Page 50 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 50
BERITA HUKUM50 BERITAINDONESIA, Agustus 2005Ada i s t i l a h b a r u y a ngmenggelitik telinga dibidang ‘perkorupsian’,yakni:’‘koruptor memburukoruptor.’ Suatu malam,istilah itu terlontar begitu saja dalamsuatu talkshow yang membicarakanmasalah pemberantasan korupsi di RadioElshinta.Talkshow itu memang khusus membicarakan ide Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh untuk memerangi koruptor.Jaksa Agung akan mencoba menggunakan kewenangannya untuk mengesampingkan perkara demi kepentinganumum terhadap pelaku korupsi yang maubekerja sama dengan Kejaksaan Agunguntuk membongkar jaringan korupsi.Hal itu merupakan hak oportunitasJaksa Agung yang tertuang dalamPasal 35 UU No. 16/2004 tentangKejaksaan Agung. Tentu saja sepertiyang ditulis harian Kompas, Selasa,2 Agustus 2005, ide itu disambutsejumlah dukungan maupun penentangan.Mengapa Abdul Rahman merencanakan strategi itu? Bisa jadikarena beberapa kalangan menganggap aparat kejaksaan dan kepolisian lamban dalam mengimplementasikan semangat pemberantasan korupsi. Padahal sejak awalpemerintahannya, Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY) menjadikan pemberantasan korupsisebagai primadona program kerjanya. Oleh sebab itu, Jaksa Agung danKapolri harus berani merombakaparatnya, terutama jajaran eselon Idan II.Presiden SBY sudah membentukTim Koordinasi Pemberantasan TindakPidana Korupsi (Timtas Tipikor) 28 April2005 untuk mengusut kasus dugaankorupsi di 21 Badan Usaha Milik Negara(BUMN) dan sejumlah departemen.Jaksa Agung sudah memastikan 15BUMN diantaranya terjadi korupsi.Saat ini, seperti dilaporkan harian Investor Daily, 23-24 Juli 2005, BUMNyang tengah diusut Kejakgung dan MabesPolri adalah Bank BRI, Bank BNI, BankMandiri, PLN, PT Telkom, PT AsuransiJiwasraya, Perusahaan Gas Negara, PTIndofarma Tbk, RRI, PT Rajawali Nusantara I, PT Pupuk Kaltim, PT AngkasaPura I, PT Pelabuhan Indonesia III, PTAngkutan Sungai, Danau dan Perairan,PT Djakarta Lloyd dan PT Pelindo II.Sayangnya, sampai sekarang perkarakorupsi itu belum ada yang masuk kepengadilan satu pun. Dalam kasus BankMandiri, Jamsostek dan DepartemenAgama, Kejakgung maupun kepolisianbaru sebatas menetapkan tersangka.Di sisi lain, Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) masih berkutat dengankasus penyuapan yang melibatkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU),termasuk pengadaan dana taktis yangkini sudah memasuki masa persidangan.Masih retorikaPemberantasan korupsi masih diujung lidah dan pena. Demikian hal itudiutarakan dengan nada ironis olehkomandan komisi pemberantasan korupsi itu sendiri, Taufiequrachman Ruki,dalam jumpa pers di Beijing, Cina, saatmengikuti kunjungan Presiden SBY,beberapa waktu lalu.Ruki merasa, kepercayaan rakyatterhadap usaha pemerintah memberantas korupsi masih harus dibangun. Iasendiri sangat ingin proses itu berjalandengan cepat, tidak perlu menunggu 15– 20 tahun lagi.Ia menyayangkan, ada koruptor yangdi pengadilan tingkat pertama dijatuhihukuman, namun di tingkat selanjutnyamendapat penangguhan penahanan atautahanan kota. Secara hukum, ujarnyaseperti dikutip harian Kompas, 29 Juli2005, hal itu memang kewenanganpengadilan tinggi. Namun hal itu jugamematikan spirit pemberantasan korupsi.Satu hal lagi yang patut disesalkanadalah keterlibatan kalangan akademisisecara langsung maupun tidak langsungdalam menghambat pemberantasankorupsi.Ada indikasi, para koruptor kerapmemanfaatkan sejumlah guru besar dariperguruan tinggi sebagai saksi ahli yangmemberikan pendapatnya sesuai dengankepentingan terdakwa. Bahkan ada gurubesar yang menjadi langganan sebagaisaksi ahli untuk sidang-sidang perkarakorupsi.Fenomena ini dicermati ProfesorKetika Rakyat Mulai Tak SabarPemberantasankorupsi yangdigembargemborkan sejakawal pemerintahanSBY berjalanlamban dan belummenunjukkan hasilnyata.