Rasa bersalah tidak selalu harus diusir. Kadang, ia hanya ingin diakui, agar bisa berubah menjadi ruang untuk tumbuh.
Memaafkan diri bukan melupakan yang salah, melainkan memberi ruang agar diri bisa kembali belajar mencintai dengan sadar.
Ia dulu menghindari rasa bersalah. Setiap kali mengingat kesalahan, ia menutupnya dengan sibuk. Bekerja, membantu orang lain, mengisi waktu dengan hal-hal berguna. Tapi setiap kali malam tiba, hening kembali mengetuk, dan rasa bersalah itu datang tanpa diundang.
Suatu kali, ia tidak melawan. Ia duduk diam dan membiarkan rasa itu hadir. Awalnya sakit, seperti ditarik ke masa lalu. Namun perlahan, rasa itu berubah: tidak lagi menggigit, hanya mengingatkan.
Ia sadar, rasa bersalah bukan musuh. Ia adalah tanda bahwa hati masih hidup, bahwa diri masih ingin menjadi lebih baik. Yang membuatnya menyakitkan bukan keberadaannya, melainkan cara kita menolaknya.
Sejak itu, ia mulai berbicara lembut pada dirinya sendiri. Mengakui kesalahan tanpa membenarkannya, belajar tanpa menghukum. Dan di situ, rasa bersalah kehilangan kuasanya; ia tidak lagi menahan, tapi menuntun.
Kini, setiap kali rasa bersalah muncul, ia tahu apa yang harus dilakukan: tidak lari, tidak menyangkal, hanya menyiapkan ruang. Karena di dalam ruang itulah, maaf bekerja diam-diam.
Tulisan ini merupakan bagian dari Fraktal Sistem Sunyi: pecahan gagasan yang mengurai pola batin dan praktik kesunyian dalam bentuk pendek dan terfokus. Setiap fraktal memantulkan prinsip inti Sistem Sunyi dalam skala kecil, sebagai cara merawat kesadaran yang bertahap dan terus kembali ke pusat.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber: RielNiro – TokohIndonesia.com (Sistem Sunyi)
Lorong Kata adalah ruang refleksi di TokohIndonesia.com tempat gagasan dan kesadaran saling menyeberang. Dari isu publik hingga perjalanan batin, dari hiruk opini hingga keheningan Sistem Sunyi — di sini kata mencari keseimbangannya sendiri.
Berpijak pada semangat merdeka roh, merdeka pikir, dan merdeka ilmu, setiap tulisan di Lorong Kata mengajak pembaca menatap lebih dalam, berjalan lebih pelan, dan mendengar yang tak lagi terdengar.
Atur Lorielcide berjalan di antara kata dan keheningan.
Ia menulis untuk menjaga gerak batin tetap terhubung dengan pusatnya.
Melalui Sistem Sunyi, ia mencoba memetakan cara pulang tanpa tergesa.
Lorong Kata adalah tempat ia belajar mendengar yang tak terlihat.



