Page 59 - Majalah Berita Indonesia Edisi 28
P. 59
BERITAINDONESIA, 04 Januari 2007 59BERITA FEATUREfoto-foto para pejabat yang membeli suratkabar Zeta.Blancornelas dan rekan-rekannya segera paham akan kondisi yang mereka hadapi yaitu mereka harus membayar ‘mahal’ karena telah mengusik sindikatperdagangan obat bius di Tijuana. Lebihdari sekali, para sindikat itu mengingatkan agar Zeta berhenti menulis mengenaimereka, jika tidak, maka hal yang burukakan terjadi. Suatu malam, seseorangmenembaki kantor Zeta dengan senjatamesin untuk memperingatkan Zeta agarmenghentikan penyelidikan mereka.Pada tahun 1988, dua orang bersenjatamembunuh seorang reporter Zeta sekaligus pendiri surat kabar itu, Hector FelixMiranda, ketika dia mengendarai mobilnya menuju tempat kerjanya. Si pembunuh berhasil ditangkap dan dihukum,tetapi Blancornelas mengatakan bahwapolisi tidak pernah menemukan orangyang memerintahkan pembunuhan itu.Blancornelas menuduh seorang politikuslokal yang kontroversial berada di balikpembunuhan itu. Blancornelas menuduhnya karena salah satu pelaku pembunuhan itu bekerja bagi politikus itu sebagaipenjaga keamanan pribadinya.Si politikus membantah terlibat dalampembunuhan itu, tetapi sejak pembunuhan itu, halaman surat kabar Zeta menampilkan gambar Miranda satu halamanpenuh disertai pertanyaan, “Mengapapenjaga keamananmu membunuh aku?Pembunuhan kembali terjadi pada tahun2004. Kali ini yang terbunuh adalah editor surat kabar Zeta, Francisco JavierOrtiz Franco, yang menulis mengenaiperdagangan obat bius dan menyelidikipembunuhan Miranda. Blancornelasmengatakan, “Pedagang obat bius itu tahukalau mereka tidak dapat membeli kami,jadi mereka memutuskan untuk membunuh kami.”Setelah beberapa orang jurnalis matidibunuh oleh para pedagang obat bius dansebuah kantor surat kabar ditutup akhirFebruari yang lalu, beberapa surat kabardi sebelah selatan Meksiko memutuskanuntuk tidak melanjutkan penyelidikanmereka terhadap perdagangan obat bius.Blancornelas memahami tindakan itu,tetapi dia tidak menyetujuinya. “Ini bukankarena saya seorang pemberani, tetapikita berhutang kepada masyarakat atasinformasi mengenai apa yang sebenarnyasedang terjadi. Saya hanya melaporkankebenaran.”Berkat keberanian dan dedikasinya sebagai seorang jurnalis, pada tahun 1999, iamenerima penghargaan ‘World Press Freedom Prize’ dari UNESCO. Tahun 2002, iamemperoleh penghargaan dari InterAmerican Press Association berupa hadiahutama bagi kebebasan press, yang didalamnya tertulis, “Bahkan peluru tidakakan dapat menghentikan Blancornelas.Dia adalah simbol kehormatan dan teladanbagi semua jurnalis di seluruh Amerika.”Tahun 2005, Blancornelas mendapatpenghargaan jurnalisme tertinggi ‘DanielPearl Award for Courage and Integrity’ dariSouthern California University. Tahun1998, ia dianugerahi ‘Maria Moors CabotPrize’ dari Columbia University.Sejak usaha pembunuhan atas dirinya,Blancornelas menjadi satu-satunya jurnalis Zeta yang mendapat perlindungandari pemerintah. Kalangan FBI mengatakan kepadanya kalau mereka mengetahui2 kontrak pembunuhan terhadap dirinya.Pertama senilai 80.000 dolar Amerikadan satu lagi senilai 250.000 dolar Amerika, beserta instruksi: Tembak kepalanyakali ini.” Demi keselamatan jiwanya, iatinggal di rumahnya yang hampir menyerupai “penjara” karena dikelilingitembok setinggi tiga meter dan dijagaselama 24 jam oleh 15 tentara bersenjata.Dalam esai yang ditulisnya tahun 1999,ia mengatakan, “Saya hanya keluar rumahke kantor Zeta (tidak jauh dari rumahnya)lalu kembali ke rumah. Saya jarang terlihat di tempat-tempat umum. Saya hanyamelakukan wawancara via telepon. E-mailsudah menjadi media yang sangat membantu saya. Saya mengunjungi kota lainkalau memang harus. Ketika saya mengunjungi New York, saya harus dilindungi oleh petugas polisi New York. Saya tidak akan sanggup bertahan tanpa dukungan dari keluarga saya. Khususnya istrisaya yang memberikan segala dukungan.”Meskipun ia kehilangan sebagian kebebasannya, Blancornelas tetap optimis dengan hidupnya. Ia mengatakan tidak menyimpan kemarahan dan kebencian terhadap mereka yang berusaha membunuhnya tahun 1997. “Saya hampir mati olehsenjata mereka. Rekan saya mati. Sayapenganut Katolik; saat itu, Tuhan belummenginginkan aku mati. Oleh karena itu,saya yakin bahwa sindikat narkotika tidakakan membunuh saya. Saya tidak takut.Saya akan mati kalau Tuhan sudah menginginkan saya untuk mati.”Jurnalis pemberani yang pantang menyerah ini akhirnya mati namun bukanoleh senjata. Justru penyakit yang menggerogoti tubuhnya merenggut nyawanya,23 November 2006. DAP, MLPFrancisco Javier Ortiz Franco