Page 61 - Majalah Berita Indonesia Edisi 29
P. 61


                                    BERITAINDONESIA, 18 Januari 2007 61BERITA EKONOMItahan reformasi telah melakukan desentralisasi kewenangan dengan harapanmunculnya penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan transparandengan meningkatnya pengawasan publikdi daerah. Namun harapan itu justruberbalik arah, karena yang terjadi kemudian adalah desentralisasi korupsi.Salah satu contoh terbaru adalah korupsi temuan Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) di Kabupaten Jember sebesar Rp133,51 miliar atau 17,33% dari total DanaAlokasi Umum (DAU) kabupaten Jemberyang sebesar Rp 770,39 miliar. Hal inidikemukakan Ketua BPK Anwar Nasution, sebagaimana dikutip HarianKompas, Jumat (8/12), saat menyampaikan Ikhtiar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I 2006 Kepada Dewan PerwakilanDaerah (DPD) di Jakarta, Kamis (7/12).Sebelumnya, Ketua BPK juga melaporkan adanya pendapatan daerah, dana bagihasil, dan dana bantuan dari pemerintahpusat yang dikelola 44 pemerintah daerahyang tidak tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung, Rp3,03 triliun. Temuan itu dikemukakan Anwar Nasution dalam sidang paripurna DPRyang mengagendakan Penyerahan IkhtiarHasil Pemeriksaan Semester I tahunAnggaran 2006, di Jakarta, Selasa (28/11).Masih menurut laporan BPK, sepertidilansir Harian Kompas, Rabu (29/11),hasil pengujian subtanstif BPK menunjukkan sebanyak 60 daerah (provinsi,kabupaten, dan kota) telah mengendapkan dana senilai Rp 214,75 miliar. Sementara 77 pemerintah daerah memboroskankeuangan Rp 170,68 miliar.Di samping itu, sebanyak 23 Pemdamemiliki saham di bank atau perusahaandaerah senilai Rp 1,17 triliun namun tidakjelas dasar hukumnya. Sedangkan 23Pemda lainnya memiliki hak kuasa atasaset dan penyertaan modal di pemerintahdesa senilai 2,83 triliun namun danatersebut tidak dapat ditelusuri dan tidaktercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).Akutnya persoalan korupsi dan pengelolaan keuangan negara di Indonesia,sebenarnya telah diantisipasi dengan meningkatkan fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Namun, seperti halnyadesentralisasi, peningkatan pengawasandan penegakan hukum itu juga berbalikarah. Instansi dan institusi pengawasandan penagakan hukum, justru menjadibagian dari lingkaran korupsi.Hasil survey Global Corruption Barometer yang dilansir Harian Media Indonesia, Selasa (12/12) menunjukkan hal inidengan gamblang. Hasil survey menunjukkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),peradilan (pengadilan dan kejaksaan),kepolisian, dan partai politik merupakanlembaga terkorup di Indonesia padatahun 2006.Harian Media Indonesia dalam editorialnya menyikapi hasil survey itu sebagai sebuah paradoks. DPR yang seharusnya bertugas mengawasi eksekutif,justru terjebak dalam lingkaran korupsi.Demikian juga dengan pengadilan, kejaksaan dan kepolisian yang bertugasmemberantas korupsi, malah menjadisarang korupsi.Reformasi BirokrasiKorupsi, bagi banyak orang mungkinadalah masalah moral, namun substansiekonomi yang sesungguhnya adalahhitung-hitungan matematis tentang kesejahteraan rakyat. Selama korupsi masihmerajalela di tubuh pemerintahan, perbaikan indikator-indikator perekonomiansecara nasional, tetap tidak berdampakpositif terhadap kehidupan masyarakat.Salah satu pendekatan yang dapatdikemukakan adalah jumlah ProdukDomestik Bruto (PDB) Indonesia yangcukup besar. Jika dibagi dengan jumlahpenduduk, akan menghasilkan pendapatan perkapita sebesar 1.600 dolar ASper kepala per tahun. Namun, di tengahtengah peningkatan jumlah pendapatanper kapita itu, jumlah masyarakat miskindi Indonesia justru semakin bertambah.Ironi ini menunjukkan dampak burukdari missing link aparatur negara yangtidak mampu mengakselerasikan PDB yangtinggi terhadap tingkat kesejahteraan ratarata masyarakat. Di pihak lain, korupsitelah menciptakan ketidakmerataan ekonomi antarpenduduk. Di satu sisi, sebagianmasyarakat telah menjadi sangat kayakarena korupsi, dan di sisi lain korupsi telahmengakibatkan semakin banyak pendudukyang sangat miskin.Dalam artikel yang dimuat HarianKompas, Senin (13/11), Faisal Basrimenulis indikator-indikator governanceIndonesia sangat buruk. Empat indikatoryang paling buruk adalah pengendaliankorupsi, penegakan hukum, kualitasregulasi, dan efektivitas pemerintah.Untuk memperbaiki keempat indikatortersebut, tulis Faisal Basri, dapat dilakukan dengan reformasi birokrasi yangkomprehensif dengan mendayagunakanUnit Kerja Presiden untuk PengelolaanProgram dan Reformasi (UKP3R).Syarat mutlak dari keberhasilan reformasi birokrasi, tambah Faisal Basri,harus dimulai dengan membersihkanlingkungan terdekat Presiden dari orangorang yang tidak kredibel atau bermasalah. Semakin cepat Presiden bertindak menyingkirkan angggota timnyayang tidak punya integritas, semakinlapang jalan untuk melakukan reformasibirokrasi dan menegakkan tata kelola(good governance). „ MHekonomianperforma makroekonomi tidak terakselerasi dengan kegiatan ekonomi dalammasyarakat.Aparatur negara yang mengalami missing link dalam hal ini adalah seluruh jajaran pemerintah, segenap lembaga tingginegara, para menteri, kepala daerah,hingga jajaran pegawai negeri sipil, anggota Polri, maupun TNI. Kesemuanya, belum secara konprehensif memperlihatkandedikasinya sebagai pelayan publik.Masyarakat terjebak di dua pusaran karena perilaku buruk aparatur negara. Disatu pusaran, jajaran pejabat tinggi negarayang terlibat korupsi telah merampok kesejahteraan masyarakat, di mana korupsitelah mengurangi alokasi dana pembangunan untuk mendorong peningkatankesejahteraan masyarakat.Sementara di pusaran yang lain, jajaranaparatur yang langsung melakukan pelayanan publik, masih terus mempersulitmasyarakat dengan birokrasi yang berbelit-belit, lama, dan mahal demi keuntungan pribadi. Aparatur negara di setiap tingkatan pemerintahan, telah kehilangan roh pelayanan, sehingga tidakmampu menjadi instrumen untuk mengembangkan kesejahteraan rakyat.Korupsi telah menjadi perilaku yangsangat akut dalam birokrasi Indonesia,yang sangat sulit diberantas. PemerinIndonesia pada tahun 2006. foto: berindo wilson
                                
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65