Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 45
P. 23
BERITAINDONESIA, 06 September 2007 23BERITA UTAMAKompor Minyak Pun TerhenyakKalau pemerintah memaksa melakukankonversi minyak tanah-gas yang menyebabkan harga minyak tanah menjadimahal, maka tak pelak lagi akan memperparah tingkat kualitas dan kuantitaskemiskinan.Padahal, sesungguhnya menilik targetpemerintah untuk mengurangi setengahdari jumlah kemiskinan pada 2015, yangdibutuhkan masyarakat saat ini adalahperbaikan taraf hidup yang riil, sepertiyang diungkapkan Muhammad Yunus,peraih Nobel Perdamaian yang mendirikan Grameen Bank di Bangladeshuntuk mengentaskan kemiskinan.Yunus, yang datang ke Indonesia atasundangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memberikan sejumlah masukan yang dapat dijalankan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangikemiskinan.Pertama, pemerintah melakukan perluasan sistem kredit keuangan secara menyeluruh supaya dapat menjangkau semua orang. Pemerintah harus menciptakan kerangka hukum, memberikan pelayanan keuangan kepada orang miskin.Dalam hal ini, pemerintah menjadikanpelayanan keuangan yang bersifat inklusifsehingga tidak boleh ada orang yangditolak.Kedua, pemerintah menumbuhkan rasawiraswasta kepada orang miskin supayamereka dapat mengontrol nasib merekasendiri, menciptakan pekerjaan sendiri,dan juga menumbuhkan kreativitas,karena setiap orang pada dasarnya diciptakan kreatif dan pintar. Sedikit inisiatifdibutuhkan untuk mengeluarkan kreativitas itu.Terakhir, pemerintah mempersiapkangenerasi muda sehingga mereka tidakmengulangi kesalahan yang sama.Kembali ke soal konversi minyak tanahyang menimbulkan masalah, khususnyabagi warga miskin, Pertamina melaluiVice President Communications Wisnuntoro menganggapnya sebagai ‘shock culture’ atau perubahan budaya.Lebih lanjut, Wisnuntoro mengatakan,Pertamina harus mencermati permasalahan yang muncul. Jika persoalanmuncul pada penyaluran tabung gas,maka konsultannya akan ditegur. Apabilakualitas tabung jadi permasalahan, pihakPertamina akan menegur produsennya.Jika masalah pada isi, Pertamina sendiriakan turun tangan memperbaiki kualitasdari sisi ketepatan volume.Sesungguhnya, menurut Walikota Depok, Nurmahmudi Ismail, solusinya tidaksesederhana itu. Berbagai masalah yangtimbul akibat konversi minyak tanahadalah ibarat kompor yang bisa ‘meleduk’setiap saat dan mengakibatkan kebakaranbesar. Akibatnya pasti kembali kepadarakyat kecil. RHMenyusul langkanya minyak tanah,pemerintah bertekad untuk menggantikebiasaan masyarakat dalam menggunakan minyak tanah dan beralih kegas elpiji. Sebagai tahap awal, untukbeberapa daerah, pemerintah bahkantelah membagikan secara cuma-cumakompor berbahan bakar gas sebagaipengganti kompor tradisional minyaktanah.Yang dimaksud kompor tradisionaladalah kompor yang berbahan bakarminyak tanah, dibuat secara rumahandan konsumennya pun identik denganmasyarakat kecil sebab hanya masyarakat kecillah yang biasanya menggunakan kompor minyak tanah. Sementara itu, kompor gas lebih kentaradigunakan masyarakat menengah keatas.Kalau semua warga telah berpindahke kompor gas, inilah hari-hari akhirpengusaha kompor minyak. “Padahal,kami sudah hidup sejak 1940-andalam menekuni kompor minyak,”tutur Bu Lilis (40) pengusaha komporminyak merek Sayangi di Tasikmalaya.Seperti dilaporkan Pikiran Rakyat,20 Maret 2007, Kompor Sayangi pernah beken. Bukan saja dikenal diPriangan Timur, bahkan kota-kotabesar seperti Bandung dan Jakarta,kerap menjadi langganannya. “KomporSayangi dikenal karena kuat, dibuatdari bahan-bahan bukan rongsokan.Kompor merek ini saya pakai sejakanak saya usia balita. Kini anak itusudah lulus perguruan tinggi, namunkompor Sayangi masih utuh tak berkarat,” tutur Endang (60) pendudukMalangbong.Sayangi berasal dari nama Pak Sayangi, si pionir pembuat kompor yangkini sudah almarhum. Industri rumahan ini terus dipertahankan oleh sanganak, yaitu Maman Sayangi. Kiniperusahaan bahkan sudah diwariskankepada sang cucu, Bu Lilis.“Pemerintah harusnya bijaksana.Dalam sosialisasi peralihan penggunaan dari kompor minyak ke kompor gas, pengusaha kompor tradisionaldiberi penyuluhan agar punya persiapan alih profesi. Sampai hari-hariterakhir dalam upaya ‘mematikan’kompor tradisional, kami tak pernahdiajak bicara,” tutur Bu Lilis.Sebelum ada pengumuman pemerintah, produksi kompor Sayangi tiapminggu rata-rata mencapai 40 buah.Kini melorot hanya 10 buah. “Duluseminggu bisa terjual 40 buah, kiniseminggu 10 kompor pun sudah jarang,” tutur Bu Lilis.Hal senada juga disampaikan MangUdin (60) sesama pengusaha komportradisional dari Indihiang. Dia mengeluh sebab karyawannya yang tiga orangsemakin payah hidupnya. “Sejak diumumkan pemerintah bahwa komporminyak tanah harus diganti komporgas, produksi melorot sebab konsumenseperti takut-takut untuk beli,” tuturnya.“Sekarang mungkin tinggal kenangan,” tutur Rasidin (50) yang pikirpikir mau banting setir entah ke manaseusai kompor tradisional tidak dipakai lagi. RHKonversi dikhawatirkan akan memberangus industri kecil kompor minyak tanah.foto: berindo wilson