Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 23
P. 13
BERITAINDONESIA, 19 Oktober 2006 13V ISIBERITAangsa ini baru saja merayakan ulang tahunkemerdekaannya yang ke-61. Ironisnya, dalamusia senjanya, kantong-kantong kemiskinan barumalah muncul di mana-mana. Artinya, bagi Indonesia, kemerdekaan tidak otomatis menghapus kemiskinanyang identik dengan kurang makan, bodoh dan penyakitan.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuai kritik lantarandi dalam pidato kenegaraannya di depan parlemen (16/8),memaparkan angka kemiskinan yang dianggap tidak akurat.Susilo yang lebih akrab disapa SBY, mengemukakan penurunanangka kemiskinan—23,3% dari jumlah penduduk pada tahun1999, menjadi 16% tahun 2005. SBY dikritik lantaranpenurunan tersebut bukanlah pencapaian pemerintahannya,melainkan prestasi pendahulunya, Presiden Megawati.Sejumlah partai politik, lembaga penelitian dan ekonom mengamati bahwa angka kemiskinan—setelah dua kali kenaikanharga BBM, tahun 2005—tidak menurun, malahan menanjak.Bilamana program Bantuan Langsung Tunai (BLT) jadirujukan, Kepala Keluarga Miskin (KKM) yang menerima BLT,bertambah dari 15 juta menjadi 15,6 juta pasca kenaikan BBM.Dengan asumsi, satu KKM minimal 4 jiwa, berarti sekitar62.400.000 jiwa hidup miskin. Kecuali angka BLT itu dimanipulasi untuk menggelembungkan dana yang disalurkan.Dari fakta-fakta tersebut bisa dipetik dua asumsi: (1) Kritikdan polemik yang berkembang tidak banyak mengeksplorasiakar permasalahan, hanya berputar pada angka-angka. (2)Angka BLT yang diciprat-cipratkan dalam sebulan bisa untukmemberdayakan perekonomian ribuan desa, atau puluhanribu desa dalam setahun. Dana yang diciprat-cipratkan tersebut sebesar Rp 150.000 per KKM per bulan. Secara keseluruhan: 15.600.000 x Rp 150.000=Rp 2.340.000.000.000.sebulan atau Rp 28.080.000.000.000 setahun.Asumsi satu mengundang pertanyaan: “Di manakahkemiskinan itu berakar?” Bisa ditelusuri dari struktur sosial,tradisi, tingkat pendidikan, ketersediaan lapangan kerja danakses pemberdayaan. Paling tidak, kemiskinan bisa digolongkan dalam dua kategori—kemiskinan struktural atau turuntemurun, dan akibat dari proses pemiskinan.Tentang kemiskinan kategori satu; peta kantong-kantongkemiskinan sktruktural yang terinci bisa disimak lagi dalamdata-data milik Badan Keluarga Berencana Nasional(BKKBN). Karena lembaga tersebut melaksanakan programpengentasan kemiskinan simultan dengan program pengendalian dan kesejahteraan keluarga. Sedangkan kemiskinankategori dua; petanya agak rumit karena tidak mengelompok,terpencar-pencar. Proses pemiskinan dipicu oleh ketimpangan sosial, kebodohan, kemalasan, tiadanya lapangankerja dan PHK.Kantong-kantong kemiskinan perlu ditelusuri dari akarnyakarena hanya dengan mengetahui karakteristiknya, bisadiambil kebijakan, langkah dan terapi yang tepat. Padaprinsipnya kedua kategori tersebut harus sama-samamendapatkan akses pemberdayaan, baik yang dilakukan olehpemerintah maupun lembaga-lembaga donasi swasta.Kemiskinan tidak bisa dibiarkan berkarat, karena sangatterkait dengan keunggulan sebuah bangsa. Bangsa yangmiskin akan menjadi bangsa yang kurang gizi—karenamakanannya kurang protein, kurang vitamin, kurang mineral dan kurang karbohidrat—bodoh, lemah dan tidak punyaharga diri. Karena kecukupan gizilah yang akan membentukgenerasi baru yang kuat dan cerdas. Bilamana separuh darijumlah KKM atau 31juta anak mengonsumsi kadar kalori yangrendah, maka sejumlahitulah yang akan menjadi generasi baru yangtidak produktif lantaran bodoh, fisiknya lemah dan pemalas.Jika mata rantai initidak diputus, makaakan terjadi proses pemiskinan yang tiadahentinya, semakin bertambah dari tahun ketahun. Akibatnya,bangsa ini, mengutipistilah Bung Karno(presiden pertama),akan selamanya menjadi bangsa kuli yangtidak punya masa depan dan harga diri,meskipun sudah menjadi bangsa merdeka.Adakah kesadaran di antara para pemimpin Indonesiaseperti kesadaran para pemimpin Jepang pasca kekalahanPerang Dunia Kedua? Barangkali kesadaran itu belum adakecuali berebut jadi penguasa.Sebelum Perang Dunia Pertama, bangsa Jepang dicemooholeh lawan-lawannya sebagai bangsa kate yang minder aliastidak percaya diri. Cemoohan ini memicu para pemimpin fasismiliter untuk melawannya secara berlebihan, menjerumuskan bangsa Jepang ke dalam peperangan yang berkepanjangan. Para pemimpin generasi baru Jepang menyadarikesalahan para pendahulu mereka, melawan cemoohan itudengan kerja keras dan mengubah way of life bangsanya.Prioritas utama mereka, mengubah bangsa Jepang agartidak lagi menjadi bangsa kate. Mereka melancarkan programperbaikan gizi secara konsisten dan berkesinambungan.Artinya, para pemimpin Jepang berpikir dan bekerja kerasuntuk memberikan makanan yang cukup gizi kepada rakyatmereka. Hanya dalam dua dekade pasca perang (1942-1945),lahirlah generasi baru Jepang yang normal (tidak kate) dancerdas seperti adanya sekarang.Sekarang, apakah yang direncanakan para pemimpin Indonesia untuk mengubah kondisi bangsanya yang bodoh,lemah, malas dan rendah diri? Tepat seperti yang dipaparkanoleh Syaykh AS Panji Gumilang, para penyelenggara negaraperlu berpikir ulang untuk menyelamatkan bangsa ini. Perlumengkaji ulang program pembangunan yang bertumpu padapertumbuhan ekonomi, sementara puluhan juta rakyat kurang makan atau menyantap makanan asal kenyang tetapitidak bergizi.Maka para penyelenggara negara perlu mengubah arahpembangunan, memulai kembali dari awal: membangunpertanian untuk mencukupi pangan rakyat yang bergizi.Hanya dengan cara tersebut bisa lahir generasi baru yang kuatfisiknya dan cerdas otaknya. Generasi baru seperti itulah yangmampu membangun bangsa ini menjadi bangsa yang kreatifdan inovatif menghadapi perubahan zaman.Kurang MakanB