Page 18 - Majalah Berita Indonesia Edisi 31
P. 18


                                    18 BERITAINDONESIA, 15 Februari 2007BERITA UTAMAPengentasan Kemiskinan alaKeluarga miskin diberi kesempatan mengentas dirimereka sendiri. Bisa sukses. Model ini dilaksanakan diIbukota Jakarta dengan meluncurkan dana bergulir. DanaRp 390,8 miliar bergulir di antara 346.863 warga ibukotayang tergolong miskin. Nilai akumulasi menjadi Rp 517miliar, digulirkan kembali ke keluarga miskin lainnya.enarkah kaum miskin itu memiliki potensi untuk bisa mengentaskan diri dari kemiskinan? “Sangat bisa,” kata Hernando de Soto, pakar teori pengentasankemiskinan dari Amerika Latin dalampresentasinya di depan publik Indonesiadi Jakarta beberapa waktu lalu.Optimisme de Soto berlandaskan sebuah keyakinan bahwa kaum miskin sebenarnya punya potensi dan aset. Hanyasaja mereka tidak dapat mengaksesperbankan, sehingga tidak dapat bangkituntuk mengentas diri mereka dari jeratankemiskinan.Mungkin Muhammad Yunus, penerimaNobel dari Bangladesh tidak pernahbelajar dari de Soto. Namun dia berhasilmembangkitkan jutaan warga miskin dinegerinya menjadi sebuah potensi ekonomi dan keuangan yang luar biasa. Puluhan tahun, lewat bank miliknya, Grameen Bank, Yunus mengucurkan kreditusaha kecil tanpa agunan untuk kaumpapa Bangladesh. Pinjaman itu tidakhanya mengentas kaum miskin, tetapimenjadikan mereka sebagai potensiekonomi negara. Yunus sukses sehinggameraih hadiah Nobel untuk bidang ekonomi-keuangan.Jakarta, meski tidak memiliki tokohseperti Yunus, mempunyai GubernurSutiyoso yang menyalurkan bantuankredit tanpa agunan kepada orang-orangmiskin.Gubernur DKI Sutiyoso, sebagai kepaladaerah memang berkewajiban memperbaiki kesejahteraan warganya. Dia menyodorkan konsep dan program pengentasan kemiskinan menurut versinya sendiri. Setelah disetujui DPRD, konsep inisekaligus dilandasi payung hukum untukmemutar roda kemiskinan agar tidaktetap di bawah. Konsep tersebut diberinyanama: Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK).Pengentasan kemiskinan ala Sutiyosomemang berbeda dari program nasionalatau daerah-daerah lain. Tetapi sejakdiprogramkan tahun 2001 sampai sekarang, jumlah dana yang dikucurkan sudahmencapai Rp 676,15 miliar. Sutiyosomenempuh tiga cara pendekatan aliastribina.Pertama, sebesar 60% dari anggaranPPMK dimanfaatkan untuk bina ekonomi,yaitu digulirkan sebagai pinjaman modalusaha tanpa agunan, uang jasa pengembalian satu persen. Sasaran utama, wargamiskin atau prasejahtera, dengan pinjaman antara Rp 200.000 sampai Rp 5 juta,sesuai dengan kriteria usaha yang dijalankan.Kedua, bina sosial mengambil 20% darijumlah anggaran PPMK. Dana ini dimanfaatkan untuk pelatihan warga, terutamamereka yang tidak memiliki keterampilan,dilatih menjadi sumberdaya manusiayang siap kerja atau siap berwirausaha.Ketiga, bina fisik menyerap 20% anggaran PPMK, sebagai pelengkap dari kedua pembinaan tersebut. Fokusnya padapemulihan lingkungan, terutama perbaikan jalan ekonomi warga yang rusakdalam skala mikro dan tidak terjangkauoleh program Dinas Pekerjaan Umum.Awalnya PPMK ala Sutiyoso, sepertiprogram-program lainnya, bertabrakandengan berbagai kendala. Gula yangditabur di tengah masyarakat kelurahanyang mengalami krisis langsung jadirebutan. Semula mereka menganggapPPMK sama dengan model bantuan sosialsebelumnya, seperti JPS, IDT, P2KP atauBLT (sedekah tunai).Pemerintah DKI Jakarta, lewat BadanPemberdayaan Masyarakat (BPM) selakupembina, menyerahkan tanggung jawabpengelolaan dana tersebut pada semuaorganisasi kemasyarakatan di tingkatkelurahan sebagai pelaksana tugas PPMK.Program ini tidak lagi didikte dari atas,tetapi lahir dari aspirasi arus bawah (bottom up).Lurah dan Ketua Dewan Kelurahan(Dekel) berperan sebagai kordinatorpengelolaan. Sedangkan Tim PelaksanaKegiatan (TPK) tingkat Rukun Warga(RW) memberi jaminan atau rekomendasibagi warga miskin yang mengajukanpinjaman PPMK. Pengawasan dilakukanoleh LSM dan mitra dari perguruan tinggi.Sedangkan administrasi keuangan dikelola oleh Unit Pengelola KeuanganMasyarakat Kelurahan atau UPKMK danTPKRW. Audit keuangannya dilakukansetahun sekali oleh Badan PengawasanDaerah (Bawasda) dan Bawasko.Sutiyoso melangkah dengan benar.Dana PPMK yang dikucurkannya sampaitahun 2006, telah mewujudkan pembangunan prasarana pemberdayaan ataupengentasan kemiskinan, bukan sematamata dari sisi kelembagaan saja, tetapiyang terpenting, terbangunnya “prasarana mental” masyarakat. Masyarakatkelurahan akan terdidik dengan tanggungjawab, dapat berorganisasi dan berinteraksi dalam lembaga. Mereka bisa menyusun rencana, mengidentifikasi masalah dan melaksanakan program. Masyarakat yang memanfaatkan, khususnyakaum miskin, terbina memanfaatkanpinjaman bergulir tersebut bukan untukkeperluan konsumtif, tapi sebagai modalusaha agar mereka keluar dari jeratkemiskinan, dan secara pasti membangunkeluarga yang sejahtera.Pada masa-masa awal, program terseBBantuan: Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyerahka
                                
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22