The Journalistic Biography

✧ Orbit      

BerandaSistem SunyiBelajar Tulus di Tengah Luka
resonansi

Belajar Tulus di Tengah Luka

Tentang kasih yang tidak berhenti meski perih masih tinggal.

Tulisan ini bagian dari sistem kesadaran reflektif RielNiro 📷Sistem Sunyi

✧ Orbit      

Litani Sunyi
Lama Membaca: 2 menit

Orbit RelasionalPsikospiritual

Ada saat ketika memberi maaf terasa lebih berat daripada menahan marah. Bukan karena hati keras, tapi karena luka belum selesai bicara. Namun di titik itulah ketulusan diuji. Bukan pada siapa yang salah, melainkan pada siapa yang tetap ingin menjaga kebaikan di dalam dirinya.

Inti Makna Tulisan
Belajar tulus di tengah luka adalah perjalanan batin untuk kembali jernih tanpa harus melupakan. Ketulusan sejati lahir bukan dari ketiadaan luka, melainkan dari keberanian untuk tidak membalas, agar kasih tetap hidup di tengah sisa perih.

Ketulusan tidak lahir dari keadaan yang sempurna. Ia justru tumbuh di tanah yang pernah retak. Di antara serpih kecewa dan sisa amarah, ada ruang kecil yang diam-diam ingin tetap lembut. Itulah benihnya.

Banyak orang ingin menjadi tulus tanpa melalui luka. Padahal tanpa luka, ketulusan tidak punya kedalaman. Hanya setelah rasa sakit disadari tanpa dibalas, seseorang mengerti bahwa kasih bukan tentang adil, tapi tentang sadar.

Belajar tulus bukan berarti melupakan. Ia tentang menerima bahwa yang pernah melukai juga bagian dari perjalanan diri. Dalam penerimaan itu, luka kehilangan kuasanya. Ia berhenti menjadi beban, berubah menjadi pemahaman.

Kadang yang paling sulit bukan memaafkan orang lain, tapi memaafkan diri sendiri karena pernah membiarkan luka itu tumbuh. Namun waktu selalu berpihak pada hati yang ingin tenang. Perlahan, yang keras melunak, yang perih menjadi cahaya tipis yang menuntun.

Ketulusan tidak bisa dipaksa. Ia datang ketika seseorang berhenti ingin menang. Saat berhenti menuntut pengakuan, berhenti mengulang alasan. Hanya diam, dan membiarkan kasih mengambil alih tempat amarah.

Ada keindahan yang lahir dari batin yang tidak membalas. Ia bukan kelemahan, tapi kekuatan yang tidak lagi butuh pembuktian. Ketulusan adalah cara lembut untuk mengatakan: aku tetap manusia, meski pernah disakiti.

Dan di ujung semua itu, seseorang akan mengerti, bahwa yang menyembuhkan bukan waktu, melainkan kesiapan untuk tidak lagi menagih apa pun dari masa lalu.

Tulisan ini merupakan Esai Resonansi Sistem Sunyi: bagian dari zona reflektif yang beresonansi dengan inti Sistem Sunyi, sebuah sistem kesadaran reflektif yang dikembangkan secara mandiri oleh melalui persona batinnya, .

Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber: RielNiro – TokohIndonesia.com (Sistem Sunyi)

Lorong Kata adalah ruang refleksi di TokohIndonesia.com tempat gagasan dan kesadaran saling menyeberang. Dari isu publik hingga perjalanan batin, dari hiruk opini hingga keheningan Sistem Sunyi — di sini kata mencari keseimbangannya sendiri.

Berpijak pada semangat merdeka roh, merdeka pikir, dan merdeka ilmu, setiap tulisan di Lorong Kata mengajak pembaca menatap lebih dalam, berjalan lebih pelan, dan mendengar yang tak lagi terdengar.

Atur Lorielcide berjalan di antara kata dan keheningan.

Ia menulis untuk menjaga gerak batin tetap terhubung dengan pusatnya.

Melalui Sistem Sunyi, ia mencoba memetakan cara pulang tanpa tergesa.

Lorong Kata adalah tempat ia belajar mendengar yang tak terlihat.

 

 

Kuis Kepribadian Presiden RI
🔥 Teratas: Habibie (24.9%), Gusdur (17.5%), Jokowi (16.1%), Megawati (11.5%), Soeharto (10.1%)

Ramai Dibaca

Terbaru