Page 18 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 18
18 BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007BERITA UTAMApunya alasan sendiri, karena Indonesiamemproduksi lebih kurang 30 juta tonberas setahun dan konsumsinya segitujuga. Jika setiap orang menghemat 100gram seminggu, maka penghematan,misalnya oleh 100 juta orang, bisa menghasilkan surplus 5,4 juta ton setahun.Kesra PetaniKesejahteraan di tingkat para petani,menurut Nainggolan, diukur dari sanggupatau tidak sanggupnya mereka menyekolahkan anak sampai ke sekolah lanjutanatas (SMA). Mereka tidak perlu memilikibarang mewah, seperti motor, kulkas ataubarang mewah lainnya.Apakah mereka hanya bisa mengandalkan lahan yang mereka miliki itu akan bisamenuju sejahtera? “Tidak bisa,” jawabNainggolan. Karena itu, di atas lahan itumereka bisa beternak ayam, ikan dansayur-sayuran. Lahan itu harus terusberproduksi. Kalau musim hujan, karenabanyak air, sawahnya ditanami ikan. Duabulan kemudian sudah bisa dipanen, dankembali ditanami padi.Ekstrimnya, di tingkat petani ketikamusim panen tiba, harga turun, membuatmereka tidak betah menanam padi. Tetapimereka punya hak prerogatif untukmenanam apa saja yang mereka kehendaki, tanpa ada pihak mana pun yangbisa menekan mereka tetap menanampadi. Artinya, bilamana dia sudah mendapatkan sumber penghasilan yang lebihlayak dari padi.Persoalannya, bagaimana melipatgandakan produktivitas. Karena hal tersebut akan membawa perubahan cepatterhadap pendapatan petani. Di Sumaterabanyak kebun sawit. Petani setiap minggupanen sawit. Dari hasil perkebunan sawit,mereka sanggup menyekolahkan anak.Petani baru bisa sejahtera jika memilikimasing-masing dua hektar lahan. Dibawah itu, misalnya 0,5 hektar, tergolongpetani gurem.Ketahanan pangan mesti dilihat darirumah tangga. Seluruh dunia melakukanpanca usaha tani: pengolahan, pemupukan, bibit unggul, bimbingan dan kreditbank. Di Indonesia diberlakukan padatanaman padi. Sedangkan di India padatanaman gandum. Padi umumnya dilakukan di Asia Tenggara, seperti Indonesia,Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam,Laos dan Myanmar.Kerawanan pangan tidak hanya padafaktor produksi, tetapi juga pada faktordistribusi dan konsumsi. Jadi bukanhanya pola produksi, tetapi juga distribusidan konsumsi. Citra ketahanan pangantergantung sepenuhnya pada produksi,menurut Nainggolan, merupakan asumsiyang keliru.Menurut Nainggolan, rawan panganterjadi bilamana sebuah rumah tanggatidak memiliki pendapatan. Singapuratidak pernah menanam padi, tetapi disana tidak terjadi rawan pangan, karenasetiap rumah tangga mampu membeliberas atau nasi. Singapura bisa membelidari Indonesia, Thailand atau Malaysia.Soalnya, mereka punya uang.Masalah kedua, distribusi. Tak pentingberas diimpor atau diproduksi dalamnegeri, yang penting tersedia. Kemudiankonsumsi. Tak soal bilamana punyapendapatan. Yang penting ada uang.Kalau miskin atau menganggur, potensialterjadinya rawan pangan.Ninggolan pernah belajar di AS selamaempat tahun. Anaknya memperolehjaminan sosial karena orangtuanya berpenghasilan di bawah US$ 1,000 sebulan,tergolong miskin. Sewaktu istrinya melahirkan, anaknya jadi orang Amerika,dan dikasih subsidi, misalnya, makanantambahan. Jadi di AS, sejak lahir anak itusudah diperhatikan oleh negara. Diberimakanan bergizi supaya suatu saat bisamenjadi orang hebat.Di Indonesia, anak kurang gizi dibiarkanbegitu saja. Perhatian datang dari pemerintah begitu ramai diberitakan di televisidan suratkabar. Namun buat masyarakatyang jauh dari jangkauan media massa,tentu lewat begitu saja. MH, RON, SHJumlah beras operasi pasar tidak mencukupi dan warga harus rela mendapat lebih sedikit.