Page 53 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 53


                                    BERITAINDONESIA, Agustus 2005 53mendekati 10%, gross sekitar9%, tetapi neto masih sekitar5%.Glen Glenardi, Direktur Utama PT BankBukopin:Bank Bukopin telahmembentuk tim khusus untuk mengejar status bankjangkar. Persyaratan kuantitatif sudah dapat dipenuhi.Modal sudah mencapai Rp1,3 triliun, misalnya, nilaimaksimal NPL sebesar 5%.Posisi NPL-nya sudah di bawah 3%. Sudah rating GCGdan perusahaan publik. HT,SH.Olahan berbagai sumber.Boleh saja Meneg BUMN Sugiharto kelewat optimis. Dari kewajiban yang ditetapkan APBNP2005, Rp 3,5 triliun, Sugiharto yakin bisa menyetor Rp 8,9 triliun yang berasal dari deviden.“Privatisasi belum perlu, walaupun itu mungkin dilakukan” kata Sugiharto.Berdasarkan hasil RUPS sejumlah BUMN, pundi-pundi kementerian BUMN ini sudahmengantongi dividen sebesar Rp 11,1 triliun, atau Rp 2,2 triliun di atas target. Sesuai amanat APBNP2005, Sugiharto tinggal mencari tambahan dana Rp 1,3 triliun. Pertamina saja diperikarakanmenyumbang dividen Rp 6 triliun. Artinya, Sugiharto bisa meraih target tersebut dengan mudah.Namun tak lama kemudian Sugiharto merasa gamang. Soalnya, tawarannya menggantikansetoran privatisasi dengan penerimaan dividen, ditolak mentah-mentah oleh pejabat yang lebihberwenang. Sugiharto mengatakan kepadaSuara Karya (19/7), pemerintah akan melepas 10 persen saham PT Perusahaan Gas Negara(PGN) tahun ini juga. Ini dilakukan sebagai bagian untuk memenuhi target privatisasi. Tentu untukmenutup defisit APBN-P2005.Saham-saham milik pemerintah di sejumlah BUMN, antara lain Bank BNI, BTN, BRI, AnekaTambang dan Jasa Marga akan dilepas. Usai rapat Tim Kebijakan Privatisasi di Jakarta (18/7),Sugiharto mengatakan BUMN yang mau diprivatisasi mulai dipresentasikan. Tak ada batasan berapapemerintah mau menjual saham-sahamnya.Agenda ADBKoran Bisnis Indonesia (19/7) yang mengungkap mengapa Sugiharto akhirnya menyerah.Privatisasi ternyata terkait dengan agenda Bank Pembangunan Asia (ADB), yang memintapenyelesaian peraturan pemerintah (PP) tentang privatisasi BUMN, sebagai syarat untuk mencairkanpinjaman senilai 250 juta dolar AS (setara Rp 2,2 triliun). Pinjaman ini, seharusnya sudah dapatdicairkan akhir tahun 2004 lalu. Menkeu Jusuf Anwar dan Menko Perekonomian Aburizal Bakriesudah mengingatkan Sugiharto, lewat surat, tentang rencana privatisasi yang belum dijalankannya.Meski setengah hati, Sugiharto akhirnya menyatakan siap menjalankan keputusan tim. Ia akanbekerja untuk memenuhi target. Saat ini pemerintah menguasai 69,51% saham Bank Mandiri Tbk,99,12% saham Bank Negara Indonesia Tbk, dan 59,01% saham Bank Rakyat Indonesia Tbk. Jika30% saham BNI dilego 1,5 kali nilai buku (price-to-book value), pemerintah bakal mengantongiuang Rp 6,6 triliun. Sebaliknya, jika 10% saham Bank Mandiri dilepas, akan menambah kocekpemerintah sebesar Rp 2,8 triliun. Lalu, dari hasil penjualan 10% saham PGN, pemerintah bakalmengantongi sekitar Rp 1,14 triliun.Cari Gas AlamSugiharto selalu dikejar target. Ia pun terbang ke Timur Tengah, mencari pasokan gas untukmengatasi krisis gas di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Nanggroe Aceh Darussalam. Sugihartomengatakan pemerintah sudah membuat keputusan politik baru, yang menjamin kebutuhan gasalam PIM tetap berasal dari lapangan minyak dan gas ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI), di LhokSukon, NAD. Jaminan itu berlaku minimal hingga tahun 2008, saat lapangan migas baru Blok A, diAceh Timur, mulai berproduksi.Pembelian gas alam dari Timur Tengah dimaksudkan untuk menggantikan kontrak ekspor gasalam produksi ExxonMobil yang sebelumnya sudah terlanjur ditandatangani dengan pembeli di luarnegeri.Karena merupakan keputusan politik, kata Sugiharto, pemerintah akan berjuang habis-habisanmenjalankannya. Perjuangan Sugiharto ternyata didukung semua pihak.“Pokoknya pasokan gas untuk PIM tidak boleh dihentikan. Kita juga memberikan kepastian kepihak ExxonMobil,” kata Sugiharto.Berbeda dengan PIM, nasib PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), perusahaan pupuk patungan negaranegara Asean, tidak beroperasi lagi dalam dua tahun terakhir karena ketiadaan pasokan bahanbaku gas alam dari EMOI, belum menentu. Pada RUPS terbaru pertengahan Juli, Malaysia, Filipina,Thailand dan Singapura selaku pemilik 40% saham, telah memutuskan menjual seluruh sahamsahamnya. Akan tetapi Indonesia, pemilik 60% saham, tidak membelinya.Direktur Prodduksi AAF Alita Ilyas mengatakan kepada Investor Daily (19/7), saat ini sulit bagiIndonesia membeli saham AAF. Pemerintah tak mampu membeli gas di pasar tunai seharga 8 dolarAS, sebab kemampuan maksimum pemerintah hanya 6 dolar AS per MMBTU.Lalu, bagaimana masa depan AAF? Nasibnya ada di tangan PT Pusri, karena BUMN pupukitulah yang dipercayakan pemerintah sebagai pemegang saham AAF.  HT, SHPrivatisasi Tak Terelakkanpada Kompas (14/7).Ketentuan baru tersebutmenetapkan sejumlah anaktangga yang harus dilalui setiapbank jika ingin tetap eksis. Bagibank yang belum berkinerjabaik, dalam rencana bisnisnya,wajib merinci upayanya untukmeningkatkan kinerja agarmemenuhi kriteria BKB. Yangpokok, rencana penambahanmodal atau merger denganbank lain.Bank-bank yang sudah memenuhi kriteria BKB diharapkan terus mempertahankanstatusnya dan mengembangkan kegiatan usahanya sesuaifokus yang mereka tetapkan.Bank berkinerja baik mestimenapak anak tangga berikutnya untuk mencapai kriteriabank jangkar.Untuk meraih status bankjangkar memang tak mudah.Bank-bank tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan;antara lain, perusahaannyaterbuka, atau berencana segerago public, mampu menjadikonsolidator, kemudian secarateknis memenuhi syarat CARminimal 12%, rasio modal intiminimal 6%, ROA minimal1,5%, pertumbuhan kredit minimal 22%, LDR minimal 50%,dan NPL di bawah 5%.  HT, SHMeski defisit APBN-P 2005 menganga, pemerintahbelum berencana melakukan privatisasi BUMN.
                                
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57