Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 38
P. 21
BERITAINDONESIA, 24 Mei 2007 21BERITA UTAMAJakarta Membutuhkan Lebih dariSekadar Revisi UU JakartaYang menjadi persoalan, bagaimanaagenda Pilkada di tengah-tengahbanyaknya gagasan yang muncul di seputarrevisi perundang-undangan?erubahan selalumembawa kesempatan dan kesempatan selalumengundang banyak keinginan”. Risalah ini sedang terjadidi tengah-tengah proses perubahan (revisi) UU No 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu KotaNegara Republik IndonesiaJakarta, yang mengundangbanyak ide-ide yang kononbertujuan menyelesaikan persoalan yang dihadapi kotaJakarta.Terlebih-lebih karena padasaat yang bersamaan, pemerintah dan DPR juga tengahmengkaji revisi UU No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi ini dimaksudkan untuk mensplit(memisahkan) UU Pemda itumenjadi 3 (tiga) UU, yakni UUtentang Pemerintah Daerah,UU tentang Pilkada, dan UUtentang Pemerintahan Desa.Revisi UU No. 34 Tahun1999 sendiri merupakan sebuah keharusan yang tidakboleh tidak harus dilakukan.Sebab, UU yang mengaturtentang Jakarta saat ini masihberinduk pada UU No. 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang sudahdiubah menjadi UU No. 32Tahun 2004.Perubahan-perubahan dalam perundang-undangan initelah menjadi momentum bagimunculnya banyak keinginan,ide, dan gagasan dari berbagaikalangan. Keleluasaan mengajukan gagasan dan ide-ide itu,semakin terbuka di tengahtengah realitas dari kompleksnya masalah yang dihadapimasayarat Jakarta.Gagasan Empat WakilGubernurYang menjadi persoalan,bagaimana agenda Pilkada ditengah-tengah banyaknya gagasan yang muncul di seputarrevisi perundang-undangan?Secara yuridis, tidak ada hubungan antara Pilkada DKIJakarta dengan revisi UU No.34 Tahun 1999. Sebab aturanPilkada tidak diatur dalam UUtentang Ibu Kota Jakarta, melainkan diatur pada UU No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Akan tetapi, permasalahanakan menjadi lain jika gagasan-gagasan yang munculitu diakomodasi dalam perundang-undangan. Misalnya,gagasan empat Wakil Gubernur DKI Jakarta yang hangatbelakangan ini, menjadi persoalan yang menukik langsungpada landasan hukum pilkada.Sebab, yang dipilih bukan lagipasangan gubernur dan wakilnya sebagaimana yang diaturdalam UU No. 32 tahun 2004maupun UU No. 34 Tahun 1999,melainkan seorang gubernurdengan 4 wakil gubernur.Itu membutuhkan landasanhukum, baik dalam UU yangmengatur tentang otonomidaerah maupun UU yangmengatur Jakarta. Sementaragagasan yang menginginkanpenambahan perangkat Pemerintah DKI Jakarta dengan4 (empat) Deputi Gubernur,tidak mempengaruhi prosespilkada, karena keempat Deputi Gubernur DKI Jakartatersebut tidak ikut dipilih.Menyadari beratnya pembangunan landasan hukum terhadap pasangan gubernur dengan 4 orang wakil gubernur,berbagai fraksi di DPRD DKIJakarta mengakui banyaknyakesulitan untuk merealisasikan gagasan itu. Namun demikian, Wakil Ketua DPRD DKIJakarta Ilal Ferhard, saat dikonfirmasi Berita Indonesia,Jumat (4/5) menegaskan pandangannya bahwa konsep 4wakil gubernur relevan dengankebutuhan Jakarta.Jakarta MembutuhkanLebih dari Sekadar RevisiBerbeda dengan Ilal, KetuaMetropolitan Cabin for Watchand Empowerment AmirHamzah, tidak sepenuhnyapercaya terhadap pandanganbahwa pengadaan 4 wakil gubernur akan dapat menyelesaikan permasalahan Jakarta.“Dari tahun 1974 sampai 1997,Jakarta mempunyai 4 wakilgubernur tetapi Jakarta tetapberhasil dibangun,” katanya.Menurutnya, permasalahanyang dihadapi Jakarta terletakpada kewenangan, bukan padabanyaknya pejabat. “Walaupun wagubnya 4 tetapi kalautidak ada wewenang, akan jadikambing congek juga. Apalagidengan pola pikir seperti yangdisuguhkan Sutiyoso. Empatwakil gubernur, gubernur sajayang dipilih dan wagubnyaditunjuk gubernur. Itu berartiwakil gubernur hanya akanmengabdi pada gubernur, bukan pada rakyat,” tuturnya.Permasalahan yang palingmendasar, tambah Amir Hamzah, karena sebuah UU tidakdirencanakan untuk jangkawaktu yang lama. Disampingitu, tidak dilakukakan suatuevaluasi terhadap pelaksanaansebuah UU. “Menurut saya,yang harus dituntut oleh pemerintah adalah UU tentangotonomi khusus DKI Jakarta,”katanya.Kalau mau betul, tambahAmir Hamzah, lupakan revisiUU No 34 tahun 1999 dan rumuskan suatu pemikiran bahwaJakarta ini memerlukan UUtentang otonomi khusus. MH“PAmir Hamzah foto: dok