Page 59 - Majalah Berita Indonesia Edisi 12
        P. 59
     
                                
                                     59(BERITA FEATURE)BERITAINDONESIA, 4 Mei 2006mempertanyakan mengapa kitab suciharus dilafalkan dan dihafalkan tanpadiwajibkan untuk dipahami.Ia juga mempertanyakan tentang agamayang dijadikan pembenaran bagi kaumlaki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini,lengkap sudah penderitaan perempuanJawa yang dunianya hanya sebatas tembokrumah dan tersedia untuk dimadu pula.Namun meski demikian, ia sangat yakinbahwa akan tiba zaman di mana pemahaman agama mempunyai perspektifkeadilan pada perempuan sebagaimanaakan tiba zaman baru, yaitu pembebasanhak-hak dasar perempuan dari kungkungan adat dan keadilan bagi kaumpribumi. Menurut Kartini, Islam memberiajaran yang baik, tetapi telah dinodaipemeluknya yang tidak tahu ajaran Islamyang suci dan menjadikan agama sebagaitopeng perbuatannya.Persoalan yang ia gugat merupakanpersoalan yang harus terus diperjuangkankalangan agama sampai sekarang. Karenaagama merupakan unsur utama pembentukan kesadaran sosial dan determinan atas berbagai tradisi di masyarakat.RA Kartini, puteri Bupati Jepara itu,telah menyuarakan rekonstruksi terhadapajaran agama yang menindas kaum perempuan pada zamannya, jauh sebelumgagasan-gagasan rekonstruksi ajaranagama yang berkeadilan pada perempuandisuarakan oleh para cendekiawan muslimah Aminah Wadud Hasim, FatimaMernissi, Asghaar Eli Engineer, RifaatHasan, pada era 1980-an dan 1990-an. ■RH /dari berbagai sumberSuatu kenangan yang tak akanhilang bagi sebagian besar kaumperempuan Indonesia saatmereka masih duduk di sekolahdasar, mengenakan kebaya Kartini dankonde besar di kepala, berjalan perlahanlahan dituntun ibunda menuju sekolah.Entah kenapa, Hari Kartini yang jatuhpada 21 April selalu diperingati sekolahsekolah dengan dengan lomba busanakebaya’‘mirip Ibu Kartini’, sementaraalunan musik mengumandangkan lagu“Ibu Kita Kartini.”Sayang sekali, hanya sebatas itu sosialisasi tentang pelopor semangat kesetaraan bagi perempuan pribumiitu. Banyak yangbelum pernahmembaca buah pikirannya yang terangkum dalambuku “Habis GelapTerbitlah Terang.”Padahal, di negeriBelanda, bukuyang judul aslinyaadalah “Door Duisternis Tot Licht”banyak dibaca berbagai kalangan.Menjadi suatu pengetahuan umumyang wajib diketahui.Selain mengundang decak kagumbanyak kalangan diberbagai negeri,surat-surat Kartini juga mengundanggugatan dan perdebatan. Gugatangugatan itu diantaranya ditujukan padakonsistensi apa yang ia kritik dan perjuangkan. Kartini dianggap mengkhianati perjuangannya sendiri dengan“menerima” poligami.Kartini telah membayangkan peristiwayang akan menimpanya itu. “… pasti tiba,saat di mana aku akan disandingkandengan seorang suami yang belum kukenal. Di Jawa, cinta hanyalah sebuahkhayalan…. Beradab, orang Jawa yangsangat beradab bisa dihitung dengan jari,tapi budaya dan pendidikan belumdiperhitungkan dalam hal immoralitas.Carilah dan mintalah sesuatu dari duniaaristokrasi laki-laki itu tapi bukan ini,moralitas, karena akan sia-sia. ... Akubenci, aku memandang rendah merekasemua, …”Pada pertengahan tahun 1903, saatberusia sekitar 24 tahun, niatnya untukmelanjutkan studi menjadi guru diBetawi pupus. Dalam sebuah suratkepada Nyonya Abendanon, Kartinimengungkap ia mengurungkan niatnyakarena akan menikah.Kartini yang gemar membaca menjadikan majalah dan buku-buku karyapengarang Eropasebagai santapansehari-hari yangmengilhaminyaagar kaum perempuan pribumi jugasemaju perempuanEropa.“Aku Mau ...”adalah motto Kartini. Sepenggalungkapan itu mewakili sosoknya.Kartini yang cerdasbisa berbicara tentang banyak hal:sosial, budaya,agama, bahkankorupsi.Sesungguhnya,perkawinan danpoligami tidak menenggelamkancita-citanya. Padasaat menjelang pernikahan, terdapatperubahan penilaian Kartini soal adatJawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawakeuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolahbagi para perempuan bumiputra kalaitu. Dalam surat-suratnya kemudian,Kartini menyebutkan bahwa sangsuami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkanukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi jugamendorong Kartini untuk menulissebuah buku. RHAku Mau Kesetaraan“Aku dijuluki ’kuda kore’ atau kuda liar karena jarang sekali berjalan tetapipecicilan. Dan mereka memanggilku apalagi ya? Aku sering tertawa keraskeras, hingga gigiku kelihatan.”
                                
     	
