Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 21
BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007 21BERITA UTAMAmesin penghasil uang bagi penguasa.Sebagai mesin uang, Bulog bebas melakukan apapun. Tetapi Bulog juga dijadikansapi perah. Siapapun penguasanya bebassaja mengeruk uang dari Bulog.Rahardi Ramelan dan Bustanil Arifinhanyalah contoh dua nama mantan Kepala Bulog, yang pernah terungkap berperan sebagai juru bayar bagi kepentinganpolitik.Pada masa Orde Baru, Bulog tak bisadilepaskan dari hegemoni Keluarga Cendana. Tahun 1990, misalnya, Kepala BulogBustanil Arifin pernah mengeluarkanuang kas Bulog kepada Bambang Trihatmojo, putra Pak Harto untuk membelitanah seluas 4.000 meter persegi milikBambang. Padalah nilai tanah ditaksirternyata kurang dari Rp 2 miliar.Melewati masa Orde Baru, persoalanyang dihadapi Bulog sama saja tak sedikitpun bergeser. Bulog di era reformasi saatini malah mengalami posisi yang sangatdilematis.Menjadi kuda tunggangan bagi penguasa dengan risiko dicerca masyarakat,atau melindungi petani tetapi denganrisiko yang juga tak kalah sengitnya daripenguasa.Bulog diobok-obok bukan oleh siapasiapa melainkan oleh kepentingan yangsaling bertabrakan. Bulog tak kuasabersikap independen apalagi untuk membela petani.Setelah Rapat Koordinasi Terbatas Perberasan akhir Februari lalu, yang dipimpin oleh Wapres Jusuf Kalla memutuskanimpor beras 500 ribu ton tiba-tiba tersiarkabar ada surat dari Menteri PerdaganganMari Elka Pangestu, bernomor 208/MDAG/2/2007 tanggal 28 Februari 2007.Ini, kelanjutan dari surat Mari sebelumnya tertanggal 14 Februari 2007, Nomor138/M-DAG/2/2007 yang menugasiPerum Bulog impor beras satu juta ton.Di situ disebutkan, impor sebanyak 500ribu ton diantaranya direalisasikan sampai Maret 2007, sisanya 500 ribu tonbersifat opsional.Surat terbaru Mari ini ditembuskankepada Presiden, Wakil Presiden, MenkoPerekonomian, Menko Kesra, dan Menkeu,isinya adalah tentang perubahan suratsebelumnya Nomor 138/M-DAG/2/2007.Mari menyurati, dari 500 ribu ton berasyang akan diimpor hingga Maret 2007,sebanyak 200 ribu ton diantaranya dapatdikerjasamakan dengan pihak swasta.Menko Kesra Aburizal Bakrie turut pulaaktif bermain di Bulog. Tanggal 28Februari 2007 itu juga ia berkirim suratkepada Presiden, bernomor B.32/Menko/Kesra/II/2007 perihal Laporan Pelaksanaan Impor Beras.Isinya biasa-biasa saja. Menko Kesradan Menko Perekonomian disebutnyamempersiapkan rencana impor berasuntuk memenuhi stok beras nasional diPerum Bulog untuk menghadapi masapaceklik November 2007 hingga Februari2008. Bulog, menurutnya, harus mempunyai stok beras dua juta ton agar tetapbisa melakukan stabilisasi harga.Tetapi sebelum itu, Ical, begitu MenkoKesra ini biasa dipanggil, rupanya sudahberkirim surat kepada Menteri KeuanganSri Mulyani Indrawati pada tanggal 23Februari.Dalam surat bernomor B.29/Menko/Kesra/II/2007 Ical meminta penurunanbea masuk impor beras untuk pengapalanhingga 31 Mei 2007 diturunkan, dari Rp450 menjadi Rp 200 per kg. Usul permintaan itu didasarkan Ical atas hasilrapat bersama Menteri Mari, Kementerian Koordinator Perekonomian, DirekturUtama Perum Bulog, dan BPS padatanggal yang sama.Usul Ical hingga kini masih ditolakMari. Demikian pula oleh Bulog. Penurunan itu, “Sementara ini belum perlu,” kataMari, yang memastikan usul Ical belumdiprosesnya lagi. Bambang Budi Prasetyo,Direktur Operasional Bulog mengatakan,jika penurunan bea masuk dikenakanpada beras impor kualitas broken 5 persen(IR 64 kualitas I) atau broken 10 persen(IR 64 kualitas II), akan berpengaruhterhadap harga pembelian pemerintah(HPP) atas beras broken 20 persen (IR 64kualitas III).Menyaksikan gonjang-ganjing karenafaktor kepentingan yang saling bertabrakan atas impor beras oleh Bulog,Ketua Dewan Pertimbangan Organsasi(DPO) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Siswono Yudo Husodo menelisik peran Menko Kesra AburizalBakrie.Siswono bisa mengerti kekhawatiranproduksi beras 2007 tidak akan mencapaitarget. Tetapi dipertanyakannya, mengapa surat usul impor beras datangnya dariMenko Kesra, bukan dari Menko Perekonomian. Siswono memberi catatan,stok Bulog semata-mata bukan berasaldari impor tetapi dari produksi beraspetani.Senada dengan Siswono, Ketua Komisi XI DPR Didik J. Rachbini mengatakan, politik beras yang terbaikadalah politik untuk melindungi petanidan meningkatkan produktivitas petani.Karena itu, usaha ke arah swasembadapangan mesti dilakukan, meskipunbelum bisa dicapai 100 persen. “Perlindungan terhadap petani dilakukandengan kebijakan buffer, menyerapproduk gabah petani ketika panen rayasehingga harganya memadai,” ujarpolitisi asal PAN ini.Politik beras yang kedua versi Didikadalah untuk konsumen, terutama jikaterjadi kelangkaan maka Bulog harusmenyimpan beras dari hasil pembeliannya kepada petani pada waktu panenraya.“Kebijakan impor adalah pilihan terakhir, jangan dilakukan sembaranganseperti waktu yang lalu dengan dasarpengaruh pemburu rente di sekitar pengambil keputusan,” jelas Didik yang jugaKetua Yayasan Wakaf Paramadina ini.“Yang utama politik beras adalah untukpetani, suatu golongan masyarakat bawah, yang memerlukan kebijakan agarharganya layak.”Selama Orde Baru sekalipun saratdengan perilaku korup, Bulog bagaimanapun berhasil menjalankan perandalam hal stabilisasi harga, distribusi, dansebagai lumbung beras nasional. Tetapikini walau aroma korupsinya tetap takhilang, Didik J. Rachbini membericatatan khusus soal Bulog. MenurutnyaBulog perannya gagal secara institusionalmaupun secara program. HTAkbar Tandjung Siswono Yudo Husodo