Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 43
P. 22
22 BERITAINDONESIA, 02 Agustus 2007BERITA UTAMATangan Asing di Bumi PertiwiKongres AS mengesahkanHouse Representative 2601atau Undang-Undang Nomor2601 mengenai Papua. Isinyamendukung kemerdekaan Papua, mempertanyakan keabsahan pelaksanaan PenentuanPendapat Rakyat (Pepera)1969, dan mengkritik pelaksanaan otonomi khusus diPapua.Kini, setelah isu referendumkembali mengemuka, seoranganggota Kongres yang ikutmenggolkan HR 2601, EniFaleomavaega, menyempatkan berkunjung ke Indonesia,4-6 Juli lalu. Ketua Sub-KomisiWilayah Asia Pasifik ini tadinya berniat secara khususbertandang ke Papua.Namun, Pemerintah Indonesia tidak memberi izin. Kendati demikian, Faleomavaegadipertemukan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Jusuf Kalla, KetuaDPR Agung Laksono dan sejumlah anggota DPR KomisiPertahanan dan Luar Negeri,dalam beberapa kesempatanterpisah.Menurut Gubernur Lemhanas yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Muladi, ada tiga caramenghadapi separatisme. Pertama secara represif yuridis,yakni dengan penegakan hukum yang memperhatikanHAM. Kedua, pemerintah jugaharus memperhatikan rasakeadilan sosial di wilayah yangdilanda aksi separatisme untuk mengetahui masalah dasaryang menjadi penyebab kasustersebut terjadi. Ketiga, diajuga menyarankan, pentingnyapendekatan budaya kepadapara tokoh-tokoh di berbagaidaerah, termasuk yang dilandakecenderungan aksi separatisme.Dalam pandangannya, gerakan-gerakan separatismetersebut sangat berbahaya jikamemiliki jaringan internasional, memiliki Sumber DayaManusia (SDM) yang andaldan dana yang kuat, sertaadanya organisasi yang hirarkis secara baik. RHPeran negara-negara asing dalam mendorongketidakstabilan di beberapa provinsi di Indonesia hampir tak bisa ditutupi.alam KonferensiBesar MasyarakatAdat Papua beberapa waktu lalu, dihasilkan tiga butir kesepakatan yang jelas-jelas berbau separatis. Ketiga butir kesepakatan itu adalah, Papua bebas daripenjajahan, mengembalikanhak-hak dasar, dan meneruskan perjuangan rakyat Papua.Dalam konferensi yang menobatkan Forkorus Yoboisembut sebagai Ketua Dewan AdatPapua yang menggantikanTom Beanel itu, juga mengemuka tuntutan referendumdan proklamasi kemerdekaanPapua.Niat menggelar referendumitu bukan yang pertama kali.Pada konferensi pertama tahun 2002, usulan itu jugadimunculkan. Menurut Direktur Ridep Institute, Muradi,isu referendum selalu lakudijual ke pihak asing, terutamaAmerika Serikat (AS).Dalam meredam potensiseparatisme, sebagian upayapemerintah sebenarnya sudahlumayan berhasil. Tetapi kemudian mencuat menjadi gejolak ke permukaan karenafaktor kekuatan asing. Di Papua, fakta peran Amerika Serikat dalam mendorong ketidakstabilan provinsi itu hampir tak bisa ditutupi, yang secara terbuka melakukan intervensi seperti kunjungananggota Kongres AS pertengahan Juli ini yang mengungkit masalah Papua. AS jelasmemiliki kepentingan agarbisa mengeruk kekayaan Papua. Demikian pula dalamkasus bendera RMS baru-baruini di Ambon, faktor kekuatanasing atau Belanda banyakdisebut terlibat.Seperti diketahui, AS sudahlama mengincar Papua untukdijadikan pangkalan militerbaru, menggantikan pangkalan Clark dan Subic di Filipina yang sudah lama ditinggalkan. Tentu saja PemerintahIndonesia menolak, dan itutidak bisa ditawar lagi.Nah, jika sampai terjadi referendum dan Papua merdeka,AS berpeluang mewujudkanpangkalan impiannya di Papua. Faktanya pada 2005,DOPM mengibarkan bendera Bintang Kejora saat kongres Masyarakat Adat Papua.foto: repro indopos