Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 56
56 BERITAINDONESIA, Agustus 2005buka kran ekspor rotan setengah jadi?Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestumengatakan, pembukaan kran eksporrotan setengah jadi dimaksudkan untukmenyeimbangkan antara produksi dankebutuhan.“Banyak produk rotan yang tidakterserap di dalam negeri, akibatnyapenghasil rotan di Sulawesi terpuruk.“Mereka juga ingin mendapatkan hargawajar. Faktor keseimbangan itulah yangmenjadi pertimbangan (pemerintah),”ungkap Mendag, saat meninjau kerajinandi Jepara, Jawa Tengah, pada 4 Juli 2005.Jadi kebijakan ekspor rotan setengah jadiitu, menurutnya, tidak akan menggangguindustri kerajinan rotan.Lagi pula, seperti dikutip Bisnis Indonesia (6/7), Mendag mengatakan, keputusan yang diambilnya, sebagaimanatersurat dalam Permendag 12/2005,didasarkan pada konsensus tiga menteriyaitu Menteri Perdagangan, MenteriPerindustrian, dan Menteri Kehutanan.Karena itu, Mari Pangestu memintaAsmindo tidak mengkhawatirkan pemberian izin ekspor rotan setengah jaditersebut. Mendag berjanji, kegiatanekspor baru diizinkan apabila kebutuhanrotan alam setengah jadi di dalam negerisendiri sudah terpenuhi.Selain itu, katanya, ada syarat yangharus dipenuhi pengusaha yang inginmengekspor rotan yakni memasukkanpermohonan untuk mendapatkan kuotatersebut.Masih menurut Mari, jika eksporrotan dilarang, para pemungut rotan diSulawesi dan Kalimantan akan kehilangan mata pencaharian akibat banyakproduk rotan mereka yang menumpuktidak tertampung.Mari juga mengingatkan ekspor rotansetengah jadi juga dikenakan pajakekspor sebesar 15 persen dan jumlahproduksi rotan alam pun tidak mengganggu kelestarian alam.Tapim, berseberangan pendapat dengan Mari, Dirjen Industri Kecil danMenengah Departemen Perindustrian,Sakri Widhinato, justru meminta Mendag agar meninjau ulang kebijakannya.Sakri khawatir, hal ini akan menyebabkankelangkaan pasokan rotan untuk pengrajin dalam negeri.“Sebaiknya kembali ditutup saja.Walaupun menggunakan kuota, telahterjadi ketakutan kekurangan pasokan dikalangan pengrajin. Apalagi di kemudianhari bisa menyebabkan harga rotan dalamnegeri naik sesuai dengan harga eksporrotan,” tandas Sakri. Q AF,SBINDUSTRI MEBELDI AMBANG KEMATIANK ebijakan Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, menerbitkan Permendag12/2005) menuai protes dari MPRIdan pengusaha mebel di tanah airyang tergabung Asmindo.Masalahnya, “Kebijakan pemerintah membuka kran ekspor rotansetengah jadi sangat merugikanindustri mebel dalam negeri. Pemberian izin itu berdampak padaberkurangnya pasokan bahan bakurotan untuk kebutuhan dalam negerikarena lebih banyak yang diekspor,”ungkap Ir. Soenoto, Ketua UmumAsmindo, kepada wartawan BeritaIndonesia, M.Subhan, dalam sebuah kesempatan, di Jakarta, pertengahan Juli lalu. Berikut petikanlengkap wawancara.BERITA KHASIr. Soenoto, Ketua Umum AsmindoSejauh apa dampak buruk konsekuensi dari Permendag No 12/2005 terhadap pangsa pasar untukproduk jadi dalam negeri?Kalau kita memberi kekuatan kepadapasar kita, kita ketahui bersama bahwapasar furniture dari Indonesia nyarisdiekspor ke seluruh dunia. Hampir tidaksatu benua pun yang terlewati olehproduk kita.Dewasa ini, Cina juga telah menjadieksportir terbesar furnitur bagi kebutuhan dunia. Karena itu, dampakterbesar yang kami rasakan adalah rusaknya pasar kita di dunia internasinalkarena telah dicaplok negara-negaraeksportir lainnya, seperti Vietnam danFilipina.Selama ini, kita sudah bisa menguasaipasar yang kita telah bangun sekian lamatetapi dengan mudahnya pasar itu diserahkan kepada pesaing-pesaing kita.Jelas, itu satu kondisi baru yang sangatkami sayangkan. Dan, kondisi sepertidulu ini yang akan kami pertahankan.Dampak yang lebih mengkhawatirkanlagi adalah membengkaknya angka pengangguran. Ratusan ribu orang yangmenggantungkan nasibnya di sektorindsustri ini akan menganggur. Dan iniakan menjadi suatu resik yang tidak kecil.Ada fakta-fakta konkret yangbisa diceritakan akibat buruk dariPermendag 12/2005, misalnya dalam hal ketersediaan pasokan bahan baku rotan untuk kebutuhandalam negeri?Sekarang saja dampaknya sudahmulai terasa. Baru sebentar saja Permendag itu diteken bahan baku rotan sudahmulai berkurang, bahkan sudah adakenaikan-kenaikan harga.Setelah dikeluarkannya Permendag12/2005, saya mendapatkan banyaklaporan dari rekan-rekan pengusahaindustri rotan di Cirebon. Mereka mengeluh karena sulit untuk mendapatkanbahan baku.Jika selama ini untuk memperolehbahan baku cukup di Cirebon, maka kinipara pengusaha bahkan sampai-sampaiharus ke Surabaya. Kalaupun tersedia,harga bahan baku telah menjulang tinggi.Apakah ada hal sangat prinsipyang hilang dari semangat penerbitan Permendag 12/2005 itu?Dalam SK itu tidak dicantumkanklausul atau ketentuan standar yangmenekankan bahwa setiap eksportirharus memenuhi terlebih dahulu kebutuhan dalam negeri. Setelah itu baruboleh mengekspor bahan baku. Itu artinya pemerintah tidak memberikan jaminan kepada kami bahwa kebutuhandalam negeri pasti dicukupi.Bukankah pemerintah akan