Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 40
P. 27


                                    BERITAINDONESIA, 21 Juni 2007 27BERITA UTAMADWawan H Purwanto:Semuanya Adalah PermainanPengamat intelijen Wawan H. Purwantoberpendapat sulit untuk memberantaskorupsi sistemik di Indonesia. Sebabtransaksi dilakukan di bawah tangan dantidak terdata.osen di berbagai institusi pertahanandan keamanan negara ini mengatakan, peta perjalanan danakampanye maupun besarannya sulit dideteksi. Sebab laporan Panwaslu tidak pernahditindaklanjuti. Setelah dicrosscheck pun banyak namafiktif yang tidak memungkinkan menjadi penyumbang.Banyak juga atas nama perusahaan yang sudah bangkrut,atau alamat rumahnya ada tapikosong atau sudah digusur.Hal semacam itu menunjukkan ada upaya pengaburanasal-usul pendanaan.Demikian pula dana-danaluar negeri. Kata Wawan diAmerika pun hal itu terjadi.Seperti James T. Riady yangmenyumbang Partai Demokrat, dihukum kerja sosial duatahun.Mengapa seseorang maumenyumbang, Wawan mengatakan tentu karena punya kepentingan. Sebab tidak adamakan siang yang gratis. Entah ingin bisnisnya lancar, atauingin tetap menjaga hubungandengan pemerintah yang bakalberkuasa. Jadi sifatnya giveand take dan rata-rata sulitdibuktikan. Kebanyakan mereka menyumbang di bawahtangan hand by hand dantidak terdata.Dengan cara seperti itu mereka yang korupsi tak bisatersentuh hukum. Yang bisadiangkat hanya yang terdata.Sementara yang tidak terdata,yang jumlahnya jauh lebihbesar tidak bisa diangkat.Dana nonbudgeter DKP kalau misalnya tidak diakui, karena tidak terdata, tidak adatanda tangan dan sebagainya,menurut Wawan tidak bisa diangkat. Tapi kalau misalnyaada pengakuan dan di situ adadata, bisa.Perbedaan angka antaraAmien Rais yang mengatakanmenerima Rp 200 juta, dengan angka DKP yang memberikan Rp 400 juta, misalnya.Kalau masing-masing tidakbisa memberikan suatu buktiotentik, hilang kasusnya. Dana DKP yang bisa ditindaklanjuti KPK harus ada otentikasi bukti. Pelaku korupsibekerja sistemik tidak meninggalkan jejak dan tanpa saksipula. “Kalau tidak, janganbicaralah,” tegas Wawan.Karena itu pemberantasankorupsi mustahil dilaksanakankecuali menurunkan angkanya, dan itu makan waktu yanglama. “Terbukti, pemerintahIndonesia sekarang rankingkorupsinya sudah mulai membaik. Tadinya tertinggi, terusranking tiga, sekarang keenam,” kata Wawan.Ia setuju yang bisa dijerathanyalah koruptor yang meninggalkan catatan sebagaijejak. Seperti halnya KomisiPemilihan Umum (KPU), yangmembukukan uang komisiyang diperoleh. Karena dibukukan menjadi barang bukti.Demikian halnya dialamiRokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan KabinetGotong Royong yang membuatcatatan pemasukan dan pengeluaran dana nonbudgeter.Ilmuwan biasanya kalau masuk menjadi politisi sudahbeda view-nya. Ilmuwan bolehsalah tapi tidak boleh bohong.Politisi berbohong boleh tapitidak boleh salah. Pasal yangbisa dikenakan akhirnya adalah pasal menyalahi prosedural saja.Karena itu korupsi yang terangkat ke permukaan diyakinimerupakan puncak gunung essebab koruptor yang sesungguhnya dan berkualifikasiraksasa justru tak terendus.Pada kenyataannya koruptorkoruptor besar punya linkbesar ke para pejabat tingginegeri ini.“Jadi sekarang masalah sosiologi hukum. Dan itu bukansoal dia sipil atau militer. Tapi,siapa yang memang punyaback up yang cukup, tentu bisaberkelit minimal meringankanhukuman. Inilah sosiologi hukum, dan faktanya terjadi bukan hanya di Indonesia,” kataWawan.Hukum bermain di atas lobilobi, apalagi kalau sudah nyerempet-nyerempet soal politik.Politik itu menyangkut kekuasaan, punya power, jangkauan ke lini terendah atau linitertinggi dari aparat itu sendiri. Punya power untuk mencopot, untuk menggeser. Dansecara logika, kata Wawan kasus dana capres-cawapres iniadalah permainan. “Jangankaget di balik permainan nantiada kejutan-kejutan. Dan kitatidak bisa terlalu idealis didalamnya.”Menurut Wawan, penegakan hukum tidak bisa sematamelakukan law enforcementtermasuk menciptakan lembaga hukum baru. Proses pemahaman budaya, pendidikanyang berkualitas serta memasukkannya dalam kurikulum khusus di sekolah mengenai budaya-budaya antikorupsi, harus ditekankan.Kalau tidak, mereka akan tetapteguh pada prinsip, yangmenganggap barang harambila belum di tangan, tapikalau sudah di tangan menjadihalal.Jangan menegakkan hukumdengan menciptakan korupsibaru di lingkungan penegakanhukum yang baru dibuat.“Mau dibentuk tim berapa sajaKPK Jilid II, Jilid III karenayang reguler tidak jalan, jugadibentuk tim ini, tim itu, hanyamenciptakan sistem korupsibaru di tubuh penegak hukumbaru. Karena dia punya poweruntuk bargaining,” kata Wawan.Wawan menganggap pemberantasan korupsi yang sistemik akan beda ceritanya kalaupemerintah sudah mampumembenahi ekonomi. Karenafaktor ekonomi berperan menimbulkan penyelewengandan kejahatan. “Jadi, benahilah itu.” „ HT, AMfoto: berindo amron
                                
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31