Page 51 - Majalah Berita Indonesia Edisi 51
P. 51
BERITAINDONESIA, 06 Desember 2007 51BERITA HUKUMRUU TipikorMenghapus CitraMafia GelapPara hakim yang melakukan tindak pidana korupsidiancam pidana lebih berat dibanding pejabat publiklainnya.elaku korupsi silakan sedikitbernapas lega jika draf RUUTindak Pidana Korupsi (Tipikor) disahkan. Mereka bakalbasa menikmati hukuman pidana kurangdari setahun karena hukuman minimaldihapuskan. Demikian isi draf RUUTipikor yang disusun tim perumus pada12 September 2007 yang kemudian disebarluaskan ke berbagai media massa,Kamis (15/11).Tentu saja, draf ini juga banyak mendapat tanggapan yang tidak semuanyapositif. Seperti dilaporkan Sinar Harapan(16/11/2007), salah satu hakim ad hocPengadilan Tipikor I Made Hendra menolak jika hukuman minimal dihapuskan.Menurutnya, penghapusan justru bertendensi timbulkan ketidakpastian hukum.“Jika tidak ada, sama seperti dulu, sebagaicelah hakim untuk menentukan hukumanyang ringan,” katanya.Jika ini diterapkan, menurut MadeHendra, akan menjadikan hakim satusatunya pihak yang berkuasa menentukanhukuman. Sejatinya, selain hakim, yangmenentukan ringan atau beratnya hukuman minimal itu adalah pembuat UU.Pasalnya, kalangan legislatiflah sebagaiwakil rakyat yang mengetahui rasa keadilan di masyarakat itu seperti apa. Sedangkan hakim, hanya menjalankan UU.Menurut pakar hukum pidana pencucian uang, Yenti Ganarsih, draf inidinilai agak menyimpang dari amanatUnited Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasiIndonesia. Menurutnya Konsep tak adahukuman minimal bagi pelaku korupsimenyimpang dari prinsip UNCAC sebagaitindak pidana dengan akibat serius.Apalagi, di RUU ini juga diatur soal sanksibagi pemberi laporan palsu. SementaraHakim-hakim di Indonesia masih dipertanyakan integritas moralnya untukmemutus suatu perkara dengan adil.Atas penghilangan hukuman minimumini, Direktur Perancangan PeraturanPerundang-undangan Suhariyono berargumen, pidana yang terlalu tinggi melanggar HAM, sedangkan hukum pidanatidak dikenal hukuman minimum khusus.Suhariyono menjelaskan, ada kekhawatiran penerapan minimal hukuman akanmempengaruhi keputusan hakim.Sementara itu, salah satu anggota tim perumus Indriyanto Seno Adji menerangkan,draf RUU ini tetap mengatur pidana minimum khusus. Begitu pula diatur nilai denda maksimal yang sebelumnya tidak diatur.Padahal, UU No 31 Tahun 1999 tentangTipikor, hukuman minimal selama satutahun dan paling lama lebih dari 10 tahun.Sementara itu, draf RUU Tipikor ini hanyadicantumkan hukuman paling lama dibawah 10 tahun.Begitu pula dalam penentuan uangpengganti. Tim perumus RUU Tipikor,yang dipimpin Andi Hamzah itu menetapkan uang pengganti tak lebih dari Rp 500juta. Pada UU Tipikor lama ditetapkankisaran paling banyak senilai satu miliarrupiah.Hukuman HakimSementara itu, pemberitaan KoranTempo (19/11/2007), menyoroti RUUTindak Pidana Korupsi ini dari sisihukuman yang lebih berat untuk hakimdibandingkan pejabat lain.Dalam Pasal 2 Ayat 2 RUU Tipikordisebutkan, “Pejabat publik yang memintaatau menerima keuntungan yang tidaksemestinya untuk terpengaruh dalampelaksanaan tugas resminya dipidanadengan pidana penjara paling lama tujuhdan/atau denda Rp 350 juta.”Adapun dalam Pasal 2 Ayat 3 disebutkan, “Jika pejabat yudikatif yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksudpada ayat 2, ancaman pidana penjaranyaditambah dengan sepertiga.” Sehinggaancaman pidana penjara bagi pejabatyudikatif yang melakukan korupsi adalah9 tahun 4 bulan.Pejabat yudikatif yang dimaksud dalamRUU ini adalah hakim dan penitera padasemua tingkat pengadilan. Padahal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memasukkan unsur pejabat yudikatif dalam pegawai negeri atau penyelenggara negara.Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukumdan Hak Asasi Manusia Suhariyonomengatakan tujuan penjatuhan sanksiyang lebih berat kepada pejabat yudikatifadalah menghilangkan citra soal mafiaperadilan.Dia menjelaskan RUU ini dibuat untukmenyesuaikan dengan ratifikasi KonvensiAnti-Korupsi Perserikatan Bangsa-BangsaTahun 2003. Saat ini, untuk menjeratkoruptor, aparat menggunakan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 junctoUndang-Undang Nomor 21 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi. RHPPidana korupsi bagi hakim lebih berat