Page 46 - Majalah Berita Indonesia Edisi 18
P. 46


                                    46 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA OPINIArogansi DemonstrasiOLEH : KOL. INF. GUSTAF H. PRAYITNOengan berbagai dalih dan‘atas nama’, yang kita lihatkemudian adalah berbagaicerca dan caci maki, hinadan nista terus melaju bagai anak panah yang dilepaskan danhendak meluluhlantakkan semuayang berbau rezim Orde Baru.Bahkan sejumlah aksi demonstrasiyang pernah digelar oleh kelompokkelompok aktivis sudah mengarah keranah pribadi kehidupan mantanPresiden Soeharto dan keluarganya.Pak Harto yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun dengan segala kelebihan dan kelemahannya,seakan dianggap tak pernah berjasaapapun kepada negeri ini.Demonstrasi sebagai salah satu sarana menyampaikan aspirasi di negara demokrasi seakan menjadi mantra dan alat eksekusi paling mujarab,paling laris dan paling digemari di negeri ini. Namun di lain pihak demontrasi juga dianggap menjadi ajang teror karena sering melahirkan anarkiyang menakutkan, meresahkan, danmerugikan berbagai pihak.Seperti kasus Tuban. Aksi demo karena kalah dalam Pilkada telah berubah menjadi amuk massa yang merusak sekaligus meneror berbagai pihak. Demikian juga aksi buruh beberapa waktu lalu yang juga berujunganarkis.Perilaku para demonstran pun takkalah hebatnya. Dengan bekal ikat kepala yang dihiasi berbagai macam tulisan, muka sangar, sorot mata dendam, teriakan-teriakan marah, merupakan pemandangan yang takasing dari para pendemo. Mereka taksegan-segan berlaku aneh, mulai darimembakar kertas, ban, memanjat pagar, melempar botol maupun batudan merusak semua fasilitas umumyang bisa dirusaknya.Pertanyaan yang muncul dibenakkita adalah, mengapa masyarakat kita yang religius menjadi seperti pemarah? Mengapa para demonstranyang sering melibatkan mahasiswa,kaum terdidik, kelompok intelektualnan kritis ternyata sulit mengendalikan diri?Pada akhirnya semua itu lebih menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat kita sebagai masyarakatyang senang ribut.Demonstrasi yang selalu mengatasnamakan reformasi, demokrasi danhak azasi manusia, nampak begitu sangar dan tampil dalam wajah utamamedia massa kita. Suguhan-suguhanberita maupun aksi demonstrasi akhirnya membuat miris rakyat, seakan rasa aman sudah sulit didapat.Kebenaran seakan sudah didikte olehaksi demontrasi. Pada akhirnya seakan-akan demonstrasi menobatkandirinya sebagai diktator baru.Adakah aksi demo itu mewakilikepentingan rakyat yang sesungguhnya? Yang paling sering nampak,bahwa demonstrasi yang digelar ituhanya menjadi ajang kepentingankelompok dengan menunggangi rakyat termasuk barangkali di antaranya kaum buruh. Demi kepentinganitu maka aktor intelektual tidak akansegan-segan menjalankan taktik adudomba diantara masyarakat. Buntutnya rakyat yang menerima akibatnya.Dimanakah jiwa pemaaf, sikap santun dan keramahan kita selama ini?Dimanakah letak kereligiusan bangsakita yang terkenal itu? Apakah sikap,sifat dan jiwa kehidupan masyarakatkita yang santun, pemaaf dan religiusini sudah hilang oleh gagahnya demokrasi dan arogansi demonstrasi?Ada kekhawatiran bila bangsa kitaterus disuguhi tampilan seperti itudan bila masyarakat kita terus menerus terdidik bentrok, maka masyarakat generasi ke depan akan menjadibangsa yang beringasan.Pemerintah betapapun kokoh danbersemangat untuk mengatasi persoalan negara yang begitu kompleks,tentunya tidak akan mungkin mampu bekerja dengan baik tanpa dukungan seluruh rakyat. Dan suasanayang kondusif merupakan iklim yangterbaik untuk sama-sama mengatasipersoalan.Kesempatan selalu terbuka lebar, sebagai bangsa yang bermartabat danterhormat. Mari kita sudahi gayademo jalanan yang sarat dengan segala bentuk tudingan, hujatan, cacimaki dan dendam. Dudukkan aksidemo pada porsinya sebagai wahanademokrasi, bukan sebagai sarana penyaluran dendam kepada pihakmanapun.Walau bagaimana pun, cara-caraberingasan tak akan menguntungkandalam segala hal. Kesulitan yangmenimpa rakyat Indonesia tak bisadiselesaikan dengan cara-cara mengumbar permusuhan dan kebencian. Sudah saatnya semua pihakmenghentikan nyablak yang menyesatkan. Tanpa terkecuali. „Krisis ekonomi yang diikuti gelombang aksi demonstrasiakhirnya menyebabkan Presiden kedua RI Soeharto mundurdari tampuk kekuasaan pada tahun 1998. Setelah itu aksidemontrasi seakan terus melaju seiring dengan kehendakdemokrasi dan reformasi. Pemerintah Orde Baru ditudinghabis-habisan oleh berbagai kelompok masyarakat sebagaipenyebabnya.DFOTO BERINDO
                                
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50