Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 25
BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007 25BERITA UTAMAKepala Badan Ketahanan Pangan, Kaman Nainggolan:“Kita Harus Cerdas Melihat Persoalan” “Kita Harus Cerdas Melihat Persoalan” “Kita Harus Cerdas Melihat Persoalan”Permasalahan ketahanan pangan harus dilihat secarajernih. Tidak sedikit kalangan yang melihat ketahananpangan dari satu sudut pandang saja. Dalamkenyataannya, berbagai persoalan saling kait mengait danmemengaruhi kekuatan atau kelemahan sistemketahanan pangan. Ketahanan pangan berkaitan eratdengan produksi, pola konsumsi, hingga distribusi.ntuk mengetahui bagaimanaperforma ketahanan pangan,berikut ini kami sajikan hasilwawancara khusus Berita Indonesia, Maruasas Henry dan AmronRitonga dengan Kepala Badan Ketahanan Pangan, Dr. Ir. Kaman NainggolanMS.Bagaimana Anda menggambarkan ketahanan pangan?Ketahanan pangan banyak disalahartikan. Di era 1960-an, dunia dilandapesimistis karena takut dengan ancamankelangkaan pangan, seperti teori RobertMalthus. Pada akhirnya, teori Malthusiansangat kuat memengaruhi konsep ketahanan pangan hingga sekarang. Malthusmengatakan, pertumbuhan pendudukberdasarkan deret tambah, sedangkanpertambahan produksi berdasarkan deretukur, hingga ancaman kelaparan tidakdapat dihindarkan karena jumlah penduduk lebih besar dari jumlah makanan.Sampai sekarang, teori Malthus masihkerap menghantui kita. Ini juga memengaruhi konsep ketahahan pangan,dimana ketahanan pangan dianggap samadengan produksi. Ternyata, persoalanketahanan pangan bukan hanya persoalanproduksi. Sebagai contoh, kalaupun adaproduksi, tetapi tidak ada distribusi yangbagus, orang tidak memiliki akses untukmembelinya.Menurut saya, justru akses itu yangterbaik, yakni orang memiliki uang dikantongnya. Oleh karena itu, kalau tidakada pendapatan, di situlah muncul rawanpangan. Di Singapura, produksi panganlokal tidak ada, tapi tidak ada rawanpangan di sana? Mereka membeli dariIndonesia, Thailand, Malaysia sehinggatidak ada rawan pangan walau satu petakpadi pun tidak ada di sana.Jadi, subsistem pertama dari ketahananpangan adalah ketersediaan, subsistemkedua distribusi, dan subsistem ketigaadalah konsumsi atau food acces. Yangpenting dalam subsistem ketiga ini adalahuang di kantong. Tidak ada uang tidak bisamakan. Maka, kalau masyarakat banyakpengangguran, itu akan berpotensi menimbulkan rawan pangan. Di AmerikaSerikat, masalah ketiadaan akses panganini diantisipasi dengan social security.Sewaktu saya belajar selama 4 tahun disana, saya dianggap miskin karena pendapatan saya tidak sampai US$ 1.000.Ketika anak saya lahir di sana dan menjadiwarga Amerika, pemerintah AS memberisubsidi hingga makanan tambahan. Itulahyang disebut dengan food steamp atau diIndonesia disebut raskin (beras untukrakyat miskin). Pemberian steam fooddikasih dengan kupon.Bagaimana dengan ketahananpangan Indonesia?Kalau saya, selalu mengatakan Indonesia surplus pangan. Tapi ketika itu sayaungkapkan, semua orang kaget. Sayadisangka bercanda atau disangka gila.Kenapa saya bilang begitu, tentu adaalasannya. Produksi setara beras kitasekitar ±31 juta ton/tahun, yang kitamakan hampir sebesar itu juga, bahkanproduksi cenderung lebih besar dari yangkita konsumsi.Menurut data BPS, di samping bahanpangan beras, kita memproduksi bahanpangan lainnya seperti ubi kayu sekitar 20juta ton, ubi jalar hampir 2 juta ton,jagung lebih 12 juta ton. Sebenarnya,keseluruhan produksi itu, tidak terkonsumsi semua. Persoalannya, bangsakita memakan beras paling banyak dan itumerupakan pola konsumsi yang salahmenurut ilmu gizi. Jadi, kita melihatnyaitu harus luas. Menurut ilmu gizi, kitajangan terlalu banyak makan padi-padian.Di samping padi-padian, harus ada ubiubian, dan juga biji-bijian dan makananlainnya yang bisa dikonversi tubuh kitamenjadi energi.Pola konsumsi yang ideal sepertiapa?Kalau indeks kualitas makanan kitadiukur dengan Pola Pangan Harapan(PPH) atau disebut indeks konsumsi, akanmemperlihatkan pola konsumsi yangtidak proporsional. Pola konsumsi yangideal adalah padi-padian 50%. Sementara50% lainnya berasal dari bahan panganyang menghasilkan protein, serat, vitamin, dan mineral, yang diperoleh dariUKepala Badan Ketahanan Pangan, Dr. Ir. Kaman Nainggolan, MS. foto: berindo