Page 52 - Majalah Berita Indonesia Edisi 30
P. 52
52 BERITAINDONESIA, 01 Februari 2007BERITA TOKOHPontjo SutowoHanya Seorang ManajerIa dikenal sebagai manajer perusahaan. Tetapi sejak 1993sudah giat membangun peradaban baru dunia Islam diIndonesia, dengan memimpin Yayasan Festival Istiqlal.enjadi seorang manajerhandal dengan memilikihotel dan sejumlah perusahaan tak membuat PontjoSutowo lupa akan jati dirinya sebagaibangsa yang beradab dan berbudaya tinggi.Pontjo merasa tak mengerti mengapa duludirinya diangkat menjadi Ketua YayasanFestival Istiqlal, yang telah dua kali menyelenggarakan pameran kebudayaan dankonferensi cendekiawan muslim bertajukFestival Istiqlal di tahun 1993 dan 1995, saatitu ia bersedia saja menerima peran itusebab ia seorang manajer.“Saya bukan budayawan, dan sayabukan ahli agama, saya hanya seorangmanajer. Tugasnya manajer itu membuatthings happen he…he…he, supaya terjadi,” ucap Pontjo kepada wartawanBerita Indonesia Haposan Tampubolon dan Amron Ritonga, di The Sultan Hotel, Jakarta, Jumat (5/1). “Jadi citacita Festival Istiqlal juga bukan dari saya,(dari) banyak orang. Saya hanya membuatcita-cita itu menjadi kenyataan.”Di malam hari itu hati Pontjo tampakberbunga-bunga sekali. Inilah kemunculan dia kembali di tengah-tengah komunitas cendekiawan muslim, setelah sebelumnya disibukkan oleh urusan soalhukum. Di Golden Ballroom, The SultanHotel (ex-Hilton), miliknya, sedangberlangsung peluncuran buku “MENJADIINDONESIA, 13 Abad Eksistensi Islam diBumi Nusantara”. Di tengah tamu yangmembludak tampak hadir sejumlah tokohnasional seperti mantan Presiden GusDur, mantan Wapres Try Sutrisno, sejarahwan Taufik Abdullah dan Anhar GongGong, Ketua MK Jimly Asshidiqie, Pendeta Natan Setiabudi, mantan Menparpostel Joop Ave, mantan Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra, wartawan seniorRosihan Anwar, dan para politisi berlatarbelakang muslim.Buku berupa antologi tulisan dari parapenulis cendekiawan muslim, itu berisiperihal bagaimana memandang Islam diIndonesia sejak Aceh, Maluku hinggaKalimantan yang sudah membumi selama13 abad lebih, diterbitkan oleh penerbitMizan bekerjasama dengan Yayasan Festival Istiqlal. Dua cendekiawan muslimdan dikenal produktif menulis, Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas IslamNegeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, dan Ahmad Gaus AF, Direktur Center for Spiritually Leadership (CSL),tampil sebagai editor buku.Pasca peluncuran buku yang, direncanakan akan diterjemahkan ke dalambahasa Inggris dan Arab serta diadakanroadshow ke berbagai kota di Indonesiauntuk menyebarluaskan ide-ide yangtertuang dalam buku, Pontjo sudahmemiliki banyak agenda penting untukmenggiatkan kembali pelaksanaan Festival Istiqlal ke-3 dalam waktu dekat.Temanya pun sudah dipilih, “IndonesiaMemperkaya Peradaban Dunia”.“Saya kira, sebagai konsekuensi diadakannya Festival Istiqlal, dimana kitamenganggap bahwa budaya sebagai salahsatu aset yang penting dalam suatubangsa, yang untuk mengetahui jatidirinya terutama dalam era globalisasisekarang yang sarat dengan nilai-nilaibaru, perlu kita gali dan perkokoh. Pembangunan tidak cukup hanya tingkatinflasi tingkat kemajuan. Banyak tingkatkemajuan ekonomi kita capai tapi justrukemantapan jati diri kita menurun. Itumembuktikan bahwa keharusan untukitu,” jelas Pontjo, menjawab pertanyaanBerita Indonesia, apa yang menjadi idedasar penerbitan buku dengan judulmenggoda, “Menjadi Indonesia”.Kata Pontjo, Islam dan Indonesia sudahlama berkembang, tak kurang 13 abad,sehingga sudah selayaknya Indonesiaberbicara di kalangan dunia. “Kita janganmenjadi, dalam tanda petik, bermentalirlander, takut bicara. Kita muslim mustibicara, kita terbesar. Dan saya kiracendekiawan-cendekiawan kita cukupcerdas dalam mengupas segala keilmuan.”Keharusan untuk berbicara di tengahtengah dunia dimaksudkan Pontjo karenaera globalisasi sekarang banyak diisidengan konflik nilai-nilai. Entry ataupintu masuk untuk turut bicara adalahmenulis dan menerbitkan buku. “Sayakira penulisan buku inilah satu cara kitapikirkan untuk bisa memulai sesuatu,dimana saya harapkan cendekiawan IslamIndonesia berbicara dalam kalanganinternasional, dalam peradaban dunia,tidak hanya berbicara dalam konflik,kalau istilah Pak Komar dalam bilik-bilikkecil saja. Itulah kira-kira ide dasarpenulisan buku ini,” tambah Pontjo.Ketika memberikan sambutan di podium Pontjo menyampaikan harapan,melalui gerakan dan upaya-upaya Festival Istiqlal, termasuk dengan menerbitkan buku “MENJADI INDONESIA, 13Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara”, itu akan menggelitik, memberisemangat bagi cendekiawan Indonesiauntuk memberikan sumbangan kepadaperadaban dunia yang penuh konflikpada hari ini.“Apakah kira-kira Indonesia bisa mengusulkan pada dunia, tentunya bersamasama dengan para tokoh dunia, tokohtokoh agama lain, untuk membuat semacam ‘Piagam Madinah Abad 21’. Dimana ada semacam kesepakatan, bagaimana hidup berdampingan dari kelompok-kelompok yang berbeda dengancara-cara yang mulia, yang manusiawi,tidak dengan cara perdebatan yang tidakhabisnya memberi korban yang justrumenurunkan martabat manusia dalamkonteks itu,” urai putra mantan DirutPertamina, Ibnu Sutowo ini. HT/AMMfoto: repro tempo Pontjo Sutowo