Page 44 - Majalah Berita Indonesia Edisi 33
P. 44
44 BERITAINDONESIA, 15 Maret 2007BERITA NASIONALTanah untuk RakyatPresiden berjanji mendistribusikan tanah untuk rakyatmiskin. Momentum membangkitkan kembali land reformini harus dicermati dan dioptimalkan. Kalau tidak, hanyaakan jadi mimpi yang menggantung di bibir langit.da secercah harapan bagimasyarakat miskin, khususnya para petani. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) di era pemerintahannya akanmemperhatikan kehidupan warga masyarakat yang secara ekonomi terpinggirkan.Dalam pidato awal tahun (31/1) SBYberjanji mulai tahun 2007 ini secarabertahap melakukan program reformaagraria atau pendistribusian tanah untukrakyat. “Inilah yang saya sebut sebagaiprinsip “tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat,” ujarnya saat itu.Pembagian tanah ini dinilai pentinguntuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kenyataan selama ini menunjukkan,sebagian tanah negara dimanfaatkan perusahaan besar yang mengembangkanperkebunan dan pertambangan. Hanyasebagian kecil yang digunakan rakyat miskin. Selama 43 tahun (sejak 1961-2004),tanah negara yang didistribusikan kepadarakyat hanya 1,15 juta hektar.Kebijakan reforma agraria dilakukandengan mengalokasikan tanah bagi rakyatmiskin yang berasal dari hutan konservasidan tanah lain yang menurut hukumpertanahan boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Dalam rangka reformaagraria, pemerintah juga akan membebaskan pengurusan sertifikat 110.000bidang tanah.Pernyataan kepala negara tersebutmenjadi semakin bermakna karena Indonesia hingga saat ini masih dikenal sebagai negara agraris. Penduduknya yangmendekati 250 juta orang, sebagian besartinggal di pedesaan dan menggantungkanhidupnya di sektor pertanian. Namun,berdasarkan data Badan Pusat Statistik,terutama di Pulau Jawa, para petani memiliki lahan pertanian relatif sangat minim.Rata-rata hanya 0,25 hingga 0,5hektar. Bahkan banyak petani yang berstatus sebagai buruh tani, karena tidakmemiliki lahan untuk digarap.Kondisi seperti ini tak memungkinkanpetani berlahan sempit menggantungkanhidup sepenuhnya dari hasil pertanian. Taksedikit di antaranya mengadu nasib kekota-kota, termasuk ke ibukota, Jakarta.Karena tanpa bekal ilmu dan keterampilanyang memadai, mereka bekerja serabutan,mulai dari kuli bangunan, tukang becak,tukang ojek, penjaga toko, pembantu,pedagang eceran dan sebagainya. Ketiadaan tempat tinggal membuat merekabermukim di tempat yang tidak semestinya. Mendirikan gubuk-gubuk di bantarankali dan di kolong-kolong jalan tol. Kehidupan para urban yang tidak nyaman danjauh dari sejahtera itu di sisi lain juga menimbulkan permasalahan sosial di ibukota.Pemerintah bukan tidak memahamipermasalahan ini. Sejak pemerintahanPresiden RI pertama, Ir.Soekarno, telahdiupayakan pendistribusian tanah kepadapara petani dan rakyat miskin yangdikenal dengan sebutan kaum Marhaen.Kebijakan land reform itu digulirkandengan menerapkan UU Pokok AgrariaNo.5 tahun 1960. Tapi dalam pelaksanaannya terjadi kontraproduktif. Timbulgesekan dan konflik antara yang pro dankontra yang semakin diperparah olehadanya polarisasi ideologis-politis massarakyat yang terkotak-kotak secara ideologis dan partisan.Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pembagian tanah kepada petani dilakukan melalui program transmigrasi.Tiap kepala keluarga transmigran mendapat rumah serta tanah seluas dua hektarserta jaminan hidup selama setahun.Namun kegiatan ini belum mampu mengangkat harkat hidup dan kesejahteraankeluarga petani yang jumlahnya jutaansecara tuntas.Kini di era pemerintahan Presiden SBY,langkah tersebut kembali dilakukansetelah sempat surut di era PresidenB.J.Habibie, Abdurrahman Wahid danMegawati. Ibaratnya, Presiden menegakkan kembali batang yang tumbang.Kepala Badan Pertanahan NasionalJoyo Winoto menyatakan, pemerintahakan melaksanakan reforma agraria pada2007 hingga 2014. Untuk tahap awaldialokasikan 8,15 juta hektar untukdiredistribusikan.Joyo Winoto sbagaimana diberitakanKompas (12/2) telah mengadakan koordinasi dengan berbagai instansi terkait,termasuk dengan Kejaksaan Agung danMahkamah Agung. “Kami membahas jugapersoalan yang berkaitan dengan sengketadan konflik pertanahan,” paparnya.Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Usep Setiawan, menyatakan, kebijakan presiden SBY ini perlu didukungjajarannya dengan persiapan yang lebihmatang. Termasuk mempelajari kegagalan di masa lalu agar tidak mengulangikesalahan yang sama.Dalam tulisannya di Kompas (23/2)Usep juga menekankan perlunya ketegasan dan konsistensi presiden serta keterlibatan pemerintah daerah, gubernur,bupati/wali kota dalam menggulirkanprogram ini.Menurutnya, kemauan Presiden SBYmemulai reforma agraria merupakanmomentum baru yang harus dioptimalkan. Karena kita tak tahu kapan momentum berulang. “Begitu momentum menguap, mimpi reforma agraria patutdigantungkan kembali di bibir langit,”tulisnya. SPAPresiden SBY: Akan mendistribusikan tanah untuk rakyat miskin foto: berindo wilson