Page 58 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 58


                                    BERITA OPINI58 BERITAINDONESIA, Agustus 2005Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM)terjadi karena setiap tahun kebutuhandalam negeri meningkat sejalandengan pertumbuhan ekonomi danpertambahan penduduk. Sedangkanproduksi minyak bumi menurun drastis dalamenam tahun terakhir.Sekarang, tingkat konsumsi BBM jauh lebihbesar dari kemampuan produksi dalam negeri.Akibatnya, kita mengimpor minyak mentah danBBM olahan, juga dalam jumlah cukup besar. Itu terjadi justruketika harga minyak mentah dunia melonjak sampai 60 dolarAS per barel. Karena itu, biaya pengadaan BBM untuk seluruhIndonesia juga melonjak. Sedangkan harga jual dalam negerimasih murah, jauh di bawah harga pasar internasional.Kenyataan ini memaksa pemerintah membayar subsidiBBM yang sangat besar, bisa mencapai Rp 120 triliun pertahun. Keadaan ini terusberjalan selama kita tidakmampu meningkatkanproduksi dan kapasitaskilang. Dari sisi pemasokan kita menghadapidua masalah besar; menurunnya produksi selama enam tahun, dan kapasitas kilang yang tidakbertambah selama 12 tahun terakhir.Jadi pemerintah harus meningkatkan produksi minyak mentahdan menambah kapasitaskilang, atau membangunkilang-kilang baru. Sekarang, kapasitas kilangharus ditingkat menjadisekitar 1.400.000 barelper hari. Kapasitas yangada h a n y a sekitar1.050.000 b/h. Artinya,mas i h d i p e r lukan350.000 b/h. Ini baru kebutuhan di tahun 2005.Mesti ada pembangunan kilang-kilang minyak baru yangpunya kapasitas tiga kali dari kilang Balongan, Cirebon. Atauperlu dibangun tiga kilang baru masing-masing setarakapasitas kilang Balongan 100.000 b/h, agar Indonesia tidakmengimpor BBM olahan pada tingkat konsumsi tahun 2005.Sedangkan untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan, tentudiperlukan lebih banyak kilang minyak.Mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang lebih menarik di bidangperminyakan. Investasi untuk mencari cadangan minyak barudan membangun kilang baru. Hanya dengan cara ini,pemerintah pemerintah bisa swasembada di dalam pengadaanBBM. Ini mesti dilakukan untuk mengamankankebutuhan tahun-tahun mendatang.Namun dalam jangka panjang, Indonesia harusmengurangi ketergantungannya pada BBM,mengembangkan sumber-sumber energi alternatif.Misalnya, energi bioetanol bisa dihasilkan darisingkong atau tebu. Bioetanol bisa menjadi bahanbakar pengganti bensin. Atau bioetanol bisadicampurkan dengan premium untuk menghasilkan bensin baru yang lebih bersih serta ramahlingkungan. Sedangkan energi biodiesel bisa diolah dariminyak kelapa, kelapa sawit atau biji jarak. Biodiesel bisadigunakan untuk menggantikan solar.Selain mengurangi ketergantungan terhadap minyak,pengembangan sumber-sumber energi alternatif bisamenyerap tenaga kerja. Dan ini dikerjakan di pedesaan, karenasingkong dan jarak ditanam di pedesaan. Dengan demikian,ketersediaan sumber bahan bakar akan lebih terjamin untuk jangka panjang. Untuk itu pemerintah harus bisa menggalakkan investasi. Baikuntuk cadangan minyakmentah, BBM olahan,maupun investasi untukpengembangan sumbersumber energi alternatif.Kita melihat BPPTdan kalangan perguruantinggi sudah banyak melakukan penelitian untukmenghasilkan energi alternatif. Baik bioetanolmaupun biodiesel. Sebenarnya teknologinyasudah ada, sedangkan didalam pelaksanaannya,pemerintah perlu menjabarkannya secara jelas.Dengan demikian bisadioperasionalkan dan diproduksi secara besar-besaran.Bila perlu, mereka yang mengembangkan sumber-sumberenergi alternatif diberi insentif, misalnya, dalam masalahpajak dan kredit. Maksudnya, dalam jangka panjang agarenergi biodiesel dan bioetanol bisa berkembang.Dalam hal ini pemerintah tidak perlu mengeluarkanInpres atau Keppres. Yang perlu adalah mengamandemenUU Migas Nomor 22 tahun 2001. Sebab dalam UU tersebutdalam banyak hal menghambat investasi. UU itu perludiamandemen agar investasi di bidang Migas dapat bergairahkembali.Penulis: Chairman & Executive Director CPEES (Centerfor Petroleum & Energy Economics Studies).Solusi Terbaik BBADr Kurtubi
                                
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62