Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 26
26 BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007BERITA UTAMAumbi-umbian, daging, sayur, buah, vitamin, dan minyak.PPH kita sekarang mencapai 62,1%padi-padian. Itu berlebihan untuk polahidup sehat. Jadi, kita masih kebanyakanmakan beras, sehingga harus dikonversidengan bahan pangan lain. Konversi iniyang harus kita sosialisasikan dan itu yangselalu saya kemukakan kepada parabupati. Sewaktu saya di Banjarmasin, sayaungkapkan kepada Gubernur KaltengTeras Narang dan Gubernur Kalsel RudiArifin agar mengkampanyekan PolaPangan Harapan. Saya selalu menandaskan, pola pangan kita sakit, karena terlalubanyak makan jenis padi-padian sepertiberas atau gandum.Di perkotaan mungkin susah mengkonsumsi ubi-ubian segar, karena 3 hari sajasudah kena jamur. Namun bagi orangdesa sangat memungkinkan mengkonsumi ubi-ubian dalam keadaan segar,sehingga tidak perlu menyimpan. Tapiyang perlu, masyarakat desa yang makanubi-ubian jangan diasosiasikan sebagaisimbol kemiskinan.Kita justru harus semakin mendorongagar masyarakat desa mengkonversi berasmenjadi ubi-ubian, sehingga proporsiberas yang sebesar 62,1% turun dankonsumsi ubi-ubian dan sayurannya naik.Sama dengan ubi-ubian, sayuran jugasangat mudah didapatkan di desa, asalmereka rajin saja.Tidak mudah mengubah pola konsumsi, apalagi untuk mencapaiPPH. Ini artinya, program swasembada beras masih lebih relevanuntuk jangka pendek?Swasembada itu bukan berarti tidakboleh impor. Masak kalau masuk 1 kgberas ke republik ini langsung dibilangtidak swasembada. Kita boleh mengimporberas, tetapi kurang dari 10% dari yangkita konsumsi. Oleh karena itu, tahun2004 Indonesia sebenarnya sudah swasembada, bahkan tahun 2005 kita mengimpor beras 51 ribu ton ke Afrika. Memang, kita juga mengimpor sedikit beraskhusus, yang memang diizinkan.Di samping itu, kita tidak perlu berkecilhati, apalagi gara-gara beras sampairibut? Apakah kalau kita impor berasterus menerus membuat kiamat Indonesia? Kan tidak! Coba kita berpikir lebihjernih, misalnya setiap tahun kita mengimpor beras karena petani kita tidak maulagi menanam padi. Misalnya, kalau suatusaat petani berontak dan tidak maumenanam padi tetapi menanam sawit,juga tidak ada hak kita untuk melarangmereka.Itu amanat UU tentang Budidaya No.19 tahun 1992 yang menjamin kebebasanpetani. Kalau kita memaksakan tidakboleh impor beras dan memaksa petanimenanam padi, akan melanggar hak asasi,seperti yang terjadi pada tanam paksa dizaman Belanda. Sekali lagi, saya berharapagar kita cerdas melihat persoalan yangsesungguhnya.Kalau Indonesia sudah swasembada, mengapa masih mengimporberas?Yang tidak kita perhatikan adalahperlunya stok, yang disimpan untukmengatasi situasi darurat, seperti sekarang ini rawan bencana. Sama dengandi rumah, kita selalu memiliki persediaan10-20 kg. Itulah namanya stok. Di negarajuga begitu. Saya kurang jelas bagaimanamenghitung rasionya, hingga batas amanstok antara 750 ribu ton sampai 1,25 jutaton. Itu merupakan hasil kajian Universitas Gajah Mada (UGM). Menurut pendapat saya, volume stok itu terlalu kecil,apalagi akhir-akhir ini banyak bencana.Bagaimana pun, stok itu harus dikeluarkan untuk menolong orang-orang yangsedang kesusahan.Apa faktor pemicu kelangkaanberas yang sesungguhnya?Di sini, kita harus kembali melihatpersoalan secara cerdas. Coba nantimembaca berita tentang beras di internet.Dari bulan Mei tahun lalu (2006), sudahada orang yang menyuarakan bahwa Indonesia akan mengalami defisit berasantara 10% hingga 20%. Informasi iniditangkap para pelaku pasar sembariberpikir jangan-jangan informasi itubenar. Kebetulan lagi, saat itu musimkemarau, hingga semakin memperkuatinsting para pedagang menahan beras.Dalam hal ini, mereka tidak dilarangkarena tidak melanggar hukum. Yangdilarang adalah menimbun beras hasiloperasi pasar (OP) dan banyak di antaramereka yang sudah ditangkapi.Tetapi cobalah berpikir jernih. Kalaukita betul-betul tidak memiliki stok,sementara impor baru masuk 140 ributon, lalu dari mana beras yang kita makan.Dalam satu bulan, kita mengonsumsi 2,6juta ton, sementara beras impor barumasuk 140 ribu ton. Dalam dua bulan ini(Januari-Februari), berarti kita telahmengonsumsi 5,2 juta ton. Kesimpulannya, berarti di masyarakat itu ada 5juta ton beras yang diperjualbelikan dansampai sekarang di rumah kita juga masihada beras. Itu bukan beras impor, karenaberas impor diperuntukkan untuk operasipasar (OP) dan dibagikan sebagai berasuntuk rakyat miskin (raskin) sebanyak160 ribu ton/bulan.Coba kita pikirkan, dari mana rakyatIndonesia makan kalau betul-betul berassudah habis. Coba pikirkan saja sendiri.Orang bilang itu impor ilegal, namundatanya tidak ada. Beras itu dari mana?Apakah kita impor 5 juta ton dalam waktu2 bulan ini, sedangkan 500 ribu ton berasimpor saja belum masuk, karena pelayaran terganggu. Coba kita pikir sendiri,bagaimana menjelaskannya dan tentuharus bisa dijelaskan.Kondisi saat ini seperti terbalik,negara-negara agraris justru mengimpor bahan pangan dari negaranegara industri. Bagaimana pandangan Anda?Negara-negara maju sangat melindungisektor pertanian mereka, terutama melalui insentif subsidi. Karena disubsidi,para petani menjadi bergairah untukmemproduksi, hingga over produksisecara besar-besaran dan melebihi kapasitas konsumsi negara yang bersangkutan.Kelebihan konsumsi ini kemudian dilempar ke luar negeri dengan harga yangcukup rendah. Jadi, komoditi-komoditipangan yang murah inilah yang masuk keIndonesia, yang membuat para petani kitatidak bisa bersaing dari sisi harga, karenaproduksi pangan dari negara-negara majujauh lebih murah.Bagaimana proteksi di negaranegara berkembang?Di negara maju paling besar proteksinya, sedangkan di negara sedang berkembang justru kurang diperhatikan.Malah kebanyakan negara berkembangmenerapkan pajak ekspor, hingga tidakmerangsang para petani meningkatkanproduksi berorientasi ekspor. Di Indonesia sampai sekarang masih ada pajakekspor CPO. Menurut saya, pajak eksporCPO tidak perlu. „Kaman Nainggolan foto: berindo