Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 35
P. 56
56 BERITAINDONESIA, 12 April 2007BERITA HUKUMSekarang Giliran LaksTommy dan Dua MenteriDana milik Tommy Soeharto di Bank Paribascabang Guernsey tidak bisa dicairkan begitusaja. Berbeda dengan dananya di Bank Paribascabang London yang dengan mudah dicairkanatas rekomendasi petinggi Departemen Hukumdan HAM.Ribut-ribut soal duit Tommy ini semakin hangatdiberitakan di media massa, apalagi melibatkandua pejabat tinggi pemerintah, yakni MenteriSekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra danMenteri Hukum dan HAM Hamid AwaluddinYang paling gencar memuat laporannyaadalah majalah Tempo. Setidaknya dalam duaedisinya berturut-turut, secara bergantianmengupas habis keterlibatan dua menteritersebut dalam kasus ini. Tempo, edisi 12-18Maret 2007, mengupas keterlibatan MenteriYusril. Alasan Yusril yang dimuat dalam laporanwawancara Tempo, rekomendasi yang dikeluarkan Departemen Hukum dan HAM (duluDepartemen Kehakiman dan HAM) yang kala itudikomandaninya adalah, karena dia sudahmendapat penjelasan dari Kejaksaan Agung,Bank Indonesia, Pengadilan Tinggi DKI Jaya danPusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa uang itu bukan hasilkorupsi.Tempo edisi 19 Maret 2007, khusus menyorotikiprah Menteri Hamid yang meneruskan jabatanYusril sebagai Menteri Hukum dan HAM dalamkasus ini. Pernyataan Hamid yang terkenaladalah “Uang Tommy itu halal.”Dalam laporan Tempo, Menteri Hamid diketahui mengirimkan dua surat kepada BankParibas cabang London dan Bank Paribascabang Guernsey, yang meminta agar uangMotorbike, perusahaan Tommy, dikirim kerekening Menteri Hukum dan HAM, dalam bentukdolar AS. RHKasus penjualan kapal tanker VLCCPertamina menyeret mantan MenteriNegara BUMN Laksamana Sukardi. Bersifatpolitis?aks, sapaan akrabMantan MenteriNegara BUMN itu,dimintai keteranganjaksa penyelidik Bagian Tindak Pidana Khusus KejaksaanAgung, Jumat (16/3), terkaitpenjualan dua tanker verylarge crude carrier (VLCC) PTPertamina.Kompas, 17 Maret 2007,mengutip pernyataan Laksbahwa penyelidikan yang dilakukan Kejakgung agak bersifatpolitis, karena dilakukan ataspermintaan DPR dan PanitiaKhusus (Pansus) PenjualanVLCC DPR.Bulan Maret 2005, MennegBUMN Sugiharto resmi menyerahkan proses penyelidikan penjualan VLCC Pertamina ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak ituKPK menyelidiki perkara tersebut. Berikutnya, DPR membentuk Pansus PenjualanVLCC. Hasil Pansus yang disetujui Rapat Paripurna DPRdiserahkan ke Kejakgung danKPK pada 2 Februari 2007untuk ditindaklanjuti.Namun, seperti yang dilaporkan kemudian oleh Kompas, 23 Maret 2007, tim penasehat hukum Laks menyesalkan pernyataan HendarmanSupandji tentang adanya unsur melawan hukum, kerugiannegara dan menguntungkanorang lain dalam kasus tersebut. Pasalnya, pemeriksaansaat ini masih tahap penyelidikan untuk menentukan apakah penjualan VLCC itu delikkorupsi atau bukan.Plt JAM Pidsus HendarmanSupandji menyatakan, Kejakgung mengumpulkan dokumen yang berkaitan denganpenjualan VLCC itu sebagaialat bukti, termasuk pendapatmajelis kasasi MahkamahAgung yang menilai alasanalur kas Pertamina dan rencana eksekusi oleh PT KarahaBodas Company tak cukupuntuk menjual VLCC.Dikutip harian tersebut pada edisi 17 Maret, Hendarmanmenyatakan ada kerugian negara, karena VLCC dijual murah. Namun perbuatan melawan hukum masih harusdirumuskan, apakah ada yangmasuk ke kantong-kantongpejabat.Koran Tempo yang terbit dihari yang sama mengulas,kedua VLCC itu dibeli Pertamina pada 2002, seharga 65juta dolar AS. Dua tahun kemudian, keduanya dijual dengan harga 184 juta dolar AS.Pada 2005, Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan Pertamina bersalahmerugikan negara karena harga penjualan itu lebih rendahdari harga pasar, yaitu 102 jutadolar AS per unit.Menurut Laks, penjualan ituusul dari direksi Pertaminakarena kondisi kas perusahaanyang memburuk. Dari penjualan itu, Pertamina justrumendapat untung 53 juta dolarAS, sehingga menurut Laks,tidak ada kerugian dari Pertamina atau pemerintah.Kejakgung sendiri memangbelum menyimpulkan kasuspenjualan dua VLCC pada2004 tersebut. RHLKejakgung belum menyimpulkan adanya tindak pidana korupsifoto: repro kompas