Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 31
P. 26


                                    26 BERITAINDONESIA, 15 Februari 2007BERITA UTAMAbalita, dan kurang gizi, pada tahun 2001dia sudah berumur di bawah 25 tahun.Nah, kepada anak yang berumur 25 tahunyang kurang gizi ini, Ascobat berhipotesis,dia punya teori, pasti pendidikannya tidakbaik, pasti usaha ekonominya pas-pasan.Dan pada tahun itu muncul kerusuhanSambas, dan Sampit, yang dimulai dariAmbon sebetulnya. Baru dia cari, ternyatakok benar, daerah-daerah yang dilandakerusuhan rasial, dilanda perang etnikadalah daerah-daerah yang tahun 1980kurang gizi akut semua. Sehingga ketikaanak mudanya berumur 25 tahun, rongsong gampang diadudomba. Ada provokator sedikit saja, jalan, begitu Ascobat.Sama hubungan tingkat pendidikandengan kesejahteraan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Daerah-daerah ituadalah daerah minus Kalimantan Barat,Ambon, Jawa Timur sebagian besar. Datakerawanan pangan nyambung denganstudinya Pak Ascobat.Seharusnya, penanganan serius terhadap kelompok-kelompok yang perluditanggulangi itulah yang meningkatkanrespon bagaimana suatu kebijakan makrobisa direspon oleh sektor riil. Itu yangperlu disentuh dan dilaksanakan. Kalau2007 sudah ada arah ke sana, mungkintahun ini menjadi titik balik untuk me-linkantara moneter dan riil, antara fiskal danperbankan.Soal beras selalu saja berbedasikap dan kebijakan Deptan danDepdag. Demikian pula peran Bulogyang sudah bergeser. Bagaimanamenurut Anda kebijakan perberasan kita saat ini?Sudah rusak semuanya, terlebih dataperberasan. Cukup akut ketidaksinkronankebijakan karena sejak 1999 Indonesiasudah tidak memiliki kebijakan stabilisasiharga. Kalau ditanya apakah Anda maustabilisasi? mereka mau tapi instrumennya apa, tidak ada.Mereka mau karena kewajiban untukinflation targeting sebab beras berhubungan erat dengan pembentuk inflasi.Karena stabilization policy tidak adatentu saja tidak ada harga dasar, tidak adakewajiban pemerintah untuk membelisesuai yang ditetapkan, karena memangtidak ada. Dan tidak ada kewajiban bagiBulog untuk membeli gabah petani.Kewajiban Bulog setelah menjadi Perum hanya fokus kepada pembagian berasuntuk keluarga miskin. Jadi di atas, hargaberas tidak diamankan, bisa bergejolak. Dibawah harga gabah juga tidak diamankan.Kalau ditanya apakah pemerintah tidakpunya kebijakan? punya, ada di diktum 6Inpres No. 13/2005 yang bunyinya:pemerintah menjalankan stabilisasiharga. Sudah, itu, tidak jelas siapa yangbertanggungjawab, siapa mengamankanapa.Kalau orang-orang PDI Perjuanganmengatakan pemerintah tidak membelapetani, ada benarnya juga. Tapi kalaudikatakan pemerintah tidak membelapetani, mereka tidak mau dikatakan tidakmembela petani.Kalau Bulog mengatakan beras 250 ributon saya mau impor, siapa yang bisaklarifikasi. Kalau Ibu Mega pada 2004mengatakan saya swasembada, setelahBungaran, siapa yang bisa bantah. Sekarang beras kurang tidak ada juga yang bisamembantah karena memang tidak adatotal response dari food policy kita.Mungkin terlalu bias menganalisisberas padahal kita mengimpor gandung4 juta ton lebih, jagung hampir 1 juta,kedelai 1,2 juta ton tidak ribut. Berasimpor 150 ribu ton, seksi dia masukinterpelasi.Food policy harus dibenahi. Semuadosen ekonomi politik tahu bahwa itutergantung bagaimana mengolahnyamenjadi suatu kebijakan di tingkat politik.Kalau tidak bisa diolah tentu saja tidakakan ada perubahan.Beras, atention-nya luar biasa. Bahkanada yang berspekulasi, semua pemimpinIndonesia naik-jatuhnya karena beras.Pak Karno, Pak Harto, Gus Dur awalawalnya naik fokus ke sana.Pertanyaan terakhir, Pemerintahan SBY-JK masih belum berhasilmeningkatkan pendapatan masyarakat. Mengapa terjadi, apakah adahambatan berarti?Tidak nyangka, mungkin. Saya positivethinking mereka tidak nyangka sedahsyatitu persoalannya. Mengentengkan sebetulnya, kalau istilah main bola.Baru setelah dua tahun memerintah,naik 3 juta orang miskin, penganggurannaik. Terdapat 250 ribu orang yang tidakterserap, baru tersentak itu adalah persoalan serius.Tahun pertama mereka bulan madu kemana-mana. Tahun kedua masih belumsetle sehingga melakukan reshuffle. Reshuffle belum menunjukkan hasil apa-apakarena hanya ada tambahan Pak Boediono dan Pak Paskah, lainnya tukartukaran saja. Apa maknanya, janganjangan persoalannya leadership atauimplementatif, atau dua-duanya terjadi.Kalau negative thinking-nya, memangsangat berat persoalan yang dihadapi Indonesia sehingga di implementasinyasangat sulit. Bahkan mungkin para menteri sulit menterjemahkan visi misi presiden sehingga semua business as usual.Departemen-departemen mengajukanAPBN, APBD ribut sendiri kupas sanakupas sini.Sepanjang belum ada perubahan besardalam administrasi, manajemen pemerintahan dan kebijakan, mungkin agaksulit kita berharap. Tapi kita masih sarankan supaya mereka benar-benar melakukan perubahan substansial. Saya tidak mengatakan apakah harus melakukanreshuffle atau apa, tapi perubahan harusdilakukan. Dibutuhkan kerja keras, tapiapakah mampu melakukan kerja keras itusekarang? Kalau tidak, kita realistis,jangan berharap terlalu banyak. „ HTWartawan Berita Indonesia mewawancarai Bustanul Arifin. foto: berindo amron
                                
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30