Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 31
P. 31
BERITAINDONESIA, 15 Februari 2007 31BERITA NASIONALMenggugah Nurani DewanAksi demo mahasiswa dan massa di berbagai daerah sertakritik para pakar dan pengamat terhadap PP 37/2006 takmembuat kalangan DPRD bergeming. Mereka bersikukuhmenganggap itu haknya.ejumlah elemen masyarakat, termasuk LSM dan mahasiswa diberbagai daerah melakukan aksidemo. Mereka menuntut pencabutan PP 37/2006 tentang KedudukanProtokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD. Kritik dan saran pundilancarkan para pakar dan pengamatpolitik yang menganggap PP itu menggerogoti uang negara. Padahal sebagian besar masyarakat saat ini kondisinya masihterpuruk dan kehidupannya memprihatinkan.Namun semua itu seolah-olah dianggaptak bermakna. Dianggap sebagai angin lalu yang akan sirna dengan sendirinya . Keprihatinan masyarakat seakan tak mampumenggugah nurani anggota Dewan.Upaya Mendagri M.Ma’ruf menggelarpertemuan dengan pimpinan ketiga asosiasi DPRD (Provinsi, Kabupaten danKota), pada 22-23 Januari lalu di Jakartaterkait dengan rencana mengevaluasi PPtersebut belum membuahkan hasil optimal. Ketiga asosiasi DPRD itu bahkan secara tegas menolak gagasan untuk merevisi PP tersebut dan meminta pemerintahkonsisten dengan aturan yang dibuatnya.Mereka juga menolak tawaran pemerintah yang mengajukan usul pengelompokan daerah (cluster) sebagai dasar pemberian tunjangan. Alasannya, PP 37/2006sudah jelas mengatur soal itu. “Daerahngerti kok seberapa jauh kemampuannya.Tidak perlu dikelompokkan, biarlahdaerah yang menuntaskan,” ujar KetuaBadan Kerja Sama Pimpinan DPRDProvinsi se Indonesia Ade Surapriatna.“Kalau tiba-tiba dibuat cluster, banyakanggaran yang tidak akan sesuai. Banyakanggota DPRD akan tertangkap, ini akanseperti PP 110 lagi,” kata Ketua DPRDKabupaten Parigi, Sulteng, M.Nur Rahmatu yang juga Sekjen Asosiasi DPRDKabupaten.Ngototnya kalangan DPRD mendapattunjangan dana komunikasi di sampinggaji, agaknya juga tidak terlepas darikewajiban mereka mendanai kegiatanpartainya. Karena itu, Ketua DPRD KotaPekalongan, Salahudin, menyayangkansikap DPP partai-partai yang menolak PP37/2006. Sementara di sisi lain partaitetap mewajibkan kadernya di DPRDmenyetor sebagian gajinya. Salahudinsendiri mengaku harus setor 40 persendari Rp 6,3 juta pendapatannya ke PKB.Perang wacana antara kubu pro dankontra PP37/2006 pun makin sengit. Beberapa LSM, diantaranya Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)menganggap PP 37/2006 itu kontroversikarena membebani anggaran daerah. Namun hal itu dibantah oleh Asosiasi DPRDKota se-Indonesia. “Saya kira masyarakatbisa memandang itu secara proporsional,mereka yang mengaku sebagai pembelarakyat itu sebenarnya siapa,” ujar KetuaAsosiasi DPRD Kota se Indonesia SoeryaRespationo.Menurutnya, wacana yang dilontarkanoleh LSM di media massa membuat anggota dewan resah. Hal itu sama saja dengan memprovokasi masyarakat untuk tidak lagi percaya pada parlemen. “Seakanakan kami ini pengeruk uang rakyat,padahal kalau dibeberkan apa adanya,banyak juga LSM yang hilir mudik datangtiap hari ke kantor kami untuk memintabantuan dana,” katanya.Tudingan itu jelas dibantah keraspenolak PP 37/2006. “Ini adalah kemunduran bagi pembangunan demokrasi danpolitik. Ini merugikan mereka sendiri,”kata Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi YLBHI Taufik Basari.Menurut Taufik, resistensi LSM munculkarena kebijakan itu memperbesar peluang korupsi. “Di saat masih suburnyakemiskinan tapi dana di pos daerah malahdipotong untuk anggota DPRD. Ini ironis,” sesalnya. Dia pun meminta anggotadan pimpinan DPRD mempertimbangkansecara bijak luasnya penolakan masyarakat atas PP itu.Pakar Hukum Tata Negara UGM DennyIndrayana menilai penolakan kalanganDPRD atas revisi PP 37/2006 tersebutwajar. Karena revisi PP itu akan menggugurkan mimpi mereka untuk memperkayadiri dengan uang rakyat dari kas negara.Denny berpendapat, langkah Depdagrimeminta masukan dari kalangan DPRDdan Pemda terkait evaluasi PP tersebutsebagai langkah yang tidak tepat. “Langkah Depdagri keliru. Mereka bukan takboleh ditanya, tapi yang harus jadi pertimbangan utama adalah pendapat konstituen atau rakyat. Sebab para anggotaDPR adalah pihak yang penuh denganbenturan kepentingan untuk mempertahankan PP 37/2006 agar bisa memperkaya diri sendiri,” ujar Denny.Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi FHUGM ini mendesak pemerintah bersikaptegas. “Jangan dibiarkan berlarut-larut (ditangan Depdagri). Segera cabut saja PP37/2006 itu agar tidak terus menerusmenyakiti hati rakyat,” tandasnya. SPSMasyarakat berharap agar PP 37/2006 tidak dilaksanakan di tengah-tengah kondisi ekonomi yang sulit. foto: berindo wilson