Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 42
P. 29
BERITAINDONESIA, 19 Juli 2007 29LINTAS TAJUKTatkala Presiden Berkantor dekat LumpurDiharapkan, keputusan yangsangat “populis” itu benarbenar dimaksudkan untukkepentingan warga korbanlumpur Lapindo. Janganlahkepedihan mereka dijadikan“mainan” demi kepentinganapa pun.ebelumnya, Presiden SusiloBambang Yudhoyono sudah duakali meninjau musibah lumpurLapindo di Sidoarjo, Jawa Timur,yakni pada 4 Desember 2006 dan 22Maret 2007. Presiden juga sudah mengeluarkan Perpres No.14/2007 untuk mengatasi kerugian warga. Keluhan parakorban juga didengar dengan menerimamereka di Istana Presiden maupun diCikeas, Bogor. Namun, persoalan belummenunjukkan titik terang. Presiden punsemakin banyak mendapat kritik.Bahkan, DPR berencana menginterpelasi kasus tersebut.Terakhir, Presiden memutuskan berkantor di Sidoarjo selama tiga hariguna memutuskan persoalan itu. Keputusanitu pun ditanggapiramai-ramai olehharian Ibukotadengan apresiasi yang beragam.Harian Media Indonesia (26/6) menyatakan, sebagaipenguasa eksekutif tertinggi,Presiden boleh melakukan apasaja yang patut dan diperbolehkanuntuk menyelesaikan masalah, termasuk berkantor di tempat bencana.Namun perlu dijaga proporsionalitasdan efektivitasnya. Bila terlalu banyakmasalah diselesaikan dengan cara kehadiran Presiden on the spot, efektivitasnya mungkin terjawab. Akan tetapi yangdipertanyakan dari model seperti ituadalah koordinasi dan pendelegasianwewenang kepada institusi-institusi didaerah dalam hirarki birokrasi. Janganjangan seluruh institusi tidak bekerjasebagaimana mestinya. Bila itu yangterjadi, sesungguhnya kita memilikipemerintahan yang tidak efektif memerintah. Keinginan dan komando otoritastertinggi Indonesia di Jakarta tidakmampu menyuruh dan melarang, itutentu amat menyedihkan.Lebih keras lagi, harian sore SuaraPembaruan (26/6) menyebut keputusanPresiden itu sebagai bukti kegagalanmendelegasikan tugas. Disebutkan, Langkah Presiden “turun gunung” tersebutmengundang segudang komentar. Banyakpertanyaan yang seolah menelan sisipositif kehadiran Presiden di Sidoarjo.Keputusan tersebut memunculkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang salah dalampola penyelesaian persoalan lumpurLapindo selamaini. Menurut harian ini, bagaimanapun, kunci penyelesaiannya adalah kepemimpinan yangkuat dan ketegasan. Kalau untuk mengambil keputusan atas suatu persoalan,Presiden harus “nyanggong” langsung kelapangan, lantas apa tugas menteri, dirjen,dan seterusnya. Berapa kali dalam setahun Presiden harus melakukan langkahseperti ini, mengingat begitu banyaknyapersoalan krusial dalam masyarakat?Jadi, ini jelas kegagalan seorang pemimpin dalam mendelegasikan tugaskepada bawahan.Hal senada ditulis harian sore lainnya,Sinar Harapan (26/6). Disebutkan,dewasa ini kondisi para korban sangatmencemaskan. Mereka mulai kehilanganharapan masa depan. Kondisi merekaakan semakin tertekan jika pemimpinyang mereka dambakan tidak mengambilkeputusan yang menyelamatkan. Makaharian ini berharap, Presiden mengambilkeputusan yang bersifat mengikat ketikaberkantor di Sidoarjo. Keputusan mengikat tersebut diperlukan supaya rakyatyang menjadi korban lumpur LapindoBrantas Inc memperoleh kepastian atasnasib mereka.Demikian halnya pendapat KoranTempo (27/6). Harian ini mengatakan,boleh-boleh saja Presiden Susilo BambangYudhoyono menangis setelah mendengarpenderitaan korban lumpur Lapindo. Takada larangan pula ia berkantor di Sidoarjo.Tapi menurut harian ini, kasus ini takakan bisa diselesaikan dengan tuntas jikatidak didasarkan pada putusan pengadilan. Maka agar penanganan bencana itutidak berlarut-larut, proses hukum secarapidana ataupun perdata harus dipercepat. Sementara selama proses hukum berjalan, pemerintah dianjurkan segeramembantu korban, termasuk memperbaiki fasilitas publik yang rusak.Namun sebelummerogoh duit darianggaran negara, pemerintah harusmendapat jaminan dariLapindo Brantas Inc. Perusahaan itu harus diikatlewat perjanjian agarbersedia menganti danatalangan jika kelak pengadilan memutuskannya bersalah.Sedangkan apresiasi positif denganlangkah Presiden itu diberikan harianIndo Pos (27/6). Disebutkan, keputusanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono keSidoarjo memantau secara langsung kasuslumpur Lapindo adalah sebuah keputusanyang layak diapresiasi. Langkah itusetidaknya memberikan harapan baru ditengah-tengah keputusasaan warga.Memang, dengan datang secara langsung,Presiden tidak akan serta merta mendapatkan cermin yang sesungguhnya.Butuh upaya yang sungguh-sungguh untuk itu. Namun diharapkan, keputusanyang sangat “populis” itu benar-benardimaksudkan untuk kepentingan wargakorban lumpur Lapindo. Janganlah kepedihan mereka dijadikan “mainan” demikepentingan apa pun. Harapan juga ditautkan kepada pihak lain yang terkaitdengan musibah ini. Harian ini menyarankan, janganlah melihat persoalan tersebut dengan kacamata politik atauekonomi. Tapi dengan kacamata kemanusiaan. MSS

