Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 45
P. 21


                                    BERITAINDONESIA, 06 September 2007 21BERITA UTAMAonversinyiapan dan pendistribusian kompor dantabung gas gratis ke masyarakat masihsesuai dengan jadwal, meski ada beberapamasalah yang dihadapi, misalnya, dariindustri ditemui ada produk yang tidakmemenuhi kualitas.Hingga akhir Juli, Pertamina telahmenerima kembali sekitar 7 hingga 11persen kompor gas gratis yang dibagikandalam program konversi minyak tanah kegas, karena tidak memenuhi standar yangtelah ditetapkan.Masalah BaruWakil Presiden Jusuf Kalla menyatakanprogram konversi minyak tanah ke gasdipastikan bisa rampung 2011 di seluruhIndonesia. Artinya, pada 2011 tidak adalagi minyak tanah yang digunakan untukkebutuhan bahan bakar rumah tangga.Menurut Kalla, masyarakat diuntungkan karena dengan menggunakan gasdibanding minyak tanah mampu dihematbiaya Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribuperbulan. Angka ini dihitung dari kebutuhan rata-rata minyak tanah rumahtangga 20 liter per bulan yang mampudikonversi oleh 2,5 tabung gas seberat 3kg. “Perbandingannya kan bisa 1:2,” kataKalla.Dari sisi pemerintah, ujar dia, programini akan mampu menghemat subsidi Rp22 triliun per tahunnya atau hampirsenilai dengan keuntungan Pertaminarata-rata per tahun. “Dari sisi swasta,banyak perusahaan berkembang, baikyang baru maupun yang lama,” kata Kalla.Namun tampaknya pemerintah pusat,termasuk Kalla, lupa menghitung darisudut ekonomi masyarakat kelas bawahyang menjadi sasaran konversi minyaktanah itu. Dalam menentukan kebijakantersebut, pemerintah telah melakukanbeberapa kesalahan mendasar sehinggakebijakan konversi itu akhirnya menimbulkan problem di masyarakat. Hal initerjadi karena beberapa alasan.Bagi logika sehari-hari 15,8 juta rumahtangga miskin, jauh lebih efisien kalaumereka menggunakan minyak tanahdibanding dengan gas elpiji, sekalipunkompor dan tabung gas itu telah dibagikangratis oleh pemerintah. Bayangkan,seorang pemulung di Jakarta denganpenghasilan Rp 10.000 –15.000 sehari.Dengan penghasilannya yang sebesar itu,dia bisa makan pada hari itu denganrincian pengeluaran, membeli minyaktanah sebesar setengah liter sehargaRp1.500, membeli beras 2 kg seharga Rp6.000 dan sisanya untuk membeli sepotong tempe mentah seharga Rp 1.000yang cukup untuk makan pada hari itudengan istri dan dua-tiga orang anaknya.Dengan penghasilan Rp 10.000–15.000dan kalau pada hari itu mereka harus beligas, berarti satu keluarga tidak bisamakan. Karena gas yang harus dibeliminimalnya adalah 3 kg (seharga Rp15.000), gas tidak bisa dibeli eceran yanglebih rendah dari itu, misalnya 0,5 kg atau1 kg. Dengan demikian, uang penghasilansatu hari itu hanya cukup untuk membeligas saja.Artinya, minyak tanah bagi keluargamiskin adalah yang paling efisien karenapilihannya bagi mereka adalah makan(karena menggunakan minyak tanah)atau sulit bahkan tidak makan (karenamenggunakan gas). Jumlah orang yangsedemikian ini bukan puluhan ribu atauratusan ribu, tetapi jutaan.Jika pemerintah memang berteguh hatimenjalankan program konversi ini, makabeberapa hal berikut harus segera diwujudkan di lapangan. Pertama, pemerintahsegera memberikan solusi terhadapmasalah kendala aksesibilitas gas bagimasyarakat kecil, antara lain denganmerealisasikan bahwa gas bisa dibelisecara eceran (0,5 kg atau 1 kg) sebagaimana halnya minyak tanah, di sampingkios-kios atau agen penjual eceran gasmudah didapat oleh masyarakat.Saat ini, jangankan untuk bisa membeligas secara eceran, untuk membeli gaselpiji dengan volume tabung gas 3 kg sajamasyarakat masih kesulitan mendapatkan kios atau agen yang menyediakannya. Kedua, sosialisasi teknologipenggunaan kompor gas ke kalanganmasyarakat bawah harus dilakukansecara masif dan kontiniu selama palingtidak satu tahun, agar mereka merasafamiliar dan nyaman serta yakin sepenuhnya tentang keunggulan komporgas dibandingkan dengan penggunaankompor minyak tanah. „ RHKelangkaan minyak tanah membuat susah banyak orang. foto: berindo wilson
                                
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25