Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 14
BERITA UTAMA14 BERITAINDONESIA, Agustus 2005Sekarang, bagaimana membangun industri enerji alternatif?Sebetulnya membangun industrinyagampang kalau pasarnya sudah ada.Pertamina bilang, sekarang kita impor solar Rp 10 triliun, Kalau dia bilang stopimpor, bikin biodisel, banyak yang investasi dan bisa.Kemarin saya ketemu orang IPB. Iabicara bagaimana prosesnya. Saya bilangAnda jangan bicara proses, itu bagiansaya. Bagian Anda bagaimana menanamjarak supaya lahan satu hektar bisamenghasilkan tiga atau lima ton. Supayapetani pendapatannya tinggi. Enerjiterbarukan, peluang untuk meningkatkanpendapatan petani.Misalnya, tanaman jarak. Taruhlahhasilnya tiga ton per hektar. Biji jarakdilempar saja bisa tumbuh, tidak perlupakai pupuk. Kalau ada 5 hektar denganhasil 3 ton per hektar didapat 15 ton.Kalau harga jualnya Rp 1.000/kg, hasilnya Rp 15 juta. Petani yang tadinya tidakpunya apa-apa, tidak pernah kerja, dapatduit sebanyak itu.Kesempatan sekarang sebetulnyaberkah dari Tuhan. Kalau saya dikasihkesempatan, ada uang koperasi Rp 100miliar, saya bangun pabriknya sekarang.Kumpulkan petani, tanam jarak masingmasing dua hektar. Ini kesempatan,hikmah. Prihatin dulu, Indonesia nantiakan kaya jika tidak impor minyak.Siapa bilang Indonesia kaya minyak.Tidak. Kita penduduknya 220 juta,minyaknya cuma 1 juta barel/hari. SaudiArabia, penduduknya 16 juta, produksinya 7 juta barel/hari, itu baru kaya.Tetapi Indonesia memang negarakaya bila dibandingkan dengan Korea,Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan.Indonesia negara kaya, cuma tidak makmur. Korea, Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan negara miskin tapi makmur. Kenapa? Karena bisa meningkatkannilai tambah.Para pengambil kebijakan pemikirannya bagaimana?Sebetulnya, siapa yang bisa jadipengusaha, pemerintah seharusnya mendorong. Misalnya, tahun 2006 pemerintah tidak akan impor solar, digantienerji terbarukan. Pemainnya akanramai. Pertamina bilang mau beli enerjiterbarukan, tapi harganya juga janganterlalu rendah.Kalau ada jaminan pasar, saya jugaakan bikin pabrik. Tak usah presiden yangngomong. Pertamina saja. Tugas presidensudah berat. Presiden cukup bilang bagus.Hanya politis, yang mikir itu kita.Sekarang, misalnya, bisa nggak bikinbiodisel dengan harga Rp 3.000/liter.Pertamina harus berani (bilang) begitu,saya akan beli, dibandingkan kalau (solar) diimpor Rp 4.000. Beli (solar) Rp4.000, dijual Rp 2.200, subsidi kan Rp1.800. Tapi kalau biodisel belinya darikita, petani, Rp 3.000, subsidinya cumaRp 800. Harus ada keberanian.Apakah Inpres 10/2005 membuat kita berpikir?Begini, saya pun begitu keluar dariruang Wapres, bukannya ditanya soal PII,tapi soal enerji. Saya bilang, penyelesaiansoal enerji harus dibagi tiga; jangkapendek, jangka menengah, jangka panjang.Jangka pendeknya efisiensi. Inpres itusudah benar. Efisiensi, apakah untuktransportasi, listrik atau untuk rumahtangga. Jangka menengahnya, membangun kilang baru, karena BBM kitamasih impor. Kedua, mensubstitusiturbin-turbin pembangkit listrik yangmemakai minyak diganti dengan yang gasMemburu Sebu Kecemasan Ir. Rauf Purnama dua tahun lalu jadikenyataan. Apa yang diingatkannya terjadi juga.Kelangkaan BBM berminggu-minggu menimpa hampirsemua daerah. Pemerintah panik. Rauf, sejak tahun2003, mengingatkan pemerintah untuk mengembangkan sumber-sumber alternatif yang terbarukan (renewable energy). Tidak semata-mata bergantung pada sumber-sumber enerjidari fosil (unrenewable energy). Ia punya gagasan membangunindustri enerji alternatif yang dipadukan dengan industri pakanternak. Di tengah kelangkaan dan makin mahalnya BBM, bisa jadiobsesi Rauf terwujud.Presdir PT Asean Aceh Fertilizer dan insinyur kimia tamatan ITBini, membidani lahirnya sejumlah pabrik pupuk dan bahan kimia,seperti amoniak, urea, pupuk majemuk phonska, gypsum plasterboard, hidrogen peroksida (H202) dan octanol.Di dalam wawancara dengan tim wartawan Berita Indonesia;Robin Ch. Simanullang, Syahbuddin Hamzah dan HaposanTampubolon (15/7), Rauf berbicara panjang lebar tentang prospekpengembangan sumber enerji alternatif. Berikut ini kutipannya.I r. R a u f P u r n a m a