Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 42
P. 31


                                    BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 31BERITA KHASBERITAINDONESIA, 19 Juli 2007 31Penyebab lainnya adalah lemahnya penegakan hukum. Sebab sejauh ini, belumpernah terdengar ada PJTKI yang diseretke pengadilan padahal berbagai kasusyang menimpa PRT disinyalir karena ulahPJTKI yang menyalahi prosedur. Dalampraktiknya, mereka kadang-kadang layaknya ‘menjual’ para PRT kepada agen-agenasing. Agen-agen asing kemudian ‘menjual’ pula kepada majikan dengan hargayang sudah disepakati. Merasa sudahmembeli, majikan itu pun tidak merasabersalah berlaku kasar terhadap PRT. DiTimur Tengah, kabarnya pernah adaistilah, “budak” untuk mereka.Anggapan demikian sebenarnya tidakbisa hanya disalahkan kepada orang lain,sebab orang Indonesia sendiri pun masihada yang beranggapan demikian. BahkanChief Technical Advisor ILO, AnnemarieReerink, dalam Seminar Pencegahan danPenanganan Trafficking dan Kerja Paksaterhadap PRT dan PRTA di IndonesiaSelasa (26/6), Pekerja Rumah Tangga danPekerja Rumah Tangga Anak tidak dapatdihapuskan dari Indonesia. “Hal ini bukanhanya disebabkan oleh faktor kemiskinantetapi faktor budaya di Indonesia yangmemungkinkan dimana masih ada masyarakat yang menganggap pembantusebagai budak,” ujarnya.Posisi Indonesia yang begitu lemah dimata negara penempatan juga dianggapsebagai salah satu penyebab tindakanpenganiayaan PRT ini. Kasus NirmalaBonat misalnya, yang hingga saat inibelum selesai masalah hukumnya di Malaysia, disinyalir Direktur Migrant CenterAnis Hidayat, sebagai salah satu indikasikarena lemahnya posisi Indonesia tersebut. Dan contoh yang paling baruadalah kasus Ceriyati. Di tengah kuatnyadesakan masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya di Malaysia, ternyataPolisi Diraja Malaysia membebaskanMichael Tsen-Ivone Siew, majikan yangmenyiksanya.Rendahnya gaji PRT Indonesia dibandingkan dengan tenaga kerja dari negaralain juga merupakan indikasi lemahnyaposisi Indonesia di mata negeri penempatan. Dari pengamatan penulisselama 4 tahun di Malaysia, gaji pembantu Philipina lebih tinggi dibandingkandengan pembantu Indonesia, dan pekerjamereka juga dianggap sebagai pekerjaprofesional, yang punya jam kerja tertentu. Paspor tenaga kerja Philipina jugakabarnya tidak ditahan oleh majikanmereka sebagai mana paspor TKI. PasporTKI ditahan oleh majikan masing-masing,karena dalam Nota Kesepahaman atauMoU dengan Malaysia dicantumkan,bahwa majikan boleh menahan pasporTKI. Dengan penahanan dokumen itu,sama artinya mengikat pekerja untuktidak dapat pergi ke mana-mana. Kalaupun nekat pergi, dia bisa ditangkap olehpolisi yang setiap saat melakukan patrolidi jalan-jalan dan pasar.Jika PRT asal Philipina bisa mendapatkan hak-hak mereka dengan baik, sepertimendapat gaji yang lebih tinggi, jam kerjayang sudah jelas, paspor yang tidakditahan, nasib PRT Indonesia sebenarnyajuga dapat lebih baik bila pemerintah maumemperbaiki nasib mereka dengan serius.Dengan kata lain, keseriusan pemerintahsangat diharapkan untuk mengantisipasiberbagai penyebab timbulnya penganiayaan dan ketidakadilan terhadap PRTini. Upaya itu misalnya dengan merevisiUU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni dengan menegaskan sanksiyang jelas kepada penyalur tenaga kerja,khususnya penyalur yang tidak memberikan pelatihan yang sesuai denganpekerjaan yang akan dihadapi.Memang baru-baru ini, seperti diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno Jumat 22 Junilalu, Pemerintah Malaysia telah bersediamenjadikan kasus yang menimpa Ceriyati sebagai momentum perubahan.Maka momentum itu sebaiknya benarbenar dapat dimanfaatkan Indonesia.Kelompok kerja yang terdiri dari pemerintah, aktivis LSM dan legislatif yangdijanjikan Mennakertrans Erman Suparno, juga hendaknya jangan hanyareaktif saja, tapi benar-benar dapatterwujud dengan yang menjamin tidakterulangnya kasus penganiayaan danketidakadilan terhadap TKI.Karena pengiriman TKI dengan berbagai kasusnya merupakan pertaruhannama baik bangsa, pengiriman TKI hendaknya menjadi prioritas penangananpemerintah ke depan. Pembenahan perjanjian dengan negara penampung memang merupakan hal yang penting.Namun, yang lebih penting adalah pembenahan calon tenaga kerja sendiri. Calontenaga kerja hendaknya sebelum diberangkatkan, terlebih dahulu dilatihsuatu keahlian tertentu. Dengan demikian, ke depan diharapkan, tenaga kerjayang dikirim ke luar negeri bukan lagitenaga kerja yang tidak mempunyaikeahlian apa-apa. Karena dengan tidakmemiliki keahliaan apa-apa, mereka bisaterpaksa bersedia jadi PRT. Kalau tenagayang diberangkatkan itu tenaga kerjaberkeahlian, tenaga kerja pofesional,dengan sendirinya, citra Indonesia sebagai “negara pembantu”. „ MS, TIRemiliki keahlian. foto: berindo wilson
                                
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35