Page 59 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 59


                                    BERITAINDONESIA, Agustus 2005 59Belum genap satu minggu setelah dilantik olehPresiden SBY sebagai Kepala Kepolisian NegaraRepublik Indonesia (Kapolri) yang baru, Jenderal(Pol) Sutanto langsung membuat gebrakan.Seluruh Kapolda diberi waktu sepekan untukmemberantas perjudian di daerah masing-masing.Publik pun terkagum-kagum dan menyambut denganantusias. Tapi, belakangan, antusiasme publik mengendor danmeragukan efektivitas dari gebrakan mantan Kalakhar BadanNarkotika Nasional (BNN) itu.Ternyata, fakta menunjukkan polisi hanya mampu menjaring 1.257 tersangka dari 409 kasus perjudian di seluruh Indonesia. Yang ditangkap bukan bandar judi kelas kakap. Testcase awal Sutanto terbilang tidak memuaskan.Dalam artikel opini berjudul “Sutanto Mampukah BenahiPolri?”, di harian Kompas (1/7),Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, menilaibukan perkara mudah bagi Sutanto membenahi lembaga Polri,termasuk membangun kepercayaan publik bahwa polisi adalah manusia yang baik.Alasannya? “Banyak aparatpolisi keranjingan bertindakmengabaikan hukum (disregarding the law) dan cenderung berlaku tidak hormat terhadap hukum (disrespecting the law).Sikap kriminal dan korup menggerogoti polisi,” tulis Neta S.Pane.“Perilaku ini sudah menghancurkan semangat pelayanan yangseharusnya menjadi roh kepolisian. Selain itu, kini amat sulitmencari perwira Polri yang tidak memiliki hubungan emosionaldengan para mafia kriminal (baca: bandar judi).”Memang tak mudah mengukur berhasil-tidaknya seseorangmemim-pin Polri. Namun, menurut Neta, adanya komitmen didepan DPR saat tes kelayakan dan kepatutan (fit and propertest) ditambah target dari Presiden, publik bisa menilai, apakahKapolri berhasil atau gagal.Saran Neta, Sutanto memberi terapi kejut dalam menyadarkan aparatnya. Terapi kejut ini membutuhkan mekanismekontrol yang intensif dari seorang Kapolri.Buruknya kinerja dan mental aparat Polri karena mekanismekontrol di lembaga itu terlalu birokratis. Tugas Sutanto lah untukmengefektifkan mekanisme kontrol itu.Kontrak kerjaStrategi Sutanto untuk membenahi Polri dilakukan denganmenandatangani surat kontrak kerja dengan seluruh Kapolda.Dalam kontrak itu dicantumkan sejumlah target yang harusdicapai setiap Kapolda, disesuaikan dengan karakteristik daerahmasing-masing.Jika tidak dapat memenuhi sebagian besar target itu, siKapolda harus siap-siap digantikan.Namun, pada kolom “Sorotan Hukum” di Sinar Harapan(14/7), advokat Humphrey R. Djemat menilai, kontrak kerjaitu relatif tidak mudah dijalankan oleh para Kapolda karenasejumlah faktor dan alasan. Ada kekuasaan-kekuasaan di luarinstitusi Polri, yang secara psikologis tidak bisa dilampauiseorang Kapolda.“Kapolda mungkin tidak dapat memberantas perjudian atauillegal logging di daerahnya karena harus berhadapan denganotoritas yang besar, seperti Panglima Kodam. Kasus seperti inimenuntut intervensi dari Kapolri, jika tidak ingin aparatnyabaku tembak dengan aparat TNI yang berada di bawah komandoPangdam,” tulis Ketua AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) DKIJakarta ini, dalam tulisan bertajuk “Kontrak dengan KapolriBaru”, memberikan contoh.“Ilustrasi kasus semacam inimengisyaratkan, Kapolri tidakseharusnya terlalu percaya diribahwa masalah perjudian atau illegal logging di daerah pasti bisadiselesaikan hanya dengan sepucuk kontrak kerja.”Dia mengingatkan, selaindengan pejabat Polri di bawahnya, Sutanto telah membuat‘kontrak’ dengan seluruh rakyatIndonesia, yakni saat memaparkan visi, misi, dan programdalam fit and proper test dihadapan Komisi III DPR-RI,sebelum terpilih sebagai Kapolri.“Kapolri yang baru mesti konsis-ten dan konsekuendengan janji dan komitmennya. Jangan seperti Kapolrisebelumnya, hanya kencang di awal tapi ujung-ujungnyaterkontaminasi oleh lingkungan yang tidak bersih!” tandasHumphrey Djemat.Pengajar pascasarjana UI, Kas-torius Sinaga, berpendapatrendah-nya kinerja dan profesionalitas Polri akibat dari berbagaimasalah internal manajemen Polri sendiri.“Manajemen Polri boleh dikata kacau-balau bila diukur dariprinsip-prinsip organisasi modern. Ia amat sentralistik,superbirokratis, tidak transparan, dan kurang akuntabel,” tulisKastorius dalam opininya berjudul”“Revitalisasi Polri”, yangdiangkat Kompas (13/7).Revitalisasi Polri tidak segampang membalik telapak tangan,lanjut Kastorius, tapi citra dan kepercayaan publik kepada Polridapat ditingkatkan dengan figur kepemimpinan yang tegas,bersih, dan konsisten. Figur Sutanto memberikan harapan akanrevitalisasi Polri ke depan. Q AFKapolriJangan “Kencang” di Awal
                                
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63