Page 59 - Majalah Berita Indonesia Edisi 20
P. 59
BERITAINDONESIA, 7 September 2006 59BERITA HUKUMPolda Sulteng 15 menit lewattengah malam. Tetapi tiba-tibaada pemberitahuan dari pemerintah pusat bahwa pelaksanaan eksekusi tersebut ditunda sampai usai peringatankemerdekaan tanggal 17 Agustus. Memang, jauh sebelumhari-H, berbagai kelompokmasyarakat mendesak pemerintah untuk mem-batalkaneksekusi mati. Kata Widodo,presiden tidak hanya menerima surat keberatan dari PausRoma, tetapi juga dari banyakpihak.Menurut laporan Republika, sekitar pukul 23.00 WIT,para jaksa sudah berkumpul diKantor Kejari Palu yang hanyaberjarak 200 meter dari KejatiSulteng. Para wartawan menunggu sejak Jumat petang(11/8). Juga berkumpul timkesehatan—tiga dokter dantiga para medis—yang dipimpin oleh dr Ester.Semula mereka direncanakan untuk memeriksa kondisijenazah usai menjalani eksekusi mati di hadapan regutembak. “Baik jaksa maupunpetugas medis hanya menunggu jemputan kendaraan Brimob Polda Sulteng,” kata seorang karyawan administrasikejaksaan yang tidak maudisebut namanya.Pengamanan ekstra dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Petobo di mana Tibo dandua rekannya dipenjara. Tigaregu pasukan perintis kirimanPolresta Palu siap siaga penuhsampai lewat tengah malam.Keluarga tiga terpidana matidan kuasa hukum mereka,PADMA Indonesia, tidak diperkenankan masuk ke dalamLP Petobo.Di tengah persiapan tersebut, muncul pemberitahuandari Kapolri bahwa pelaksanaan eksekusi mati Tibo dankedua rekannya ditunda sampai setelah peringatan harikemerdekaan, 17 Agutus. Keputusan tersebut diambil dalam sidang kabinet yang jugadihadiri oleh Kapolri JenderalSutanto, Menko Politik, Hukum dan Keamanan, Laksamana (Pur) Widodo AS danJaksa AgungAbdul RahmanSaleh. Informasi penundaandisampaikankepada masyarakat dan parapetugas pelaksana eksekusioleh Kajari Palu,MuhammadBasri Akib.Seorang warga Palu, Immanual Malewa,menulis suratpembaca ke Koran Tempo (16/8), “Vonis matiuntuk merekasudah final dantidak bisa diubah.” Tibo dan kawan-kawannya sudah mendapatkanhak-hak hukum mereka, didampingi pembela, dari pengadilan tingkat pertamasampai tingkat terakhir, peninjauan perkara. Mereka punsudah mengajukan grasi, tetapi sudah ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Tidak dapat dibayangkan,tulis Immanual, betapa tidaktertibnya masyarakat, jikasetiap orang bebas menggunakan HAM-nya tanpa dibatasioleh norma hukum, normamoral, norma kesopanan dannorma agama. Terlepas prokontra hukuman mati, tulisnya, “Satu prinsip yang tidakdibiarkan hilang, bersikaptegas dan non-kompromisterhadap kejahatan dan ketidakbenaran.”Hampir senada dengan Immanual, Andi Jamaro Dulung,Ketua Pengurus Besar NU,mengingatkan pemerintahpembatalan eksekusi bisamenjadi preseden yang sangatberbahaya. Sebab, setiap perlakuan tidak adil akan memancing emosi masyarakat sertaterpidana mati lainnya. “Inisoal hukum. Negara haruspunya integritas melindungiwarganya dengan tidak pilihkasih,” katanya seperti dilaporkan oleh harian Republika(14/8). Sb-SH,DAPSurat untuk PresidenP erkenankan saya mengucapkan terima kasih atas penundaan eksekusi mati orang tua sa- ya Fabianus Tibo, om Marinus dan KakakDominggus. Perlu Bapak ketahui orang tua sayaadalah korban ketidakadilan sebuah proses peradilan yang sesat. Saya membaca tuduhan jaksadalam dakwaan sangat ironis sekali. Bapak sayadituduh membunuh, menganiaya lebih dari 200orang serta membakar lebih dari 5.400 rumahdimana disebutkan juga melatih 700 orang dengansenjata api lengkap dari tanggal 14 Mei 2000 sampaidengan 20 Mei 2000. Tetapi di lain hal, fakta-faktadi persidangan sesuai BAP sangat berbandingterbalik dengan tuduhan jaksa.Bukti-bukti di persidangan hanya berupa mesinketik, batu, parang, sedangkan pernyataan saksi dipersidangan tak satu pun pernah melihat Bapak Tibosecara langsung membunuh tetapi hanya mendengardari orang lain. Bahkan yang lebih parah lagiperbuatan bapak saya tidak bisa dibuktikan dengancara apa pun dan bagaimana dia membunuh danmembakar rumah yang begitu banyak.Bapak Presiden yang terhormat, tuduhan berat ituyang buat bapak saya dihukum mati, padahal bapaksaya adalah petani miskin yang buta huruf yangbertransmigrasi ke Beteleme kira-kira 300 km dariPoso. Kehidupan sehari-hari bapak saya di sampingpetani adalah menganyam yang hanya cukup untukkebutuhan sehari-hari. Di samping Bapak Tiboadalah seorang ayah yang saleh dan aktif dalamkehidupan sosial dan keagamaan.Perbuatan yang dituduhkan sangat jauh dari sikapkeseharian Bapak Tibo oleh karena saya berpendapatbapak Tibo sedang menghadapi tragedi kemanusiaan, keadilan dan kebenaran yang paling parah diBumi Persada ini. Kami sudah letih selama enamtahun mencari keadilan. Namun belum kamidapatkan sampai saat ini.Surat ini adalah surat terbuka dari kami anakbangsa dan keluarga, kepada Bapak PresidenRepublik Indonesia yang saya cetuskan dari nuraniyang terdalam.Palu, 15 Agustus 2006Robertus TiboAnak Terpidana Mati Fabianus TiboBebaskan mereka