Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 31
P. 20
20 BERITAINDONESIA, 15 Februari 2007BERITA UTAMAMakro Membaik KenapKondisi perekonomian Indonesia mengalami anomali, tidak bisa dekonomi. Makro ekonomi stabil, tapi sektor riil macet. Dampaknyrakyat kecil menurun. Dua bank pelat merah, setelah memarkir dakredit lebih besar untuk sektor riil.ngka yang sungguh fantastis.Sekitar Rp 200 triliun danabank-bank, termasuk bankmilik negara, parkir dalambentuk Sertifikat Bank Indonesia. Tanpaberbuat pun, bank-bank tersebut bisamenikmati bunga SBI yang relatif lebihtinggi dari bunga deposito. Namun banksentral harus menghadapi bumerangpenyiapan dana Rp 20 triliun untukmembayar bunga uang yang parkir tersebut.Pengamat ekonomi yang juga anggotaDPR, Didik J. Rachbini, melihat persepsipemulihan ekonomi makro begitu menonjol, memicu terjadinya kontraksi sehingga dana perbankan tersedot oleh SBI.Didik, anggota Komisi XI yang membidangi masalah ekonomi keuangan, mengakui memang ekonomi makro sudahstabil, dampak dari sukses kebijakan moneter. Namun yang dipersoalkan, kenapasektor riil masih terpuruk.Politisi yang juga Guru Besar FakultasEkonomi Universitas Mercu Buana (FEUMB) Jakarta, itu menandaskan kendatiterjadi penurunan BI Rate hingga 300basis poin, tingkat SBI relatif masih lebihtinggi dari bunga deposito. Tidaklah salahapabila pilihan pemilik dana masih ke SBIdan deposito, bukan ke sektor riil yangsangat berisiko.Didik yang juga pernah berkecimpungdi INDEF, melihat bahwa sektor riil danperbankan belum bergerak maju, lantarankebijakan sepihak. Sektor riil ditinggalkan, tepatnya dikorbankan, karenainstrumen suku bunga yang digunakanuntuk menjaga stabilitas makro ekonomitidak seiring dengan kebijakan fiskal,sektor riil bisa saling membunuh.“Jadi, stagnannya sektor riil merupakandampak negatif langsung dari kebijakanmoneter yang ketat dan sepihak,” kataDidik kepada Berita Indonesia.Didik juga sependapat bahwa tingginyaangka pengangguran terbuka lantarantidak bergeraknya sektor riil. Akibatnya,penyerapan tenaga kerja rendah, menyisakan tingkat pengangguran yangtinggi. Lantas dia mengedepankan tigasaran untuk menggerakkan sektor riil,meningkatkan daya beli masyarakat danmenekan angka pengangguran.Pertama, kebijakan kontraksi harusdiperlonggar tanpa mengorbankan stabilitas makro. Kedua, rekonsiliasi fiskal-moneter. Ketiga, BI terlalu kuat, karena ituUU tentang Bank Indonesia (Nomor 3/2004) perlu diamandemen.Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PDIP diDPR, setuju dengan gambaran “nyata”ekonomi makro yang sudah stabil, tapisektor riil dan perbankan belum bergerakmaju, pengangguran tinggi, daya belimasyarakat rendah, dan harga-hargakebutuhan pokok naik.Kondisi yang nyambung tersebut, menurut Tjahjo, kontradiktif dengan keberhasilan finansial yang dicapai Bursa EfekJakarta (BEJ), mencatat prestasi terbaikketiga di Asia. Selama tahun 2006, IHSGmengalami kenaikan lebih dari 50%,bertengger pada level 1.805. Pencapaianini, kata Tjahjo, masih akan terus berlanjut kalau rupiah stabil, inflasi terjaga, danterjadi marjin besar di sektor keuangan.Tetapi untuk menggerakkan sektor riil,Tjahjo memberi saran yang berbedadengan Didik. Dia membenarkan kebijakan moneter ketat yang diterapkan BIagar tidak merusak pasar. “BI harus berpikir lebih keras untuk mendorong penyaluran kredit atau bank lending, jugamenjadikan bank kuat dan sehat,” kataTjahjo.Tjahjo juga menyarankan agar ekonominyata bergerak, dan fenomena ekseslikuiditas akibat optimalitas kebijaksanaan moneter, bisa teratasi. Hal-hal yangtertunda dan tantangan baru harus diselesaikan. “BI, mestinya juga pemerintah,DPR, institusi lain, dan dunia usaha harusbekerja seperti itu,” kata Tjahjo.Saran lain dari Tjahjo, BI mesti memiliki perangkat untuk mengatur keluar masuknya devisa. Saat ini yang diatur, kalaukeluar hanya rupiah, sedangkan yangmembawa keluar-masuk dollar tidak dilarang. Tak salah jika menyebut kebijakanAKantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta.