Page 58 - Majalah Berita Indonesia Edisi 49
P. 58
58 BERITAINDONESIA, 08 November 2007BERITA TOKOHJonathan L. ParapakTerima Doktor Honoris Causaebuah Panggilanuntuk PelayananHolistik bagi Kemanusiaan”, merupakan judul orasi ilmiah yangdisampaikan Jonathan Limbong Parapak saat menerimaanugerah gelar doktor kehormatan (Honoris Causa)dari Quachita Baptis University, yang berpusat di Kansas,Amerika Serikat.Penganugerahan berlangsung Jumat (28/9) di Universitas Pelita Harapan (UPH),Karawaci Tangerang, Bantendihadiri antara lain MochtarRiady pendiri Yayasan UPH,James T. Riady Ketua YayasanUPH, dan DR Rex M HornePresiden Ouachita BaptistUniversity. Parapak putrabangsa asal Tana Toraja pada12 Juli 1942, dianggap memiliki dedikasi yang tinggi di bidang pendidikan, pemerintahan, bisnis dan kerohanian.Dalam orasinya, Parapakmenempatkan teknologi danpendidikan sebagai dua bidangyang sangat penting, dan telahmemberikan kontribusi besardalam kehidupan dunia yangmodern sekarang ini. Menurutnya, pendidikan dan teknologi merupakan suatu nilai paling berharga dalam puncakpengabdian yang diberikanseseorang kepada kemanusiaan. Itu sebab ayah dari tiga orang putri ini berkenan mendirikan sekolah Nasional Plusdi tanah kelahirannya. Sebelumnya, Parapak mengabdikan ilmunya dengan mengajardi Fakultas Tehnik UniversitasIndonesia (UI) tahun 1980-an.Begitu pensiun sebagai birokrat, terakhir menjabat SekjenDepparpostel, Parapak menikmati hidup berada dalam lingkaran dunia pendidikan, setelah dipercaya mengabdi sebagai Rektor UPH.Selain merasa sangat bersyukur diangkat menjadi rektor, Parapak sangat terinspirasi dengan visi UPH yangmenekankan tiga hal yaitupengetahuan yang benar (trueknowledge), percaya padaTuhan (faith in God), dankesalehan (Godly Character).Menurut Parapak, UPH jugamenekankan mahasiswa menjadi manusia utuh baik segispiritual, emosional, intelektual dan fisik.Parapak selama 30 tahunlebih mengabdi di perusahaantelekomunikasi, PT Indosat,termasuk 11 tahun diantaranyaduduk sebagai Dirut. Selamaitu suami Anne Berniece Atkinson ini terlibat langsungpada kepeloporan pembangunan dan penggunaan berbagai teknologi canggih sepertisatelit, kabel bawah laut, seratoptik, teknologi digital, sertayang terbaru teknologi seluler.Parapak mengaplikasikan teknologi tersebut dalam bidangekonomi, bisnis, pemerintahan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Yang menarik, di tengah semua aktivitas berbau teknologi tersebut Parapak tetap menyempatkan diri untuk memberikanperhatian dan pelayanan kepada gereja. ZAHFrans Hendra WinartaBangga Lulus Cum LaudeAdvokat senior Frans HendraWinarta merasa bangga dapat lulusdengan predikat cum laude dalamujian program doktor, yang diselenggarakan Pascasarjana UniversitasPadjajaran (Unpad), Bandung belum lama ini. Rasa bangga memuncak karena jarang sekali profesiadvokat seperti dirinya, bisa meraihdoktor dalam usia yang sudahtergolong tua pula, 64 tahun.Disertasi berjudul “Hak Konstitusional Fakir Miskin MemperolehBantuan Hukum dalam RangkaPembangunan Hukum Nasional,”sengaja dipilih pria kelahiran Bandung 17 September 1943 ini, berangkat dari keresahan adanya sesuatu yang salah mengenai konsepbantuan hukum yang dijalankanselama ini di Indonesia. Hendraprihatin masih banyak kaum miskinyang jumlahnya mencapai 37,17juta jiwa, atau kaum papa yangtermarjinalkan dan tak tersentuh hukum ataupun sekadar penyuluhan.Anggota Komisi Hukum Nasionalini menjelaskan, bila bantuan hukum yang diberikan sebatas polastruktural pasti tidak akan sampaikepada masyarakat yang tinggal didesa-desa. Padahal 63 persen lebihpenduduk tinggal di desa-desa.Yayasan Lembaga Bantuan HukumIndonesia (YLBHI) yang selama inimenjadi perlindungan hukum bagikaum miskin, juga belum bisamemenuhi semua harapan masyarakat. Frans menilai sudah saatnyaIndonesia menerapkan pola bantuan hukum yang responsif. Pemerintah ditempatkan pada posisi lebihaktif, dengan konsekuensi menyediakan fasilitas dan anggaran. Iamengambil contoh negara sepertiIndia, Filipina dan Amerika yangaktif dan berhasil mendorong perlindungan hukum yang baik bagiwarganya.Frans Hendra Winarta lulusanMagister Pidana Fakultas HukumUniversitas Indonesia tahun 1998,ini tertarik dan terinspirasi padabidang hukum setelah menontonfilm yang berkisah tentang perjuangan seorang advokat bernama Atticus Finch, saat membela seorangNegro di tengah kuatnya praktikperbudakan. Suami Jatty Tanuwidjaya ini mengaku film berjudulToo Kill Mockingbird yang ditontonnya tahun 1962 itu, setidaknya berisibeberapa pesan pokok yakni thegloriest age of trial lawyers (kejayaan pengacara), law enforcement(penegakan hukum), dan justice forall (keadilan untuk semua).Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Parayangan (Unpar)Bandung tahun 1970 ini memandang buramnya hukum di negeri iniakibat kuatnya praktik mafia peradilan. Harusnya seorang advokatjangan hanya mengandalkan otakdan keahlian saja tetapi juga hatinurani. Itulah yang kerap Franskedepankan untuk menolak tawaran“suap” yang selalu muncul dalamberbagai bentuk mulai cek, uangkontan hingga fasilitas dari pihaklawan. Frans tak segan-segan pulamenolak kasus jika dilihatnyakliennya memang bersalah. Karenasikap ini Frans sempat terkucilselama 10 tahun dalam kancah percaturan pembelaan hukum. Kantornya, Frans Winarta & Partner akhirtahun 2001 diberondong peluru olehorang tak dikenal. Untungnya,menurut Ketua Hubungan Internasional Ikatan Advokat Indonesia(Ikadin) tahun 1990 ini, tak adakorban jiwa. Usai kejadian itu Fransmengaku tak lagi takut denganintimidasi karena itulah hidup. ZAH“S