Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 01
P. 56
58 No.1/Th.I/Juli 2005BERITA FEATUREKalimat “Gendong Mayat diKRL” terpampang besar dihalaman muka WartaKota, edisi Senin (6 Juni2005). Itu adalah judulberita yang mengisahkan pengalamangetir seorang pemulung, Supriono (38),saat harus menggendong mayat anakperempuannya, Nur Khaerunisa (3), diStasiun Tebet, Jakarta Selatan, untuknaik kereta rel listrik (KRL) menujuBogor, karena tak punya uang untukmenyewa ambulan.Setidaknya, ada sembilan mediacetak dan elektronik nasional yangmengangkat kisahnya sebagai beritautama. Lebih-lebih Warta Kota yangmenurunkan tulisan investigatif dihalaman pertama secara berseri selamaenam hari berturut-turut sejak kasus initerkuak ke permukaan.Berkat pemberitaan gencar itu,telepon redaksi Warta Kota dibanjiriucapan simpati dan ungkapan empatipara pembacanya untuk Supri, termasuk permintaan agar koran itubersedia menampung sumbanganmateri untuk diberikan kepada Supri.Malahan, psikolog Sartono Mukadisyang dihubungi sebagai narasumberuntuk mengomentari kisah Supri takmampu membendung tangis kesedihannya, dan ‘memaksa’ koran itu agarmau menerima titipan uang Rp500.000 darinya buat Supri.Balada SuprionoKisah ini berawal saat si kecil Nisayang terserang Muntaber. Sang ayahmengaku hanya sekali mengobati Nisake Puskemas Tebet sebab tak punyauang lebih, meski biaya hanya Rp‘Kisah sedihnya di hari Minggu’ yangdiberitakan media massa nasionalmenuai berkah dan menyentilkepekaan sosial dan rasa kemanusiaanwarga ibukota.4.000.“Saya sudah memberinya obat danmakan. Tapi, panas badannya terusnaik,” ujar bapak dua anak yang biasatinggal di kolong perlintasan rel KACikini, dengan tatapan mata kosongkepada Pos Metro (6/6).Mengira Nisa akan sembuh dengansendirinya, ditambah lagi tak punyauang lagi untuk mengobatinya, Supriyang mengaku setiap hari berpenghasilan Rp 10.000 tetap membawa Nisadan kakaknya, Muriski Saleh (6), dengan gerobak memulung kardus, gelas,dan botol plastik mulai dari Manggaraisampai Salemba. Nisa hanya bisa terbaring di dalam gerobak.Singkat cerita, tanpa Supri menyadarinya, penyakit Nisa makin parah.Akhirnya, pada pukul 07.00 pagi,Minggu (5/6), Khaerunisa mengembuskan nafas terakhir di depan sangayah dan sang kakak tercinta, tetapdalam posisi terbaring di dalam gerobakyang kotor itu, di antara tumpukankertas, kardus, dan barang pulunganlain yang kotor dan berbau.Di tengah ketermanguan telah kehilangan putri tercinta, Supri bingungdan panik apa yang mesti diperbuat.Duit di saku tinggal Rp 6.000. Takcukup membeli kain kafan untuk Nisa,apalagi untuk menyewa ambulans.Kisah Tragis58 No.1/Th.I/Juli 2005

