyarakat Indonesia. Sui generis, dan kita semua menjalan kan, ipu ipu lai, memang gak bisa cepat. Kata Kong Hu Chu, ipu ipu lai tatau mutiti. Setapak demi setapak, nanti juga akan sampai.Menjalankan Pancasila juga begitu, jangan sak deg sak nyet. Jangan langsung jadi, gak bisa, ipu ipu lai tatau mutiti. Kalau ditekuni, ipu ipu lai tatau kau hung. Ditekuni lagi, ipu ipu lai tatau cheng tung. Itulah waman yataqillah yaja ajlahu mahroja. Kata Kong Hu Chu, setapak-setapak untuk melangkah itu, tatau mutiti sampai, ipu ipu lai (setapak demi setapak) tatau kau hung, setapak demi setapak kau hung, kaluhur, ke atas. Setapak demi setapak tatau ceng tung, itu akan berhasil. Kalaulah dikatakan adidaya, ya jadi adidaya. Tapi ipu-ipu lai. Dasarnya sila, jangan tatkala Juli tahun 1940-an, mari kita baca dari tahun 1928. “Tahun 1928 i tulah embrio daripada falsafah negara kita yang lima itu, dibahas dari awal s a m p a i a k h i r , sampai terkumpul baru keluar ada bahasa Pancasila dilahirkan oleh Bung Karno. Ada bahasa lagi oleh Muhammad Ya min, kita tidak berbicara siaTausyiah Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, Menyatukan kemanusiaan kita.