Page 61 - Majalah Berita Indonesia Edisi 12
        P. 61
     
                                
                                     61(BERITA FEATURE)BERITAINDONESIA, 4 Mei 2006Sampai usia 12 tahun, Kartinidiperbolehkan bersekolah diELS (Europese Lagere School).Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harustinggal di rumah karena sudah bisadipingit.Karena Kartini bisa berbahasa Belanda,maka di rumah ia mulai belajar sendiridan menulis surat kepada teman-temankorespondensi yang berasal dari Belanda.Salah satunya adalah Rosa Abendanonyang banyak mendukungnya. Dari bukubuku, koran, dan majalah Eropa, Kartinitertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untukmemajukan perempuan pribumi, yangsaat itu berada pada status sosial yangrendah.Kartini banyak membaca surat kabarSemarang De Locomotief yang diasuhPieter Brooshooft, ia juga menerimaleestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah kebudayaandan ilmu pengetahuan yang cukup berat,juga ada majalah wanita Belanda DeHollandsche Lelie. Kartini pun kemudianbeberapa kali mengirimkan tulisannyadan dimuat di De Hollandsche Lelie.Dari surat-suratnya tampak Kartinimembaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan.Kadang-kadang Kartini menyebut salahsatu karangan atau mengutip beberapakalimat. Perhatiannya tidak hanyasemata-mata soal emansipasi wanita, tapijuga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperolehkebebasan, otonomi dan persamaanhukum sebagai bagian dari gerakan yanglebih luas.Di antara buku yang dibaca Kartinisebelum berumur 20, terdapat judul MaxHavelaar dan Surat-Surat Cinta karyaMultatuli, yang pada November 1901sudah dibacanya dua kali. Lalu De StilleKraacht (Kekuatan Gaib) karya LouisCoperus. Kemudian karya Van Eedenyang bermutu tinggi, karya Augusta deWitt yang sedang-sedang saja, romanfeminis karya Nyonya Goekoop de-JongVan Beek dan sebuah roman anti-perangkarangan Berta Von Suttner, Die WaffenNieder (Letakkan Senjata). Semuanyaberbahasa Belanda.Eksistensi perempuanTahun-tahun melelahkan saat kesetaraan gender diperjuangkan terbayarsudah. Ketika Megawati Soekarnoputeriterpilih sebagai presiden, itu sesungguhnya kemenangan bagi kaum perempuan Indonesia. Megawati adalah simboleksistensi perempuan Indonesia di matadunia internasional.Sesungguhnya tidak hanya Megawatiyang menjadi simbol emansipasi perempuan Indonesia. Kini, posisi perempuan sudah relatif sejajar dengan kaumlaki-laki, terutama dalam segi pendidikandan akses pada ruang publik. Perempuanberangsur meninggalkan ruang domestiknya untuk turut beraktualisasi di ranahpublik, yang semula merupakan domainkaum laki-laki. Perempuan turut beraktualisasi pada berbagai posisi elit, dilingkungan sipil atau militer, politik ataunonpolitik.Namun demikian tidak mudah mengubah persepsi patriarkis yang ada. Masihbanyak ketidakadilan dan ketimpanganyang dirasakan kaum perempuan di ranahpublik. Perempuan seringkali masihmenempati posisi nomor dua. Kekerasanrumah tangga yang terus terjadi misalnya,merupakan salah satu bukti. Di duniakerja pun perempuan seringkali dipandang sebelah mata. Tampaknya,perjuangan Kartini belum selesai. ■ RHDewi dari Tanah SundaDelapan tahun setelah kelahiran anak kelima BupatiJepara RMAA Sosroningrat, Raden Ajeng Kartini,seorang puteri bangsawan Priangan lahir dari pasanganRaden Rangga Somanegara dan Raden Ayu RajaPermas. Ia dinamai Raden Dewi Sartika.Hari itu, 4 Desember 1887, menandai kebangkitan kaumperempuan di tanah Sunda, seperti halnya yang diperjuangkanRaden Ajeng Kartini bagi perempuan Jawa.Seperti halnya Kartini, Dewi Sartika meyakini bahwapendidikan menjadi sarana yang meniscayakan kesejajaranposisi laki-laki perempuan dalam ruang sosial.Setelah berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri. Tenagapengajarnya ia sendiri dibantu dua saudara misannya, NyiPoerwa dan Nyi Oewid. Untuk sementara tempat belajarmeminjam ruangan di Paseban Barat di halaman depan rumahBupati Bandung.Murid yang diterima untuk kali pertama yakni 60 siswi, yangsebagian besar berasal dari masyarakat kebanyakan. Pada1905, sekolah tersebut pindah ke Jalan Ciguriang-Kebon Caukarena ruangan tak mampu lagi menampung jumlah siswiyang bertambah. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika denganuang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dariBupati Bandung.Setelah menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata pada 1906 yang juga turut mendukung dan membantudalam memajukan sekolah yang didirikannya, pada 1910 DewiSartika mengubah Sakola Istri menjadi Sakola KaoetamaanIstri, dengan jangkauan lebih luas bahkan dari luar Jawa Barat.Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 dan dimakamkan dengan upacara sederhana di pemakaman CigagadonDesa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudiandimakamkan kembali di kompleks Pemakaman BupatiBandung, Jalan Karang Anyar, Bandung. ■ RHBukan Perempuan BiasaKartini melihat perjuangan kaumnya agar memperolehkebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagiandari gerakan yang lebih luas.PEREMPUAN MASA KINI: turut beraktualisasi pada berbagai posisi elit, di lingkungansipil, militer, politik dan nonpolitik.
                                
     	
