Page 33 - Majalah Berita Indonesia Edisi 40
P. 33
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 33BERITA KHASBERITAINDONESIA, 21 Juni 2007 33awa Sengsarakan dunia internasional terhadap prospekperekonomian Indonesia. Hampir seluruhletter of credit (L/C) yang diterbitkanbank-bank lokal tidak diterima oleh bankbank di negara-negara tujuan impor atauekspor. Walhasil, pelaku industri harusmengimpor bahan bakunya dengan uangtunai, sementara dolar di dalam negerisedang langka.Akibat gempuran daya beli yang melemah dan langka serta mahalnya bahan baku, sektor industri mati suri. Banyak diantara pelaku industri yang bankrut total. Sedangkan yang masih bisa bertahanhanya mampu mengoperasikan industrinya dengan kapasitas terbatas. Konsekuensinya, hilangnya lapangan kerjadan pendapatan negara dari ekspor.Kehilangan pendapatan masyarakatmemicu peningkatan angka kemiskinan.Membawa SengsaraYang menjadi pertanyaan, apakahdrama krisis yang menimpa perekonomian Indonesia tahun 1997, sebagaimanayang diprediksi ekonom Tim IndonesiaBangkit (TIB), terulang kembali tahunlihan finansial yang sangat labil.Peringatan tentang ancaman krisis diberbagai media massa, sudah mendapatpembahasan sejak beberapa bulan terakhir. Persisnya, sejak aliran modal asingmemasuki investasi portofolio Indonesiasecara besar-besaran (massive). Mediamassa sudah memberi peringatan bahwaserbuan modal asing ke berbagai investasiportofolio hanya menciptakan gelembungekonomi. Balon atau gelembung ekonomibisa sewaktu-waktu mengempis ataubahkan meledak seketika di saat terjadinya arus deras modal keluar (capital outflow). Keadaan ini mendorong timbulnyakrisis moneter yang berdampak padakrisis ekonomi yang lebih besar.Pemicu krisis, bisa muncul dari titikmana saja di sektor finansial. Dari bursaefek, pasar obligasi, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan pasar Valas. Namun diantara seluruh bentuk investasi portofolioyang ada, pemicu krisis financial yangpaling dahsat sangat mungkin datang dariBursa Efek Jakarta (BEJ).Lebih dari 60% perdagangan saham diBEJ saat ini dilakukan oleh investor asing.hati di dalam mengelola kebijakanmoneter, sehingga aliran investasiportofolio tidak sampai menimbulkanfenomena gelembung ekonomi.Keuntungan SementaraFenomena aliran modal portofolio global, yang bergerak menuju Asia dari segenap penjuru dunia, semata-mata karena pasar portofolio di Asia, kecuali Jepang, masih favourable (menguntungkan) ketimbang kawasan-kawasan lain seperti Amerika dan Uni Eropa serta Jepang. Ketiga raksasa dunia tersebutsedang mengalami stagnasi ekonomi,sehingga tidak mudah bagi para pemaindi lantai bursa mengambil banyak keuntungan dari pergerakan saham.Tingkat suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed-Federal Reserve),misalnya, yang hanya 5,5% tidak akanmemberikan keuntungan apa-apa bagipara investor jika suku bunga deposito diperbankan AS sudah mencapai 5%. Demikian juga dengan Jepang, walau pun sudah melepaskan diri dari kebijakantingkat suku bunga 0% sejak awal tahun,namun para investor global belum melihatadanya keuntungan yang bisa diraih daritingkat suku bunga Bank of Japan (BoJBank Sentral Jepang).Hal sangat berbeda mereka temukan diIndonesia. Sebab dengan tingkat sukubunga obligasi, baik obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah (SUN) maupunperusahaan swasta (obligasi korporasi),sekitar 8,75 sampai 8%, memberi keuntungan yang cukup besar dibandingkandengan suku bunga deposito hanya 6,75%.Dengan menggunakan dana asuransi dandana pensiun yang disimpan di banksekalipun, para investor masih dapatmeraih keuntungan sebesar 2-2,25%.Di sisi lain, para investor global berharap memanfaatkan momentum kinerjamoneter di negara-negara kawasan Asiayang tengah melakukan konsolidasi.Negara-negara di kawasan Asia yang barusaja melepaskan diri dari efek krisismoneter tahun 1997, mulai mencobamemperkuat makro ekonominya, denganmenekan laju inflasi, menaikkan pertumbuhan ekonomi dan memperkuat nilaitukar mata uang mereka.Hampir semua negara di kawasan Asiamenggunakan instrumen suku bungatinggi untuk menarik investor asing. Makadapat disimpulkan bahwa Indonesiabukan satu-satunya negara yang berpotensi terjebak dalam ancaman krisis moneter, tetapi juga negara-negara lain dikawasan Asia. Hal ini memperlemahsistem pertahanan keuangan masingmasing negara mereka. Karenanya, kawasan Asia sangat rentan terhadap efekberuntun yang ditimbulkan oleh fenomena larinya modal asing. MH2008? Tentu itu bukan hal yang tidakmungkin. Bahkan, fenomena krisis keuangan di berbagai negara selalu menirukonfigurasi tsunami, di mana tepianpantai tampak semakin luas, namun tibatiba air laut menjangkau berkilo-kilometer ke daratan.Dalam fatamorgana, memang terlihataliran modal dalam jumlah yang sangatbesar, sepertinya mendorong perekonomian melaju dengan kecepatan tinggi,menghapus kemiskinan dengan menciptakan banyak lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Kenyataannya aliran investasi itu hanyalah pemburu rente (yield) atau bunga uang yangtidak mungkin mendorong penyediaanlapangan kerja baru. Bahkan, bila berpikirsedikit lebih kritis, aliran investasi portofolio justru bisa memperburuk kinerjaperekonomian, bila sewaktu-waktu serentak berbalik arah, keluar dari Indonesia(capital outflow).Bersamaan dengan itu fenomena gelembung ekonomi muncul jadi kenyataanaktual dengan seluruh ekses-ekses yangditimbulkannya. Fenomena seperti inimirip dengan premisis “Nikmat Membawa Sengsara”. Arus investasi asing keinstrumen-instrumen portofolio Indonesia telah menggiring opini pemulihan ekonomi, namun sebenarnya hanya pemuMaka, ketika investasi itu keluar, dengansendirinya membuat bursa rontok. Hargaharga saham akan terkoreksi tajam,bahkan menjadi tidak berharga karenaseluruh investor akan berlomba menjualsahamnya, namun pada saat yang bersamaan tidak ada yang berminat membeli.Yang perlu disadari, ketika investorasing keluar dari bursa, para manajer keuangan yang mengorganisir investor lokal pun cenderung mengikuti fenomenacapital outflow dan mencari bentuk-bentuk investasi yang paling menguntungkan,termasuk investasi portofolio di luar negeri. Akibat keluarnya investor lokal dariBEJ bisa memberi pukulan yang semakinberat bagi pasar uang di Indonesia.Tidak hanya itu. Jika instrumen portofolio saham melemah, maka dengan sendirinya akan diikuti oleh melemahnya instrumen-instumen portofolio lainnya, seperti pasar obligasi, dan pasar uang. Potensi ancaman yang bakal muncul darialiran investasi portofolio, sepertinyamengingatkan kembali pada keadaanyang sama sebelum krisis moneter yangbermula pertengahan tahun 1997.Berita Indonesia sudah berulang kalimewacanakan perlunya pemerintahmemberi perhatian khusus terhadap gelembung ekonomi. Juga mengingatkanagar pemerintah mengambil sikap hati-