Page 54 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 54
54 BERITAINDONESIA, Agustus 2005BERITA KHASJumat, 1 Juli 2005. Jarum jamtepat menunjuk pukul 09.25pagi saat iring-iringan bis POSahabat jurusan JakartaCirebon berhenti di muka gerbang Kantor Departemen Perdagangan dibilangan Ridwan Rais, Jakarta Pusat.Tiga personil polisi telah berada dilokasi segera mengarahkan bis-bis itu kelokasi parkir. Wajah-wajah lelah keluardari bis-bis itu. Secarik kain putih terikatdi kepala masing-masing.Sembari berjalan menuju pintu gerbang yang sudah ditutup rapat, merekamembentangkan sejumlah spanduk danposter, bertuliskan: “Pencabutan SK 355Menyengsarakan Masyarakat Rotan Indonesia”, “Ekspor Bahan Baku RotanSama Dengan Ciptakan Busung LaparBaru”, “Masyarakat Cirebon MenolakEkspor Bahan Baku Rotan Dibuka Kembali”.Massa juga mengusung beberapaperangkat furnitur berbahan baku rotan,hasil karya tangan keluarga besar pengrajin rotan di Cirebon, yang tergabungdalam Masyarakat Pengrajin Rotan Indonesia (MPRI).Massa pengunjuk rasa yang berjumlah sekitar 2000-an orang itu memprotes dan menentang pemberlakuanPeraturan Menteri Perdagangan Nomor12/M. Dag/PER/6/2005 tentang IzinEkspor Rotan Setengah Jadi.Mengapa peraturan yang ditandatangani Menteri Perdagangan (Mendag)Mari Elka Pangestu pada 30 Juni 2005itu ditentang? Permendag 12/2005 itu‘menganulir’ keputusan sebelumnya,yakni SK Menteri Perdagangan danPerindustrian Nomor 355/MPP/Kep/5/2004 tentang Ketentuan Ekspor Rotan.Permendag ini pada prinsipnya melarangekspor rotan alam baik mentah maupunsetengah jadi. Yang boleh diekspor hanyarotan budidaya.Permendag, menurut juru bicarapengunjuk rasa, akan memicu kenaikanharga jual rotan di tingkat konsumendalam negeri. Dibukanya kembali kranekspor rotan setengah jadi –sebagaikonsekuensi keluarnya Permendag 12/2005— sangat membebani kalanganpengusaha furnitur berbahan baku rotankarena memicu kenaikan harga jual rotanuntuk kebutuhan dalam negeri. Karenaitu, MPRI meminta Mendag membatalkan Permendag 12/2005 itu.Mengutip juru bicara MPRI, Badruddin Hambali, Suara Karya (3/7),menulis kebijakan pemerintah yangkembali memberikan izin ekspor rotansetengah jadi akan sangat menekan danmerugikan industri mebel dalam negeri.MPRI mengkhawatirkan, pemberianizin itu akan berdampak pada berkurangnya pasokan bahan baku rotan untukkebutuhan dalam negeri karena lebihbanyak yang diekspor.Dewasa ini, MPRI menunjuk contoh,pengrajin rotan di daerah Cirebon kesulitan meneruskan kegiatan usahaakibat berkurangnya pesanan .Koran Tempo (5/7) menuliskan pendapat Ketua Umum Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo), Soenoto, yang jugamengkhawatirkan hal serupa denganMPRI mengenai dampak dari Permendag12/2005 yaitu bahan baku rotan yangsemakin sulit didapat.Saat menerapkan kebijakan itu, kritikSoenoto, pemerintah tidak memberikanjaminan ketersediaaan bahan baku rotandalam negeri. Jika kondisi itu terusberlanjut, maka perlahan namun pastiindustri mebel rotan dalam negeri akanmati. Keberadaan mereka akan digantikan oleh pengusaha mebel rotan dariVietnam, Cina, dan Filipina.Ironisnya, mereka memakai produkrotan setengah jadi asal Indonesia sendiri.Pengusaha dan pengrajin rotan di Cirebon saja sampai harus mencari bahanbaku rotan ke Surabaya.“Bila kekhawatiran saya itu terjadi,sulit dibayangkan bagaimana nasibsekitar 250 ribu tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di industri mebelrotan di Kabupaten Cirebon. Kalauindustri mebel rotan Indonesia perlahanlahan mati, mau di kemanakan mereka?”tandas Soenoto.Tak aneh bila para pengusaha rotanPemerintahmembuka (kembali)kran ekspor rotansetengah jadi.Pengrajin rotantanah airmemprotes karenausahanya terancambangkrut.KONTROVERSI A