Page 48 - Majalah Berita Indonesia Edisi 01
P. 48
LINTAS TAJUK50 No.1/Th.I/Juli 2005Perhatian utama Kompasditujukan pada keputusanPengadilan Tinggi Jakarta yangmemvonis Gubernur Nanggroe AcehDarussalam Abdullah Puteh 10 tahunpenjara, segera masuk ke Rutan Salemba. Puteh tergelincir skandal korupsi. Dan skandal yang sama menggiringmantan menteri Agama Said Agil AlMunawar ke Rutan Mabes Polri.Namun harian yang sangat berpengaruh ini mempertanyakan, apakahitu sebuah gambaran dari keseriusantions.Kita boleh menyangkal bahwa hukum di Indonesia lebih ditentukan olehkekuatan uang. Tetapi kenyataan menunjukkan uang jauh lebih menentukandibandingkan dengan argumentasihukum.Kompas menunjuk fakta lain. Dalamkasus pengacara Puteh, Teungku Syaifuddin Popon yang ketangkap basahketika menyerahkan uang sekoper Rp250 juta kepada dua Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta, RamadhanRizal dan M. Saleh. Ini menunjukkanbahwa permainan uang sudah umumterjadi di pengadilan.Kompas menyimpulkan bahwa mafia peradilan yang sejak lama disinyalirada memang tak bisa disangkal. Bukanmengada-ada atau omong kosong,tetapi terjadi. Kasus Rizal dan Salehdiyakini hanyalah puncak dari sebuahgunung es yang siap mencair.Kalau aparat hukum masih sepertiitu, maka pantas apabila kita berkecilhati mengenai keberhasilan upayapemberantasan korupsi dinegeri ini.Media Indonesia, secara tepat menyampaikan pandangannya tentangprilaku aparat penegak hukum, dalamtajuk (17/6) di bawah judul, Membersihkan Sapu yang Kotor. Koran ituberpendapat, untuk membersihkanlantai yang kotor, perlu sapu yangbersih. Kian terbukti dengan sapu yangtidak bersih, lantai kita tetap kotor.Penangkapan dua aparat perangkathukum Rizal dan Saleh, menurut MI,menjadi awal pembongkaran berbagaiskandal peradilan yang realitasnya bisajadi jauh lebih mengagetkan. Uang suapyang diterima panitera pasti sampai ketangan para hakim.Mengungkap hasil investigasi yangdilakukannya dua tahun lalu, MI menunjuk Pandawa Lima (lima oranghakim) yang menguasai PengadilanNegeri Jakarta Selatan. Merekalah yangmenentukan hitam-putihnya perkaraperkara besar (perdata dan pidana) dipengadilan tersebut.Dalam praktik kotornya, tulis MI,Sejumlah suratkabar harian yang terbit diJakarta (25/6), di dalam tajuk mereka,menyorot masalah penegakan hukum, pajakdan krisis BBM. Berikut ini rangkumancuplikan tajuk Kompas, Media Indonesia,Republika, Suara Karya dan Pelita.Indonesia di Ambang kita dalam menegakkan supermasihukum dalam upaya memberantaskorupsi? Koran ini menaruh harapanagar pemberantasan penyakit sosial inibisa mengangkat kembali citra bangsadan negara yang begitu rendah di matadunia.Meski tidak meragukan komitmenPresiden Susilo Bambang Yudhoyonountuk memberantas korupsi, Kompasmengingatkan bahwa itu bukan pekerjaan mudah karena sudah jadipenyakit kronis. Presiden merasakanadanya perlawanan besar terhadapusaha yang sedang digalangnya saatini.Ironisnya, menurut Kompas, citradan perilaku buruk aparat penegakhukum kita kurang mendukung upayatersebut. Sehingga muncul persepsi dimasyarakat bahwa hukum di Indonesiabukan ditentukan oleh aturan yangdimiliki oleh orang yang terlibat dalamhukum.Yang sangat memalukan, bahwabeberapa pengacara Indonesia memintadana 500.000 dolar Australia untukmemenangkan Schapelle Corby yangdijatuhi hukuman penjara 20 tahunoleh Pengadilan Negeri Bali, di tingkatbanding. Hal ini diungkapkan olehpengacara Corby asal Australia kepadasebuah suratkabar di sana.Namun tudingan itu buru-buruditanggapi oleh pengacara Corby asalIndonesia Hotman Paris Hutapea. Uangyang diminta bukan untuk membayarhakim agar mengabulkan bandingCorby, melainkan untuk penciptaancitra baik Corby yang dihukum karenakasus Narkoba, atau biaya public rela-