Page 52 - Majalah Berita Indonesia Edisi 96
P. 52


                                    52 BERITAINDONESIA, Edisi 96BERITA EKONOMI52ekonomi liberal, di mana kekayaan alam malah justru dijual kepada asing maupun aseng,” cuit Gerindra.Hal hampir senada dikemukakan pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Noorsy tak setuju dengan pemerintah yang kerap berutang ke luar negeri. Dia memandang utang akan membebani bangsa dan membawa negara ke situasi lebih sulit yaitu penjajahan. “Utang adalah pintu masuk penjajahan,” tegas Noorsy.Noorsy memperkirakan utang pemerintah Indonesia ke luar negeri tidak hanya sebesar Rp3.672 triliun per Juni 2017, tetapi jauh lebih besar yakni mencapai Rp 4.364,767 triliun. Menurutnya, dalam diskusi bertajuk “Utang Negara untuk Siapa?” di Media Center Parle men, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7/2017), utang negara tidak hanya dihitung dari hubungan bilateral, melainkan semua kewajiban negara yang harus dibayar ke pihak luar negeri. Baik itu kepada negara lain, perusahaan asing, atau bank luar negeri.Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan (Gerindra) juga menyatakan merasa prihatin dengan jalan yang ditempuh pemerintah dalam mengelola fiskal lewat utang. Sebab, cara itu pasti menganggu ketangguhan fi skal. Menurutnya, mustinya pemerintah lebih kreatif lagi dalam menggenjot penerimaan nasional setelah tax amnesty berakhir. Jangan bergantung terus dari utang yang bisa menjerumuskan bangsa ini pada ancaman goncangan keuangan.Apa Kata Pemerintah?Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akhir-akhir ini trending topik di media sosial adalah selain masalah KPK adalah pengelolaan keuangan negara. Ada yang menganggap utang kita sudah berbahaya. Dalam pengarahannya di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/7/2017), dia mengharapkan jajarannya mampu menjelaskan masalah utang tersebut. Dia ingin republik ini diedukasi, bukan agitasi, indoktrinasi.Lalu bagaimana pemerintah menanggapi kekuatiran bahwa Indonesia sudah darurat utang tersebut? Menteri Keuangan membenarkan bahwa utang pemerintah hingga Juli 2017 sudah sebesar Rp3.779,98 triliun. Bahkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (22/9/2017) melansir, total utang pemerintah pusat per akhir Agustus 2017 mencapai Rp3.825,79 triliun atau bertambah Rp45 triliun dibandingkan posisi akhir Juli 2017.Disebutkan penambahan pembiayaan utang tersebut untuk kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengelolaan utang Indonesia paling prudent. Sri Mulyani Indrawati memastikan utang pemerintah telah dikelola dengan hati-hati, profesional, dan bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan utang global yang dianut seluruh negara di dunia.“Pemerintah akan terus menjaga kebijakan fi skal dan defi sit anggaran sesuai aturan perundangan dan dilakukan secara hati-hati, supaya Indonesia terus maju, sejahtera, tapi tetap menjaga risiko keuangan dan utangnya,” tegas Menkeu . Sri Mulyani menjelaskan utang adalah untuk investasi manusia, investasi infrastruktur. “Ini adalah untuk membuat Indonesia menjadi makin kuat, sejahtera, sehingga aspek untuk membayar kembali terjaga,” tutur Sri Mulyani. Dijelaskan, sebagian besar utang pemerintah bukan utang (pinjaman) luar negeri, melainkan didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.087,95 triliun (80,7 persen dari total utang pemerintah) per Agustus 2017 atau naik dari posisi akhir bulan sebelumnya, yakni Rp 3.045 triliun.Penerbitan SBN itu dalam denominasi rupiah, yaitu sebesar Rp2.246,16 triliun. SBN dalam denominasi valuta asing tercatat sebesar Rp841,79 triliun atau US$63,05 miliar (kurs Rp13.351 per dolar Amerika Serikat).Sementara, utang pemerintah yang berasal dari pinjaman per akhir Agustus 2017 sebesar Rp737,85 triliun atau 19,3 persen, bertambah dari posisi akhir Juli 2017 sebesar Rp734,98 triliun. Memang mayoritas pinjaman yang hanya 19,3 persen tersebut be-
                                
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56